RUU Cipta Kerja Untuk Kepentingan siapa?

By : Dian Mayasari
Tenaga Pendidik

Kumpulan serikat buruh, mahasiswa, dan elemen organisasi masyarakat sipil lainnya turun ke jalan dan melakukan protes ke DPR RI. Mereka mendesak agar RUU Omnibus Law Cipta Kerja dihentikan karena dinilai cacat prosedur dan bermasalah secara substansi. Rencananya, aksi juga berlangsung di berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Batam.

Aksi yang digelar setelah sebelumnya sejumlah konfederasi dan serikat buruh memutuskan mengundurkan diri dari tim teknis yang membahas RUU Omnibus Law Cipta Kerja dalam unsur tripartit. Keluarnya kalangan buruh dari tim teknis yang dibentuk Kementerian Ketenagakerjaan itu disinyalir karena arogansi Apindo maupun Kadin.

Penolakan buruh terhadap RUU Omnibus Law Cipta Kerja sangat beralasan. Hal ini karena RUU tersebut merugikan dan mengeksploitasi buruh. Dengan dalih menarik investasi masuk Indonesia, buruh yang dikorbankan. Upah buruh makin ditekan dengan penghapusan upah minimum.

Upah per jam juga akan menyengsarakan buruh karena nilai total per bulannya di bawah upah minimum. Padahal di masa pandemi ini kebutuhan hidup sangat besar karena harga barang naik. Jika upahnya ditekan, para buruh akan masuk ke jurang kemiskinan.

Konflik antara pekerja dan pengusaha merupakan suatu hal yang jamak terjadi dalam sistem ekonomi kapitalisme. Sejak revolusi industri, perseteruan buruh dan pengusaha seolah menjadi konflik abadi hingga saat ini.

Hal ini membuktikan kegagalan sistem ekonomi kapitalisme dalam menyejahterakan buruh. Buruh dipandang hanya sebagai komponen produksi yang harus ditekan biayanya seminimal mungkin agar ongkos produk bisa murah.

Padahal buruh adalah sumber daya manusia yang punya kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Bukan hanya bagi dirinya, tapi juga keluarganya. Sehingga tuntutan upah layak selalu didengungkan. Akibatnya buruh dan pengusaha ibarat dua kubu yang selalu berlawanan. Buruh ingin kesejahteraan, pengusaha ingin ongkos produksi murah. 

Mirisnya, penguasa justru  membiarkan kedua pihak saling “gebuk”. Akibatnya buruh makin terjepit oleh peraturan yang dibuat penguasa, atas pesanan pengusaha. Penguasa seolah lupa bahwa buruh adalah juga rakyatnya yang akan dia pertanggungjawabkan pengurusannya di akhirat kelak.

Islam Mengayomi Buruh dan Pengusaha. Konflik abadi antara buruh dan pengusaha tidak akan terjadi dalam sistem Islam. Upah (ujrah) adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan tenaga kerja.

Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugas-tugasnya. Pekerja dan majikan harus menepati akad di antara keduanya mengenai sistem kerja dan sistem pengupahan.
Previous Post Next Post