Prostitusi Artis Makin Laris, Miris!

Oleh: Izzah Saifanah 
(Pegiat Media Kolaka) 

Jagad media kembali ramai dengan tertangkapnya seorang artis berinisial HH, yang tersandung kasus prostitusi online. Suatu anomali kembali terjadi, setelah ditahan 2 hari HH dipulangkan dan berstatus sebagai saksi. Padahal, telah jelas HH terlibat kasus prostitusi. 

Virus Corona yang terus mengobral, ternyata tidak menghentikan praktik amoral. Prostitusi di Indonesia merupakan bisnis illegal, namun tidak dipungkiri prostitusi telah lama berdenyut dalam nadi kehidupan sosial masyarakat.
Menurut sebuah situs perusahaan data pencatat pasar ilegal, Havocscope. 

Bisnis Prostitusi mencatatkan nilai pendapatan sebesar  US$ 186 miliar per tahun atau setara dengan Rp. 2.604 triliun. Lebih besar dari APBN Indonesia 2019 yang lalu. Jumlah yang sangat fantastis. Ada sejumlah negara yang masuk dalam daftar tertinggi dalam bisnis ini. China menduduki peringkat pertama dalam urusan bisnis prostitusi terbesar dengan angka transaksi yang fantastis, 73 miliar dollar AS. 

Di urutan kedua, ada Spanyol dengan nilai bisnis mencapai 26 miliar dollar AS, lalu Jepang di urutan ketiga. Indonesia sebagai negeri muslim terbesar, ternyata juga masuk dalam daftar. Tepatnya berada di urutan ke-12 dari 24 negara dengan nilai bisnis mencapai 2,25 miliar dolar AS atau setara dengan Rp. 31,1 trilyun. Prostitusi seakan sulit untuk dihilangkan, sebab keuntungan bisnisnya cukup menggiurkan. 

Para pelaku terus mencari celah agar kegiatan bisnisnya berjalan, dikemas sedemikian rupa termasuk merekrut artis dan memanfaatkan media daring sebagai medium pemasaran. Para artis pun terjebak dalam kehidupan glamor serta gaya hidup mewah yang seakan menjadi sesuatu yang harus dipenuhi untuk menjaga citra diri di layar kaca. Hingga sebagian mereka rela melabeli diri dengan harga “murah” demi sejumlah rupiah. Maka tak heran jika bisnis ini semakin laris. Inilah dampak kapitalisme global, yang masih jadi soal. 

Kapitalisme menggerakkan roda finansial untuk mendongkrak profit. Di era ini, segala sesuatu yang menguntungkan secara materi akan terus diproduksi, termasuk menjual kehormatan dan kemuliaan perempuan. Dalam sistem ini, perempuan dihargai dari sisi materi dan dianggap sebagai komoditi bernilai ekonomi.

Halal dan haram pun telah dinafikkan sebab menurut mereka materi adalah sumber kebahagiaan yang harus dikejar. Pun status saksi yang ditetapkan kepada HH maupun beberapa kasus yang lain, seolah menunjukkan bahwa yang demikian tidak lain adalah usaha untuk terus menggerakkan bisnis sehingga akumulasi kapital tetap akan dijalankan. 

Menjadi negeri mayoritas muslim seyogianya menjadikan Islam sebagai aturan. Dalam Islam mendekati zina saja dilarang apalagi melakukannya. Islam telah  tegas menyatakan bahwa prostitusi adalah perbuatan zina yang haram hukumnya.  Dampaknya mengantarkan pada rusaknya tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat juga hilangnya kemuliaan dan kesucian individu. 

Larangan mendekati zina dibarengi dengan upaya menutup segala akses yang mengarah pada prilaku tersebut. Olehhya itu, negara akan menutup segala akses seperti menutup lokalisasi, menghapus situs prostitusi online, serta melarang produsen tayangan pornografi dan pornoaksi.

Pelakunya pun diberi efek jera sesuai ketentuan ta'zir sehingga hal ini tidak lagi terulang.
Masyarakat juga harus berperan aktif menumpas prilaku amoral ini, bersinergi dengan saling menjaga dan mencegah. 

Negara juga perlu memudahkan dan menjamin akses ekonomi serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya sehingga rakyat tidak beralih kepada perbuatan prostitusi. Sungguh, kita tidak ingin kemaksiatan ini terus merajalela. InsyaAllah hukum yang tegas sebagaimana yang diatur dalam Islam mampu melindungi kita dari praktik prostitusi. Wallahu 'alam
Previous Post Next Post