Peringati Genosida Srebrenica; Merefleksi Akan urgensi Perisai Hakiki

Oleh : Riana Oktaraharti, S.E 
(Aktivis Muslimah Kalsel)

Tragedi Srebrenica menyisakan luka, mengingat akan betapa tragisnya peristiwa yang telah nyata. Tindakan aksi militer tentara Serbia, hal ini dinilai sebagai langkah kemunduran bagi ketidakadilan etnis bagi muslim bosnia saat masa tersebut.

Sebagaimana dilansir oleh cnn.com, pada tanggal 11 Juli 2020, Muslim Bosnia memperingati 25 tahun pembantaian Srebrenica di Pusat Peringatan Potocari, seperti yang  dilakukan oleh Sehad Hasanoic, salah satu  dari sekitar tiga ribu kerabat korban yang menghadiri peringatan tersebut meski ditengah pandemi virus Covid-19. Peringatan tahun ini sekaligus menjadi upacara penguburan sembilan korban yang diidentifikasi selama setahun terakhir.

Pada 11 Juli 1995, usai Srebrenica dikepung, dalam waktu kurang dari dua minggu, pasukan militer tentara Bosnia, dimana mereka secara sistematis membunuh lebih dari 8.000 Bosniaks (umat Muslim Bosnia), kendati ini merupakan pembunuhan massal terburuk di tanah Eropa sejak akhir Perang Dunia Kedua. Pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Ratko Mladic, komandan unit Serbia Bosnia, mengatakan kepada warga sipil yang ketakutan untuk tidak takut ketika pasukannya memulai pembantaian, dan mereka melakukan hal tersebut  tidak berhenti selama 10 hari.

Terkait kondisi tersebut, PBB diketahui membentuk pasukan UNPROFOR yang berisi sekitar 400 tentara Belanda. Semenjak April 1993 bahwa PBB menyatakan kawasan Srebrenica sebagai wilayah aman. Meski begitu, tentara Serbia terus mencoba untuk menggempur kawasan tersebut hingga akhirnya mereka mampu menguasai Srebrenica pada Juni 1995. (Detiknews.com , Jumat, 10/07 20).

Artinya Belanda telah membiarkan aksi genosida muslim Bosnia yang terjadi dihadapannya. Padahal, saat itu Belanda sedang berada disana dengan tugasnya menjaga keamanan sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB, sedangkan PBB sebagai lembaga yang bertujuan menjaga perdamaian dan keamanan dunia pun telah menyerah dan mundur ke kota dan serangan NATO saat itupun tidak bisa menghalau bengisnya militer tentara Bosnia. 

Seringkali mendapati bahwa genosida selalu ditujukan hanya kepada islam dan kaum muslim. Para pembenci islam dan kaum muslim tentu tidak akan tinggal diam atas berkembang pesatnya kaum muslim. Atas nama, pembersihan etnis, mereka melakukan hal brutal kejam bagi kaum muslim bukan hanya muslim Bosnia, namun muslim minoritas di negeri-negri muslim lainnya pun dibantai, layaknya muslim Rohingya, Uighur, Palestina, Afganistan, Turkistan Timur dan sebagainya yang sudah berulang kali. 

Tragedi ini juga menjadi bukti bahwa tidak adanya perlakuan adil lembaga PBB terhadap negeri berpenduduk muslim.  PBB dengan menutup mata,  sama sekali tidak kredibel dalam mengatasi persoalan kaum muslim sampai hari ini. Bahkan, PBB nyaris menjadi alat melegitimasi kebengisan dan kebrutalan segelintir penjahat untuk memuaskan nafsu kedengkiannya terhadap Islam dan kaum muslim.

Adapun penyebab utama dari peristiwa ini adalah bercokolnya Nasionalisme pada kekuasaan global dengan sistem kapitalisme nya, sehingga  kehinaan, kepiluan, kekejaman atas kaum muslim tidak akan pernah berakhir. Negri Barat telah berhasil menyuntikan Nasionalisme pada negeri-negeri penduduk muslim, yang dengan hal ini akan selalu berpotensi terpecah-belah dan mengalami ancaman gerakan separatisme.

Islam merupakan agama sekaligus ideologi yang sempurna dan menyeluruh. Islam juga merupakan satu-satunya alternatif sistem yang akan menuntaskan seluruh problematika hidup ummat. Begitu pula terkait persoalan ini,  sejak awal Islam sangat menegaskan bahwa tidak ada perbedaan (diskriminasi) atas setiap etnis baik warna kulit, bahasa dan sebagainya. Bahkan dalam pandangan islam,  negara berkewajiban dalam memberikan kesamaan hak dan melindungi hak setiap warga negaranya. Rosulullaah Saw pernah bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).

Penerapan Syariah islam justru akan memberikan penjagaan dan pemeliharaan terhadap agama, jiwa, keturunan, akal dan harta yang merupakan adh-Dharuriyat al-Khamsu (lima perkara mendesak pada kehidupan manusia). Maka, akan ada hukuman yang ditetapkan Syariah Islam bagi setiap orang yang menciderai salah satu terkait masalah ini. Oleh karena itu, sudah seharusnya kaum muslim tidak menaruh harapan kembali pada lembaga buatan negeri kapitalis. Karena sesungguhnya, kaum muslim sudah memiliki perisai hakiki, yaitu Khilafah Islamiyyah. Rosulullaah Saw bersabda: "Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang dibelakangnya (mendukung) dan berlindungi (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya." (HR. Muslim).

Sehingga atas perintah Allah dan RasulNya, maka Khalifah akan sangat ringan mengerahkan pasukannya dari departemen perang (Amirul Jihad) untuk menyelamatkan dan melindungi kaum muslimin dari kebengisan penguasa kafir. Dengan adanya sikap tegas pemimpin seperti inilah yang akan mengakhiri penderitaan kaum muslimin. Sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah-khalifah sebelumnya, seperti salah satunya adalah Khalifah Al-Mutasim Billah, Beliau yang menyelamatkan harga diri seorang muslimah dari pelecehan kaum romawi di kota Ammuriah, Romawi. Khalifah mengirim pasukannya hingga berujung futuhat (pembebasan). 

Adapun sebelum Islam memerintah di Balkan, ada salah satu suku yang sangat menderita dan tertindas oleh orang-orang kristen. Namun, ketika Bosnia ditakhlukan oleh islam pada masa Kekhilafahan utsmaniah, dalam waktu 1 minggu ada 70 kota di Bosnia telah langsung berpindah dalam pangkuan Islam dan merasakan keadilannya.

Maka, sudah saatnya kaum muslimin tidak hanya memperingati akan duka Srebrenica. Namun, semestinya merefleksi dan mengingat dengan sadar bahwa umat butuh perlindungan dan naungan perisai hakiki ialah khilafah islamiyyah alaa manhaj an-nubuwwah. Wallahu 'alam bishowab. []
Previous Post Next Post