Obyek Wisata Dibuka Kembali : Antara Gembira dan Cemas

Oleh : Narti
Ibu Rumah Tangga

Sejak diberlakukan era New Normal Life di saat wabah Covid-19, telah membuka kesempatan bagi seluruh aktivitas menjadi berjalan seperti biasa. Baik pada sektor ekonomi maupun pariwisata. Menyambut era New Normal Life, Jokowi meminta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama untuk menyiapkan promosi pariwisata dalam negeri yang bebas dari ancaman virus Corona. (Detik.com, 5/6/20).

Menanggapi hal itu, akhirnya pariwisata di Indonesia mulai dibuka pada pertengahan Juni lalu. Termasuk di Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, pembukaan destinasi wisata di daerah zona biru, termasuk Kabupaten Bandung akan dilakukan secara bertahap.

"Saya doakan Kabupaten Bandung secepatnya bisa naik ke zona hijau, sehingga sekolah bisa dibuka", kata Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil, saat meninjau penerapan protokol kesehatan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) dan destinasi wisata Kabupaten Bandung. (PikiranRakyat.com, Sabtu 20/6/20)
Kang Emil mengapresiasi destinasi wisata yang sudah menerapkan AKB dengan baik, seperti jaga jarak, pakai masker, cek suhu, dan menyediakan tempat cuci tangan.

Setelah wisata alam yang sudah lebih dahulu dibuka sejak Kamis, 11 Juni 2020 (wisata bdg.com, 13 Juni 2020), kini giliran wisata air akan diujicobakan untuk dibuka kembali oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Bandung, mulai Sabtu 27 Juni 2020. Sedikitnya 43 kolam renang, arum jeram, dan pemandian air panas yang akan ikut diujicobakan tersebut. (wisatabdg.com, 13 Juni 2020)

Kepala Disparbud Kabupaten Bandung Yosep Nugraha mengatakan, "Sebelumnya obyek wisata air masih belum bisa dibuka karena belum ada petunjuk teknis terkait protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. Terlebih sebelumnya Kabupaten Bandung masih berstatus zona kuning", ujarnya saat ditemui Jum'at 26 Juni 2020. (PikiranRakyat.com)

Dibukanya tempat-tempat wisata di masa pandemi merupakan permasalahan yang sangat beresiko. Masyarakat yang sudah sekian lama 'terkekang' saat menjalani PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kemudian merasa mendapatkan kembali kebebasannya. Maka berbondong-bondonglah masyarakat mendatangi tempat wisata yang mengakibatkan pengunjung membludak dan berjubel. Secara otomatis mereka lupa terhadap aturan seperti social distancing. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya penyebaran virus Covid-19 di daerah wisata atau justru menjadi klaster baru penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah atau pengelola obyek wisata benar-benar yakin bahwa kondisi wabah sudah kondusif dan aman dari pandemi, sebelum membuka kembali destinasi pariwisata.

Apabila diperhatikan, pembukaan destinasi pariwisata pada saat pandemi belum berakhir, jelas sangat terburu-buru. Jika mengikuti standar WHO, era new normal life baru bisa dijalankan apabila sudah tidak ada penambahan kasus. Akan tetapi di negeri ini, di mana penambahan kasus masih terus terjadi, malah memutuskan untuk new normal demi alasan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah dengan kebijakan new normal life-nya terus mendorong masyarakat untuk tidak ragu keluar rumah dan beraktivitas seperti biasa, dengan tetap  memperhatikan protokol kesehatan. Dengan kata lain, pemerintah seolah memaksa rakyat, baik untuk bersahabat maupun melawan virus Covid-19 tersebut sendirian dengan hanya mengandalkan kekebalan tubuh yang mereka miliki.

Inilah bukti  diberlakukannya ideologi Kapitalisme Liberalisme di negeri ini. Dalam pandangan sistem ekonomi Kapitalisme, wisata adalah salah satu aspek penyokong ekonomi, karena sektor ini termasuk penyumbang terbesar APBN setelah pajak. Karena sektor pengelolaan SDA terus mengalami penurunan, serta melambatnya pertumbuhan ekonomi, maka pariwisata dianggap sebagai sumber peningkatan pendapatan masyarakat serta memperluas lapangan kerja, terutama saat pandemi sekarang ini.

Sebetulnya semua ini adalah mindset yang dibentuk oleh sistem kapitalisme yang selalu mengedepankan asas manfaat. Liberalisasi yang menjadi buah kapitalisme secara perlahan dan sangat lembut menggiring pemikiran masyarakat untuk memasuki era ekonomi wisata. Ideologi Kapitalisme Liberal telah berhasil menancapkan pengaruhnya di hampir seluruh negara di dunia dan  telah menggurita, sehingga nampak jelas hasil penerapannya yang selalu mendahulukan asas manfaat dan mengesampingkan mudarat.

Oleh karena itu, dengan dibukanya destinasi wisata pada saat wabah Covid-19 masih menghantui masyarakat, maka akan membuat mereka cemas dan was-was. Lebih banyak bahayanya daripada keuntungan bagi masyarakat.

Berbeda dengan Islam. Islam memandang bahwa pariwisata adalah wasilah (sarana) untuk mendekatkan diri seorang hamba kepada sang Pencipta, Allah Swt, sekaligus membangun kedinamisan dan keakraban keluarga. Karena kesibukan masing-masing anggota keluarga, di sinilah mereka memilih mendatangi tempat wisata sekedar melepas kepenatan efek dari aktivitas sehari-harinya.

Dalam Islam, negara adalah laksana penggembala, yang akan sekuat tenaga mengurus gembalaannya karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. 

Imam (Khalifah), adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. (HR al-Bukhari).

Dalam hadist tersebut, jelas bahwa para khalifah sebagai pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt kelak di hari kiamat. Apakah mereka telah mengurus rakyatnya dengan baik atau tidak, terhadap kepengurusannya. Dengan itu maka pemimpin akan mengimplementasikan apa yang menjadi komitmen ketika bersedia menjadi pemimpin, baik di saat pandemi melanda ataupun saat kondisi sedang baik-baik saja.

Saat terjadi wabah, Islam memerintahkan Khalifah untuk memberlakukan lockdown ketat di wilayah yang terjangkit. Lockdown adalah salah satu andalan kebijakan negara agar wabah tidak menjalar dan cepat hilang. Saat kebijakan lockdown ditetapkan, maka negara berkewajiban untuk membiayai dengan penuh segala hal yang menjadi konsekuesinya. Mulai dari menanggung pembiayaan seluruh kebutuhan pokok rakyat di tempat yang kena wabah, melakukan  semua aktivitas berkaitan dengan kesehatan, seperti test, tracing dan treatment (proses penyembuhan) pasien, serta pembiayaan proses penemuan vaksin dan lain-lain. Ini dilakukan terus menerus, tanpa henti sebelum wabah benar-benar hilang.

Seperti di kala pandemi sekarang ini, Islam akan mengutamakan rakyat supaya terpenuhi kebutuhan primer dan sekundernya terlebih dahulu. Mengingat berwisata termasuk kebutuhan tersier yang tidak diprioritaskan. Islam tidak menjadikan pariwisata sebagai sumber pendapatan utama. Karena dalam sistem keuangan  Islam, negara akan memiliki banyak sumber pendapatan, seperti dari pos pengelolaan SDA. Selain itu ada kharaj, jizyah dan lain-lain, yang dapat dijadikan sumber pemasukan APBN.

Demikianlah sistem Islam, yang telah terbukti pernah menorehkan sejarah luar biasa dalam peradaban gemilang selama belasan abad silam. Sosok pemimpin dengan rakyatnya yang saling mendoakan, memberi keteduhan bak air embun yang sejuk. Oleh karena itu mari bersama-sama kita rapatkan barisan agar segera terwujud sistem Islam secara kaffah, demi kemaslahatan seluruh manusia dan alam semesta.
Wallahu a'lam bish-Shawwab
Previous Post Next Post