Narasi Tunggal Radikalisme

Oleh: Maya Dhita
Aktivis Dakwah Muslim dan Member Akademi Menulis Kreatif

Sebanyak 155 buku pelajaran agama Islam telah diterbitkan kembali setelah mengalami revisi pada konten bermuatan radikalisme dan eksklusivisme. Ratusan buku yang direvisi tersebut berasal dari 5 mata pelajaran yaitu, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, Al-Qur'an dan Hadis, serta bahasa Arab. Hal ini merupakan bagian dari program penguatan moderasi beragama yang dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag). "Moderasi beragama harus harus dibangun dari sekolah", kata Fachrul dalam keterangan resminya, Kamis (2/7).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata radikal berarti secara mendasar, sampai kepada hal yang prinsip. Secara etimologi, kata radikal bersifat lebih netral. Berasal dari bahasa latin, radix atau radici. Menurut The Concise Oxford Dictionary (1987), istilah radikal berarti ‘akar’, ‘sumber’, atau ‘asal-mula’. Lebih luas, istilah radikal mengacu pada hal-hal mendasar, prinsip-prinsip fundamental, pokok soal, dan esensial atas bermacam gejala, atau juga bisa bermakna “tidak biasanya” (unconventional). Karena memiliki konotasi yang luas maka kata radikal sering digunakan di berbagai bidang keilmuan misalnya, kedokteran, botani, filsafat, kimia,  matematika hingga musik. 

Contoh penggunaan makna teknis di bidang kimia adalah istilah radikal bebas. 

Dalam ranah politik, istilah radikal pertama kali disematkan kepada 
Charles James Fox di tahun 1797. Dari Encyclopedia Britannica, James Fox diceritakan menyerukan pembaharuan radikal (reform radical) di Inggris terkait sistem pemilihan diperuntukkan bagi orang dewasa. Sejak itulah, istilah radikal mulai digunakan sebagai istilah umum bagi semua gerakan yang mendukung gerakan reformasi parlemen.

Memasuki abad ke-19, muncul pemikiran-pemikiran dari filsuf bahwa manusia sejatinya dapat mengontrol secara penuh lingkungan sosial mereka sendiri melalui aksi dan kerja kolektif. Ide inilah yang mengilhami keyakinan di dalam ideologi Marxisme. Alhasil, istilah radikal kemudian lekat pada kaum Marxis atau kelompok ideologi lain, yang jelas mendukung agenda perubahan sosial politik secara mendasar dan keras melalui revolusi.

Di Indonesia, kata radikal bersifat lebih politis. istilah ini lekat sekali dengan gerakan-gerakan yang secara individu maupun kelompok yang melakukan upaya untuk melemahkan falsafah politik Indonesia yaitu mengubah konstitusi Indonesia. 

Penggiringan framing negatif makna radikal sendiri tidak dilakukan secara adil kepada semua jenis ideologi yang bertentangan dengan ideologi negeri ini. Ideologi yang dilarang menurut Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966 dan Undang Undang Nomor 27 Tahun 1996 tentang perubahan pasal 107 KUHP,  adalah, Komunisme,  Marxisme, Leninisme dan Komunisme. Bahkan partai politik yang jelas-jelas mengusung ide untuk merevisi dasar negara cenderung dibiarkan.

Kebijakan yang dilakukan Kemenag untuk mencegah radikalisme di kalangan pelajar dengan merevisi buku agama hingga membuat  program edukasi pernikahan yang bertujuan mencetak keluarga yang berpemahaman moderat dalam beragama, merupakan konsekuensi dari pandangan pemerintah dalam memframing makna radikal secara tunggal. Radikal dalam perspektif ini adalah upaya yang diusung gerakan agamis yang menyuarakan khilafah. Itulah mengapa konten radikal seperti kata 'jihad' dihapus dalam buku pelajaran agama. Kata 'khilafah' tetap dipertahankan, tetapi dimaknai tidak relevan untuk diterapkan.

Jihad merupakan bagian dari syariat Islam. Makna jihad ada pada firman Allah Swt. yang artinya:

“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu, dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur-an) ini, agar Rasul (Muhammad) itu menjadi saksi atas dirimu dan agar kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia. Maka laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat, dan berpegang teguhlah kepada Allah. Dia-lah Pelindungmu; Dia sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.” [TQS: Al-Hajj/22 : 78].

Ajaran tentang wajibnya jihad untuk mempertahan agama merupakan dasar pembentuk kepribadian yang kuat, tangguh dan pemberani. Hal ini juga sangat diperlukan untuk menjaga ketahanan negara dan keluarga. Bagaimana mungkin generasi ini mampu bersikap pejuang saat negaranya dijajah oleh pemikiran dan cengkeraman asing jika tidak dilandasi pemikiran yang kuat pada agamanya. Negara ini pun diperjuangkan dengan jihad oleh pahlawan-pahlawan kita seperti Pangeran Diponegoro saat jihad untuk penegakkan Islam di tanah Jawa. 

Kewajiban tegaknya khilafah itu sendiri telah disetujui oleh seluruh ulama dari seluruh madzhab. Tidak ada khilafiyah atau perbedaan pendapat dalam masalah ini, kecuali dari segelintir ulama yang tidak dianggap perkataannya.

Merevisi dan bahkan menghilangkan bagian dari syariat Islam yang seharusnya diajarkan kepada generasi penerus merupakan kebijakan yang didasarkan hanya kepada hawa nafsu belaka. Ketakutan akan paham radikalisme yang mengancam eksistensi ideologi negeri, membuat pemerintah menghalalkan segala cara. Begitulah jika syariat Islam tidak dijadikan dasar atas semua aturan. Tambahan asas manfaat demi keberlangsungan kekuasaan menjadi parameter dari setiap kebijakan yang diambil. Tidak ada yang murni untuk kepentingan rakyat.

Di dalam Islam, pelajaran agama menjadi prioritas utama di sektor pendidikan. Karena tujuannya adalah mencetak generasi ulama. Seluruh rakyat harus kuat syariatnya. Generasi yang taat syariat akan menjadi pemimpin-pemimpin yang takut akan penciptanya, yang tinggi daya juangnya membela agama dan wilayahnya dari penjajahan segi manapun. Syariat Islam sendiri membutuhkan sebuah institusi untuk menerapkannya. Institusi inilah yang dinamakan Khilafah.

"Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TQS Al Maidah : 48).

Wallahu a'lam bishshawab.
Previous Post Next Post