Menakar Asuransi Pendidikan Anak

Oleh: Suci Sri Yundari, S. Pi
Anggota Tim Komunitas Muslimah Menulis Kota Depok

Publik dunia maya dihebohkan dengan keresahan nasabah asuransi pendidikan yang viral di sosial media. Akun Twitter bernama @ryandirachman mengeluhkan asuransi pendidikan milik ibunya yang tidak bisa cair setelah menabung selama 17 tahun. Padahal, uang itu sedianya akan digunakan untuk membiayai sekolah adiknya. Perusahaan asuransi tersebut meminta tenggak waktu 3 bulan untuk pencairan dana dikarenakan mengalami kebangkrutan. Dalam akun miliknya tidak disebutkan perusahaan asuransi mana yang dimaksud. 

Menurut sumber inews.id, Jum'at, 10 Juli 2020, disinyalir perusahaan asuransi yang dimaksud adalah Jiwasraya atau Bumiputera. Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menanggapi keluhan nasabah yang viral tersebut. Menurutnya nasabah asuransi pendidikan di perusahaan asuransi BUMN yang sedang bermasalah, diminta untuk bersabar.

Sudah bukan menjadi rahasia jika industri asuransi di Indonesia sedang mengalami berbagai permasalahan. Mulai dari sulitnya mengurus klaim, hingga gagal membayar klaim pemegang polis oleh pihak asuransi. Seperti yang dialami oleh salah satu perusahaan asuransi tertua di Indonesia, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912,  juga tersangkut kasus gagal bayar klaim nasabah (www.akurat.co, 10/7/2020). Walaupun demikian, hingga saat ini masyarakat tetap mempercayai bahwa asuransi bisa menjamin kehidupan mereka di masa datang. Salah satu asuransi yang dilirik para orang tua adalah asuransi pendidikan. 

Mahalnya biaya sekolah dan tingginya biaya hidup membuat mereka sadar pentingnya mengelola keuangan sejak dini. Mereka mempersiapkan biaya sekolah anak dengan mengambil asuransi pendidikan. Jenis asuransi ini dianggap mampu mengatasi tingginya dana pendidikan. Asuransi pendidikan adalah perjanjian antara perusahaan asuransi atau bank dengan nasabah sebagai orang tua. Orang tua berkewajiban untuk membayarkan sejumlah premi asuransi secara berkala dan dalam jumlah yang telah disepakati. Sebagai imbalannya, perusahaan asuransi akan mencairkan dana sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, yaitu pada saat anak nasabah mendaftarkan diri di suatu institusi pendidikan yang telah disepakati pula. Pada dasarnya, asuransi semacam ini, tidaklah berbeda dengan asuransi-asuransi lainya. 

Banyak orang tua menganggap asuransi pendidikan itu menabung, tetapi  berbeda sebenarnya. Uang yang disetor akan ditanamkan dalam berbagai instrument investasi untuk bisa mengejar target dana pendidikan. Jadi, sukses tidaknya tergantung pada pilihan jenis investasi. Umumnya, agen penjual memilihkan instrumen investasi yang hasilnya paling tinggi, contohnya investasi saham. Padahal, investasi jenis ini  mempunyai risiko  yang tinggi yaitu jika harga saham menurun, maka jelas akan mengalami kerugian. Dana  yang disetorkan orang tua bisa saja berkurang atau bahkan habis termakan akibat kerugian investasi. 

Tak hanya itu, dana yang disetor, dipotong berbagai macam biaya dan komisi. Pemotongan terbesar terjadi di 5 tahun pertama. Saking banyak potongan biaya tersebut, dana yang tersisa untuk investasi menjadi sedikit. Dana pendidikan yang tersimpan di 5 tahun pertama masa keikutsertaan akan sangat kecil jumlahnya. Fakta mengenai asuransi pendidikan seperti ini yang seharusya diketahui setiap orang tua, sehingga mereka bisa berpikir ulang jika mengambil asuransi ini.  Tapi, benarkah  asuransi pendidikan menjamin masa depan pendidikan anak atau menipu mereka dengan kedok jaminan masa depan anak?

Asuransi pendidikan jelas merupakan produk dari sistem kapitalisme. Ini merupakan hasil dari kelalaian penguasa dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, termasuk pendidikan. Hal ini membuat para orang tua dihinggapi rasa  cemas akan masa depan pendidikan anak mereka. Bahkan orang tua tidak mempedulikan lagi kehalalan suatu muamalah termasuk asuransi pendidikan. 

Menurut pandangan Islam, asuransi ini jelas haram karena akadnya  batil atau buruk. Dalam asuransi mengandung ghoror (adanya unsur ketidakjelasan). Objek akad  adalah komitmen penanggung (janji-janji) dan janji tersebut bukanlah sesuatu yang real. Akad jaminan dalam Islam harus jelasnya barang atau jasa yang diakadkan. Bisa berupa utang, bisa berupa service mobil atau perawatan kesehatan, bisa berupa jasa dan biaya perbaikan rumah dan sebagainya. Hadits dari Abu Hurairah, “Rasulullah SAW melarang dari jual beli hashoh (hasil lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari jual beli ghoror (mengandung unsur ketidakjelasan).” (HR. Muslim no. 1513)

Asuransi juga mengandung unsur riba. Dana yang diambil dari nasabah, tentu akan diinvestasikan ke mana saja yang dikira akan menghasilkan untung besar. Selain itu, pihak asuransi mengambil harta, namun tidak selalu memberikan timbal  balik. Padahal dalam akad mu’awadhot (mengenai syarat mendapatkan keuntungan) harus ada timbal balik. Jika tidak, maka termasuk ke dalam golongan yang  difirmankan Allah Ta’ala, 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku saling ridha di antara kamu.” (QS. An Nisa’: 29)

Oleh karena itu, seorang Muslim tidak boleh mengambil muamalah yang haram dengan mengambil asuransi, tetapi dengan harus menempuh jalan ridha Allah dengan menerapkan konsep tawakal yang benar serta konsep menabung biaya pendidikan anak mereka. Tawakal adalah jalan keluar sebenarnya dari segala kesulitan dan kekhawatiran masa depan yang suram. Karena Allah Ta’ala sendiri yang menjanjikan,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

Tak hanya pada level individu, pada level tataran negara yang berlandasan sistem Islam,  negara menjamin biaya pendidikan gratis bagi setiap warga negara.  Setiap warga negara berhak mendapatkan pelayanan ini  tanpa ada pembatasan, baik dalam akses memperoleh pendidikan maupun tingkat pendidikan yang akan mereka ikuti. Semua pendanaan pendidikan gratis ini didukung oleh sistem ekonomi Islam, yang diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam. Sehingga tidak  diperlukan lagi asuransi pendidikan di tengah masyarakat. []
Previous Post Next Post