Listrikpun Mencekik Rakyat di Masa Pandemi


Oleh : Nurhalidah Muhtar

Keluhan demi keluhan masih terlontar dari lisan rakyat. Bukan karena ingin menutup mata dan hatinya dari melihat nikmat dan rahmat Allah yang begitu luas yang telah diberikan. Atau memberikan batasan diri untuk berucap syukur. Pasalnya, sebagian nikmat dan anugerah yang dikarunia oleh Allah hanya dinikmati dan dirampas oleh tangan-tangan kaum serakah.

Ditengah ganasnya pandemi virus corona.Keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak kembali menghiasi jagad raya maupun jagad maya.  Masyarakat dicekik dengan kenaikan tagihan listrik hingga empat kali lipat dari biasanya. Keluhan masyarakat tinggalah keluhan, sebab hanya akan dianggap angin lalu oleh penguasa.

Masyarakat menduga bahwa PLN menaikan secara diam-diam tarif tagihan listrik. Sebab masyarakat mengaku beban pemakaian antara bulan lalu atau sebelum diterapkannya PSBB masih sama. Tapi lonjakan tagihan sungguh mencekik.

Namun pihak PLN mengelak telah menaikkan listrik selama masa pandemik. Kenaikan tagihan listrik dianggap wajar karena penggunaan yg meningkat karena WFH (Work From Home) dan BDR (Belajar dari Rumah).

Terlansir dilaman detikFinance, PT PLN (Persero) angkat suara. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN (07 Juni 2020).

Menurut Bob, selama pandemi Covid-19, masyarakat diharuskan untuk melakukan kegiatan dari rumah baik untuk kegiatan bekerja hingga sekolah. Dimana tidak hanya orang tua tapi anak dan anggota keluarga lainnya harus di rumah. Maka otomatis penggunaan listrik akan bertambah sehingga ada kenaikan ( CNBC Indonesia, 06/06/2020).

Antara penjelasan yang sampaikan oleh elite-elite tidak sesuai dengan yang dirasakan oleh masyarakat. Mereka hanya sekedar memberikan pembenaran saja atas kebijakan yang mereka terapkan.
Ini menegaskan bahwa pemerintah tidak peduli terhadap kesulitan rakyat dan sektor strategis layanan publik tidak menyesuaikan pelayanannya dengan pendekatan meringankan kesulitan yg dihadapi masyarakat di masa pandemik.

Ditengah bayang-bayang intaian virus corona, sudah seyogya nya pemerintah meringankan beban hidup masyarakatnya. Yang sebelum ada virus saja beban biaya hidup sudah mencekik. Apalagi setelah ada virus ruang gerak untuk mengais penghasilan makin menyempit. Namun Aneh tapi nyata, rakyat malah dibebankan dengan tagihan listrik yang fantastik.

Masalah utama kelistrikan adalah kurangnya pasokan listrik yang disebabkan ketidaktersediaan dan mahalnya bahan baku pembangkit listrik. Mahalnya harga minyak bumi dapat diatasi dengan batubara dan gas alam. Kenyataannya batubara dan gas alam lebih banyak diekspor melalui kontrak jangka panjang bahkan dilindungi dengan UU Minerba sehingga gas-gas tersebut mengalir keluar, akibatnya pasokan dalam negeri tidak dapat terpenuhi.

Tidak heran lagi, dalam ideologi kapitalisme campur tangan negara ditekan seminimal mungkin. Wajar saja dalam penyediaan listrik ini negara hanya sebagai pedagang sedangkan rakyat sebagai pembelinya (konsumen). Sistem ekonomi kapitalis mengharuskan pengelolaan sumber daya alam kepada pihak swasta. Kendati demikian pangkal dari kenaikan tagihan listrik adalah buah dari penerapan ideologi kapitalisme terutama sistem ekonomi dan politik. Maka dari itu harus segera diganti dengan ideologi dan sistem islam.

Setiap problem selalu ada solusi dan petunjuknya dalam islam. Ibnu Majah meriwayatkan dari Abdulah bin Said, dari Abdullah bin Khirasy bin Khawsyab asy-Syaibani, dari al-‘Awam bin Khawsyab, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas ras. bahwa Rasulullah saw. bersabda:

اَلْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإِ وَالنَّارِ وَثَمنَهُ حَرَامٌ

Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput dan api; dan harganya adalah haram.

Hadis diatas menyebutkan benda-benda yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, barang apapun yang dibutuhkan dan menguasai hajat hidup orang banyak maka kepemilikan atas benda tersebut bersifat umum.

Begitupun terkait dengan kelistrikan. Listrik merupakan bagian dari milik umum (rakyat). Maka pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh negara untuk dipergunakan bagi kemakmuran dan kepentingan seluruh rakyat. Sebagian besar sumber energi yang digunakan untuk pembangkit listrik seperti migas, batubara, dan lain-lain merupakan milik umum. Oleh karena itu negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan listrik kepada swasta. Maka dari itu privatisasi PLN tidak diperbolehkan dalam islam karena dengan privatisasi itu berarti negara menjual aset yang bukan miliknya dan hukumnya haram.

Demikianlah islam memberikan prinsip pengelolaan bagi negara yakni untuk memberikan pelayanan semaksimal mungkin dan sesempurna mungkin kepada rakyat. Kenaikan tagihan listrik dengan dalih apapun, pada hakikatnya adalah sebuah tipuan terhadap rakyat yang menjadi pemilik sah dari listrik negara. Wallahu a’lam bish-showab.
Previous Post Next Post