Jutaan Siswa Putus Sekolah, Infrastruktur Maju VS Tirai Pendidikan Yang Kelabu

Oleh: Septiana Nuha Zhufairah
Aktivis Mahasiswa Muslim

Kegiatan pembelajaran daring sebagai kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran Covid-19 telah resmi diberlakukan sejak 24 Maret 2020. Melalui kebijakan ini  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengumumkan bahwa Ujian Nasional (UN) tahun 2020 dibatalkan, melalui surat kebijakan itu pula Nadiem mengeluarkan perintah untuk mengalihkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke pengadaan alat kebersihan dan membiayai pembelajaran jarak jauh. Namun nyatanya, penerapan dari kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan yang dibayangkan. Jutaan siswa masih merasakan ketiadaan komputer/gadget, sumber listrik dan jaringan internet sebagai sarana utama dalam penerapan metode daring. Tak hanya siswa, bahkan beberapa guru pun merasa kesulitan lantaran harus mengeluarkan biaya lebih demi membeli kuota dan akses internet serta kerumitan mengajar yang dihadapi mengingat metode pembelajaran daring merupakan tatanan baru yang jauh dari proses kegiatan belajar mengajar (KBM) seperti biasanya.

Fakta ini telah diperkuat dengan survey yang diambil dari asumsi.com, dimana 18 kabupaten dan kota di Nusa Tenggara Timur hanya sekitar 28% anak yang mampu untuk melakukan proses belajar daring dan 6% diantara mereka bahkan tidak melakukan pembelajaran sama sekali selama diterapkannya aturan ini. Sedangakan di Jawa Timur, hanya  40% siswa yang dapat mengakses pembelajaran daring lantaran keterbatasan geografis, dan angka ini sangat merosot  ketika berada di Nusa Tenggara Barat yaitu hanya sekitar 10% siswa yang dapat mengikutinya. Keterbatasan metode belajar daring ini juga muncul dari ketidak mampuan orangtua dalam mendampingi pembelajaran anak, baik itu karena kedua orangtuanya yang merupakan seorang pekerja ataupun ketidakmampuan karena lemahnya tingkat pendidikan Orangtua yang menjadikannya susah dalam membantu anak memahami dan mengerjakan materi tugas yang diberikan. Tentu saja hal ini menjadi pilu yang sangat menyedihkan. Apalagi jika masalah ini diperparah dengan status ekonomi orangtua yang minim untuk mendukung kegiatan daring. Wajar, jika ribuan siswa ditahun ajaran ini mundur dari bangku pendidikan dan memilih untuk tidak aktif mengikuti pembelajaran hingga kondisi kembali normal. Hal ini malah mempercepat laju pertumbuhan angka  jumlah anak Indonesia yang putus sekolah karena beban Pendidikan yang begitu berat untuk dihadapi.

Minimnya akses pendidikan bagi jutaan siswa ini tentu berbanding terbalik dengan program peningkatan infrastruktur yang tengah digencarkan oleh Presiden RI. Tak heran, karena  Infrastruktur yang maju merupakan prioritas dan program kerja unggulan oleh Presdien Joko Widodo dengan tujuan agar layanan perekonomian dapat berfungsi dengan pesat sejalan dengan kemajuan Infrastruktur yang diciptakan. Namun kenyataannya? Semua akses infrastruktur yang digencarkan masih tak mampu memajukan perekonomian, ditambah dengan permasalahan meroketnya hutang luar negeri yang malah menambah beban tanah air, mirisnya lagi semua fasilitas Infrastuktur tersebut bisa jadi malah memangkas dana dan hak para pelajar yang membuat sejarah baru kelamnya dunia pendidikan. Lalu kemanakah ratusan trilyun milik kekayaan negara ini hilang? Entahlah, tapi dititik inilah kita justru merasakan bahwa infrastruktur yang maju pun tidak dapat dijadikan tolak ukur keberhasilan seorang pemimpin dalam menjamin keberlanjutan bangsa ini. Sungguh dzalim dan memilukan bukan?

Kegagalan ini adalah bukti nyata atas ketidakmampuan sistem Demokerasi yang menjadikan Pendidikan dinegeri ini rusak dan tak tentu arah dalam memberikan hak pendidikan. Layaknya hewan buas ditengah hutan yang sedang berebut mangsa, para penguasa dan pemilik aset pendidikan berlomba-lomba agar fasilitas pendidikan yang ada bisa dijadikan jalan masuknya materi. Menjadikan dunia pendidikan sebagai uang masuk para kapitalis hingga tak ada bedanya dengan komoditas. Bahkan lembaga yang adapun hanya sekedar formalitas dengan sekelumit administrasi yang menjadi beban, ditambah lagi negara mengabaikan hakikat tujuan pendidikan yang seharusnya selaras dengan kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa” yang tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan Undang-undang 1945. Dengan demikian, bukankah wajar jika para pembelajar sekarang hanyalah kumpulan orang-orang pragmatis yang mengharapkan balik modal atas jeripayah belajar yang ia lalui?

Indonesia butuh solusi tuntas dalam menghadapi keadaan buruk dunia pendidikan yang terjadi sekarang. Setiap kebijakan yang telah diciptakan negeri ini sudah terbukti tak mampu menangani rumitnya keberadaan fasilitas pendidikan yang begitu minim hingga memberikan predikat buruk pada pendidikan negeri ini. Secara otomatis, sudah tak dipungkiri lagi bahwa semua kebijakan pendidikan yang ada telah gagal dalam melahirkan generasi mumpuni  sepanjang sejarah pendidikan di Indonesia. 

Akan tetapi problem ini akan dapat diatasi jika pandangan Islam dijadikan sebagai solusi khas permasalahan negeri ini. Sistem Islam menawarkan jaminan yang pantas bagi seluruh generasi. Pertama-tama semua biaya pendidikan akan digratiskan dan bebas dari biaya tambahan apapun, karena Islam memandang bahwa pendidikan merupakan kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi negara. Karena itulah negara akan menjamin pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan bagi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan secara gratis. Kebijakan bebas biaya pendidikan ini merupakan cara untuk menghasilkan kecakapan SDM dalam segala bidang sebagai wujud perkembangan negara. 

Hal ini terbukti dengan kemajuan pendidikan yang tercatat pada masa pemerintahan Islam. Mulai dari banyaknya pusat-pusat pendidikan yang berkualitas, kemewahan fasilitas bebas biaya yang didapatkan seluruh pelajar tanpa memandang bulu (berupa tempat tinggal, transportasi pendidikan, kebutuhan perut, kebutuhan pendidikan dll), sekolah-sekolah dan universitas yang menjadi pusat pencetak generasi dan bibit unggul negara, kurikulum dan metode pembelajaran Islam yang mencerdaskan, landasan pembelajaran yang berasaskan aqidah dan sesuai dengan fitrah serta memuaskan akal, para guru dan kalangan ulama yang sudah dijamin langsung kehidupannya oleh negara untuk fokus mengajar, serta pusat-pusat pendidikan lainnya yang diberikan secara gratis sebagai penghargaan besar bagi kalangan pembelajar. 

Adapun bukti keberhasilan dalam bidang pendidikan Islam yaitu peradaban Baghdad pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid yang merupakan salah satu dari banyaknya contoh kemajuan pendidikan dizaman pemerintahan Islam. Zaman ini dikenal sebagai Daulah Abbasiyah dimana Ilmu pengetahuan menjadi lambang kejayaan dan keemasan.  Baghdad adalah mercusuar utama bagi para pelajar dari seluruh negeri, ditempat inilah mereka berbondong-bondong untuk mengecap ilmu pengetahuan yang ingin mereka pelajari secara gratis. Baghdad juga menjadi tempat menempa pendidikan tinggi baik itu dalam hal Iptek, Agama, Seni maupun Kesastraan dengan beragam tingkat. Tentu saja pendidikan seperti inilah yang menjadi idaman para pelajar dinegeri kita ini, sebuah potret pendidikan unggul diseluruh masa pemerintahan Islam yang sudah terbukti mampu menciptakan generasi berkualitas dan cemerlang dalam bidang apapun. 

Namun potret pendidikan sesempurna  ini hanya akan dapat diraih saat Islam dapat diterapkan secara menyeluruh dimuka bumi. Apabila negara mampu mengambil langkah penerapan ini, maka akan sangat mungkin semangat keunggulan dan kejayaan akademik akan terwujud kembali hingga terbentuklah generasi cerdas dan terdepan sebagai jalan kejayaan negara.

Wallahu ‘alam Bisshawab.
Previous Post Next Post