Hadapi Pandemi Covid-19 dengan Jurus 3T

Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember

Pembahasan pandemi Covid-19, tampaknya masih menjadi trending topik. Selalu menarik perhatian dan memprihatinkan. Karena jumlah yang terpapar Covid-19 dari hari ke hari mengalami peningkatan. Jumlah pasien virus Corona (Covid-19) di Indonesia bertambah 1.591 orang, sehingga total ada 78.572 kasus positif, ujar juru bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona (Covid-19) Achmad Yurianto, (14/7/2020).

Menurut Presiden Joko Widodo, kalau melihat angka-angkanya yang terus bertambah, puncak pandemi Covid-19 ini baru akan terjadi pada Agustus dan September. Karena itu Jokowi menegur keras jajaran kabinetnya untuk bekerja secara extra ordinary.

Sementara Achmad Yurianto menyatakan, sebagian besar kasus pasien positif virus Corona (Covid-19) yang baru ditemukan akhir-akhir ini, kebanyakan berstatus sebagai orang tanpa gejala (OTG). Pasien dengan status OTG sama sekali tak merasakan keluhan dan tak merasakan sakit apapun meski sudah dinyatakan positif Covid-19.

Seperti hasil temuan kasus ribuan siswa-siswi Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) terpapar virus Corona, membuktikan penyebaran virus tersebut tidak pandang bulu. Mereka tergolong OTG (Orang Tanpa Gejala).

Merujuk hasil penelitian Jepang, dan 239 ilmuwan dari beragam negara, mendapati  penyebaran penularan Covid-19 melalui udara. Hal ini berdasarkan riset mereka yang bertajuk "It is Time to Address Airborne Transmission of Covid-19." Jadi, bukan hanya melalui ludah maupun lendir tetapi juga lewat napas penderita Covid-19. Bahkan di ruangan tertutup dan ber-AC, virus dapat hidup melayang-layang selama 20 menit di udara, serta dapat menular dengan masuk ke dalam hidung, mulut, atau mata.

Kemungkinan faktor di atas yang menyebabkan meningkatnya kasus terpapar pandemi. Juga kasus ribuan siswa-siswi Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD) terpapar Covid-19). Jumlah yang terinfeksi 1.280 orang. Hal ini membuktikan bahwa penyebaran virus tersebut tidak pandang bulu. Terlebih dari siswa yang kini dinyatakan positif, rata-rata merupakan Orang Tanpa Gejala (OTG)  dengan usia muda atau millenial.

Menyoroti kasus pandemi Covid-19 yang mengalami peningkatan signifikan di delapan provinsi, Jokowi menggunakan tiga jurus jitu (3T) yaitu tracking (penelusuran), testing (pengujian), treatment  (pengobatan), Akankah berhasil?

Nasi sudah menjadi bubur. Peribahasa itulah yang pas untuk menakar penanganan Covid-19. Banyak kalangan terutama para ahli yang menyesalkan atas kebijakan new normal dan menilai gagal. Seandainya mau menerima masukan dengan lockdown syar'i niscaya wabah pandemi Covid-19 bisa diatasi. 

Kegagalan tersebut disebabkan oleh sistem kapitalis liberal. Sistem yang memisahkan agama dengan kehidupan. Sistem yang lebih mengutamakan materi (ekonomi)  daripada kesehatan atau nyawa manusia.

Entah karena intervensi para pengusaha, konglomerat, asing dan aseng, sehingga PSBB dilonggarkan. Mal-mal dan pelayanan publik dibuka dengan alasan supaya ekonomi bisa berputar. Di sisi lain virus Corona masih tinggi belum melandai, istilah new normal disosialisasikan di tengah-tengah pandemi. Dampaknya terjadi peningkatan yang tidak terkendali, ibarat gunung es.

Kompas.com - Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan, istilah new normal yang sering digunakan selama pandemi ini adalah diksi yang salah. Sebaiknya new normal diganti dengan "Adabtasi kebiasaan baru."

Karena new normal diksi yang salah, maka persepsi masyarakat dalam  mengartikan juga salah. Definisi new normal menurut Pemerintah Indonesia adalah tatanan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19. Namun, faktanya banyak masyarakat yang mengartikan bahwa new normal itu kembali pada keadaan normal lagi. Hal ini justru membuat masyarakat menjadi  dilema. 

Menurut juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, dr. Ahmad Yurianto mengungkapkan bahwa pemerintah mengganti kata "New Normal" menjadi "Adaptasi kebiasaan baru." Sebab jika tagline new normal dipakai maka masyarakat akan fokus ke kata 'normal' nya saja tidak pada 'new' atau pembaruannya. (Sumber: https://news.detik.com/berita/d-5088789/pemerintah-diksi-new-normal-salah-kami-ubah-jadi-adaptasi-kebiasaan-baru, Jumat 10 Juli 2020 29:55 WIB). 

Sudah saatnya muhasabah, bahwa selama ini kita telah melakukan kemaksiatan. Wabah pandemi Corona telah menegur kita, mengingatkan untuk kembali kepada aturan-Nya. Jadi sudah sepatutnya harus ada pembaruan dalam kehidupan. Tidak hanya sebatas pembaruan new normal saja, melainkan pembaruan secara menyeluruh. Mencakup kehidupan individu, keluarga, bermasyarakat maupun bernegara. Pembaruan menyeluruh dengan menerapkan hukum-hukum Islam di semua lini kehidupan sebagaimana firman Allah Subhanallah wa ta'ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. al-Baqarah [2]: 208)

Nyata benar Islam adalah agama yang sempurna. Sebagai pedoman atau petunjuk hidup. Untuk itu orang-orang beriman diperintahkan berislam secara sempurna. Islam adalah ideologi, tidak hanya mengatur ibadah mahdah (ritual) saja. Tetapi mengatur hubungan manusia dengan Allah seperti akidah dan ibadah; Mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri seperti makanan, minuman, pakaian dan akhlak; serta mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, seperti pergaulan, muamalat dan uqubat. Peraturan itu bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis. Oleh sebab itu niscaya menyejahterakan. Sangat jauh berbeda dengan peraturan buatan manusia, pastinya akan kacau, seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Peraturan yang selalu berubah-ubah, tidak adil dan menyengsarakan.

Oleh sebab itu pembaruan yang hakiki adalah pembaruan yang menyeluruh berdasarkan aturan Allah yaitu Islam kafah. Sebagai problem solving dan hanya bisa diterapkan dalam institusi khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab.
Previous Post Next Post