BAHAYA KURIKULUM MODERASI BAGI GENERASI MUSLIM

Oleh : Nila Sari Yani 
(Mahasiswa)

Perbincangan mengenai kurikulum moderasi yang dikeluarkan oleh Kementrian Agama (Kemenag) Fachrul Razi kini telah mendapatkan legitimasi oleh pemerintah, menurutnya agama perlu dimoderisasikan sesuai dengan keadaan saat ini. 

Seperti dikutip dari Okezone.com Pemerintah terus menggalakkan program moderasi beragama yang sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Kemenag telah menjabarkan moderasi beragama dalam Rencana Strategis (renstra) pembangunan di bidang keagamaan lima tahun mendatang.

 “Moderasi beragama harus menjadi bagian dari kurikulum dan bacaan di sekolah. Kami telah melakukan review 155 buku pelajaran, muatan tentang pemahaman keagamaan yang inklusif diperkuat,” kata Menag seperti dikutip dari laman resmi Kemenag.

Tidak cukup hanya sampai disitu, pada bulan akhir 2019 dikutip dari (diy.kemenag.go.id November 2019) Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor  B-3663.1/Dj.I/BA.02/10/2019 tertanggal 29 Oktober 2019 tentang Edaran Rumah Moderasi Beragama.  

Surat edaran yang ditujukan kepada seluruh Rektor/Ketua PTKIN itu meminta agar setiap kampus mendirikan dan menyelenggarakan “Rumah Moderasi Beragama”. Rumah ini akan menjadi tempat penyemaian, edukasi, pendampingan, pengaduan, dan penguatan atas wacana dan gerakan moderasi beragama di lingkungan kampus PTKIN.
  
Program moderasi agama atau Islam moderat ini tentu tidak lepas dari campur tangan kafir Barat yang tidak pernah berhenti memusuhi Islam. Maka, salah satu agenda besarnya ialah mengklasifikasikan Islam dalam beberapa kotak. Sehingga muncul istilah Islam Radikal, Islam Ekstrimis dan Fundamentalis, Islam Tradisionalis, hingga Islam Moderat. Itu semua yang ditiupkan Barat agar umat Islam terpecah belah dan bisa melanggengkan posisi mereka yang menjajah kaum muslimin.

Program moderasi ini merupakan suatu hal yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi Islam radikal, Islam ekstrimis dan fundamentalis yang dipandang akan membahayakan kepentingan para Kapitalis. Islam radikal digambarkan dengan orang-orang yang taat kepada syariat Islam secara sempurna, yang memandang halal haram sesuai hukum syara, lalu hal ini dianggap intoleran dan fanatik terhadap agamanya. Maka dibuatlah Islam moderat ini untuk menghadirkan Islam baru di tengah masyarakat dengan Islam yang damai dan lebih toleran, katanya.

Kurikulum ini mendapat dukungan dari berbagai pihak dan mendapat legitimasi dengan beberapa perubahan Keputusan Menteri Agama (KMA) untuk pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dan bahasa Arab. Yang dipelajaripun mengenai kurikulum ini yaitu seputar  Al-Quran Hadist, Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam (SKI), dan Bahasa Arab. Sedangkan mata pelajaran Fikih Khilafah dan jihad hanya dijadikan sebagai pelajaran sejarah yang disesuaikan dengan kondisi saat ini. 

Dan imbas dari moderasi ini ajaran tentang jihad pun hanya diartikan secara bahasa, yaitu mengerahkan segala kemampuan seperti, jika belajar sungguh-sungguh maka itu sudah termasuk kedalam jihad.
 Padahal arti jihad memiliki makna yang lebih yaitu berperang dijalan Allah. Seperti firman Allah SWT :
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ وَجَٰهَدُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ أُو۟لَٰٓئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ ٱللَّهِ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
 Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS.AL-Baqarah : 218)

Lafaz “Al-Jihad” secara bahasa maknanya mengerahkan segala kemampuan. Pengertian secara syar’i Al-Jihad adalah perang (القتال). Sehingga Al-Jihad adalah mengerahkan segala kemampuan dalam perang di jalan Allah, baik secara langsung maupun memberikan bantuan berupa harta, pendapat, memperbanyak logistik, atau yang lainnya. (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah al Islamiyyah jilid 2, 147).

Selanjutnya, Jika kita lihat tanpa perlu moderasipun Islam memang sudah mengajarkan tentang toleran yang memang sudah jelas tertera di dalam Q.S Al-Kafirun. Maka tidak perlu seharusnya menambahkan atau bahkan mengurangi sesuatu yang sudah jelas di dalam Al-Qur’an. 

Maka jelas, ini merupakan hal yang sudah direncanakan sejak lama dan tersistematis, sebagai buah dari pemahaman Sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga menjadikan generasi selanjutnya tidak mengenal ajaran Islam yang sahih. Ini adalah salah satu bentuk nyata pengkaburan dan penyusutan ajaran Islam kepada kaum muslimin.

Syariat Islam hari ini memang sedang dipreteli satu persatu hingga bergeser dari makna aslinya, sebagai upaya menjauhkan Islam dari pemeluknya terlebih pada pemuda Islam. Maka tak heran kini banyak stigma-stigma negatif yang dilemparkan pada ajaran Islam. Sebagai contoh, ‘Khilafah’ yang kini terus dibangun narasi-narasi buruk terhadapnya. Bahkan dapat menyesatkan generasi yang seharusnya memperjuangkan tegaknya Khilafah bisa berbalik menentang  ajaran Islam dan menyingkirkannya dari kehidupan. Na’udzubillah.

Dengan demikian, kurikulum moderasi ini sebenarnya tidak perlu ada apalagi sampai dipelajari oleh generasi muslim.  Sebab hal ini hanyalah teknik untuk menjauhkan umat muslim dari syariat Islam yang benar. juga mereka meyakini betul jika kaum muslimin sadar akan syariat Islam maka kebangkitan Islam akan segera tegak, tentu hal tersebut akan membahayakan posisinya, alhasil segala daya upaya mereka kerahkan untuk meredam kebangkitan itu.

Padahal sejatinya, Khilafah dan syariat Islam lainnya bukanlah hal yang perlu ditakutkan, karena ini adalah sistem pemerintahan Islam yang datang dari Allah SWT untuk mengatur kehidupan manusia. Maka wajib bagi kita untuk menerimanya bukan menolak, Sebab termasuk dari syariat Islam yang harus ditaati . 

Dan kitapun bisa belajar dari sejarah Islam bagaimana Khilafah pernah berjaya 13 abad lamanya, menjadi rahmat bagi seluruh alam dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh manusia. Bukan hanya umat muslim tapi non muslim juga merasakan keagungan dan kesejahteraannya. 

Terlebih Kita sebagai umat Muslim telah diingatkan oleh Allah untuk tidak mengambil sebagian dari isi kitab dan meninggalkan sebagian yang lain.
“Apakah kamu beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (QS Al Baqarah: 85)

Maka ini adalah tindakan yang tercela, ketika hanya sebagian isi kitab saja yang diambil bukankah Allah sudah menciptakan manusia dengan seperangkat aturannya. Lalu, manusia dengan mudah mengganti dan membuat aturan untuk diri mereka sendiri, bahkan merivisi dan mengutak-atik ajaran Islam yang benar. Maka tindakan seperti ini hanya akan mengundang murka Allah SWT. Wallahua’alam Bisshawab.
Previous Post Next Post