Penanganan Pasaran untuk Pedagang Pasar

By : Annisaa Ganesha

Hingga tanggal 20 Juni 2020, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat bahwa sebanyak 701 orang pedagang pasar positif corona. Data ini dihimpun dari 129 pasar yang tersebar di seluruh Indonesia. Kasus terbanyak diraih oleh Kota Padang dengan total 113 kasus. Kondisi ini diperparah dengan fakta bahwa jumlah pasar yang dibuka lebih banyak daripada pasar yang ditutup. Banyak pasar yang masih beroperasi seperti biasa.

Contohnya adalah Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, dengan jumlah kasus positif sebanyak 49 orang. Hal ini tentu mengkhawatirkan mengingat pasar adalah pusat bagi pemenuhan kebutuhan setiap rumah tangga. Banyak orang berlalu lalang di pasar.

Aktivitas di pasar tidak hanya dari manusia ke manusia, tetapi juga melibatkan barang dan uang. Sebagaimana kita tahu bahwa Covid-19 bisa bertahan cukup lama pada permukaan benda, penularan virus sangat mungkin untuk terjadi dalam interaksi di pasar. Ditambah lagi, manusia yang ada di pasar sangat beragam latar belakangnya. Semua fakta ini menunjukkan bahwa pencegahan penyebaran virus harus lebih diperketat di lokasi pasar.

Realitanya, penanganan yang serius tidak dilakukan oleh pemerintah di daerah pasar. Penambahan kasus positif terjadi setiap hari. Pencegahan yang bisa dilakukan adalah pemberian tes secara rutin kepada seluruh pedagang pasar. Bila pedagang menolak untuk dites, hendaknya dilakukan pendekatan secara personal sebagai langkah persuasif pemerintah. 

Kepala Induk Pasar Kramat Jati, Agus Lamun, berkata bahwa Pasar Induk Kramat Jati sudah menerapkan protokol kesehatan, mulai dari pengecekan suhu tubuh, imbauan wajib masker, dan penyemprotan disinfektan secara rutin. Dari banyaknya pedagang yang tercatat positif, dapat dinilai bahwa penerapan protokol kesehatan belum maksimal. Sudah dapat ditebak bahwa belum banyak daerah yang menerapkan pengetesan massal terhadap pedagang di pasar.

Semua kekacauan ini berawal dari kurangnya usaha pemerintah dalam menjaga kesehatan masyarakat. Banyaknya kasus positif saat ini tak akan terjadi jika tes diberikan secara percuma dan merata. Kondisi saat ini semakin gawat dengan adanya penerapan New Normal oleh pemerintah. Semua pasar dibuka tanpa ada edukasi maksimal tentang pencegahan penyebaran virus. Pasar memang tak bisa ditutup, lebih dari 12 juta pedagang menggantungkan hidup darinya. Namun, langkah yang tepat bisa diambil dengan adanya pemberian tes, edukasi, dan pengawasan secara tegas. Sedangkan yang kita temui sekarang, jumlah tes sangat minim, harganya pun sangat tinggi untuk ukuran masyarakat pada umumnya. Hal ini karena kesehatan dalam sistem kapitalisme adalah komoditas bisnis, bukan kebutuhan dasar masyarakat layaknya dalam sistem Islam yang diberikan gratis kepada masyarakat.

Kondisi saat ini tentu mengingatkan kita, betapa berbedanya keadaan negara ini dengan penanganan kesehatan negara saat pandemi oleh Islam. Islam memperhatikan setiap insan, termasuk kondisi kesehatannya. Pemerintah memastikan setiap rakyat terjamin semua kebutuhannya ketika ada pandemic, sehingga masyarakat yang diisolasi tidak harus keluar rumah. Semua ini tak lain agar ibadah dapat terus dilangsungkan dengan lancar karena tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk beribadah. Wallahua’lam.
Previous Post Next Post