New Normal Life, Belajar dari Sejarah atau Mengulang Sejarah?


Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Member AMK dan Pemerhati Sosial)

Pandemi Covid-19 membuat kehidupan dunia berubah. Seluruh dunia tidak berdaya melawannya. Geliat kehidupan juga berubah. Hampir seluruh sektor kehidupan terdampak, terutama ekonomi. 
Berbagai penanganan dilakukan agar kehidupan dapat berjalan normal kembali. New Normal Life menjadi cara yang diambil sejumlah negara, termasuk Indonesia.

New Normal Life menurut Dicky Budiman, seorang Epidemiologi dari Griffith University Australia adalah bagian dari strategi yang diterapkan sebelum vaksin atau obat untuk virus Corona ini ditemukan. (kompas.com, 26/05/2020)

Di Indonesia sendiri, New Normal Life ini diawali dengan dibukanya kembali pusat-pusat perbelanjaan, moda transportasi, perkantoran, serta kegiatan belajar mengajar di sekolah  yang hampir 3 bulan ini dilakukan dari rumah. Alasannya  agar dapat menggerakkan kembali  roda perekonomian yang ambruk ke angka 2,97% pada kuartal 1 di tahun 2020  berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik.

Kebijakan ini menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Kurva yang terus naik seiring penambahan kasus yang terjadi membuat banyak pihak khawatir, jika New Normal Life ini diberlakukan. Tercatat pada Selasa, 26 Mei 2029 jumlah kasus positif berjumlah 23.165 (bertambah 415 kasus) dan jumlah kasus meninggal dunia sebanyak 1.418 kasus. Angka ini kemungkinan akan bertambah apalagi menjelang Idul Fitri masyarakat banyak yang melanggar ketentuan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan tidak berkerumun. Tradisi jelang Lebaran membuat masyarakat seakan lupa bahwa Corona masih menjadi momok yang menakutkan.

Yusuf Rendy Manilet, seorang Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) menyatakan ada dua kemungkinan yang akan terjadi jika kebijakan ini diterapkan,  yaitu bangkitnya ekonomi kembali, atau meningkatnya jumlah pasien positif Corona di Indonesia.

Sejarah mencatat satu abad lalu wabah serupa pernah terjadi dan mengguncang dunia. Flu Spanyol atau Pandemi influenza membunuh sekitar 20 persen dari jutaan orang yang terinfeksi. Begitu hebatnya serangan wabah ini, sehingga Jeffery Taubenberger seorang Virologis Amerika Serikat menyebutnya sebagai "The Mother of All Pandemics". Seorang Virologis lainnya yang berasal dari Australia Frankacfarlane Burnet, mendedikasikan hidupnya mempelajari virus ini yang muncul pertama kali di Camp Funston dan Haskell County (Kansas) AS tahun 1918.

North China Daily News menulis pandemi ini bermula di Swedia atau Rusia lalu menyebar ke Tiongkok, Jepang dan Asia Tenggara. (harian Pewarta Soerabaia)

Ada juga beberapa Epidemilogis Amerika menyimpulkan, bahwa virus ini dibawa oleh buruh Tiongkok dan Vietnam yang bekerja untuk militer Inggris dan Prancis selama Perang Dunia 1. Pandemi Flu ini menyebar ke seluruh dunia dan mengakibatkan setidaknya 50-100 juta orang meninggal dunia di seluruh dunia.

Belajar dari sejarah pandemi ini, maka seharusnya Indonesia tidak perlu latah dan tergesa-gesa mengambil kebijakan New Normal Life. Sebab, saat ini angka kematian akibat virus Corona terus meningkat  justru terjadi di gelombang kedua. Saat masyarakat telah mulai bosan menjalani karantina dan protokol kesehatan lainnya. Masyarakat kembali beraktivitas normal, melakukan aktivitas seperti sedia kala. Apa yang terjadi? Peningkatan kasus mengakibatkan terjadinya serangan gelombang kedua yang mengakibatkan puluhan juta kasus kematian.

Indonesia belum mampu menangani pandemi ini, apalagi jika terjadi peningkatan kasus yang lebih tinggi akibat diberlakukannya New Normal Life. Tenaga kesehatan kita sudah lelah berjibaku di garda terdepan menolong pasien positif. Kondisi mereka diperburuk dengan kurangnya APD dan perhatian dari pemerintah. Kebijakan New Normal Life justru dikhawatirkan seperti bunuh diri massal.

New Normal Life tidak hanya cukup dengan sekadar menjalani kehidupan normal dengan berbagai protokol kesehatan. New Normal Life bukan formula dan peta jalan bagi solusi pandemi ini, apalagi solusi berbagai persoalan dunia saat ini. PBB menjadikan New Normal Life ini sebagai peta jalan bagi peningkatan ekonomi dan penyelamatan lapangan pekerjaan setelah Pandemi. PBB juga menetapkan New Normal Life sebagai kerangka kerja dunia yang diharapkan mampu membawa kehidupan yang lebih baik. 

Jendral PBB Antonio Gutteres menyatakan, kerangka kerja PBB untuk menanggapi langsung persoalan sosial-ekonomi akibat Covid-19 adalah tanggung jawab bersama, solidaritas global, dan tindakan mendesak bagi orang-orang yang membutuhkan, mengimbau agar melindungi pekerjaan, bisnis, dan mata pencaharian untuk menggerakkan  pemulihan masyarakat dan ekonomi yang aman sesegera mungkin secara berkelanjutan, setara gender, dan netral karbon yang lebih baik dari pada "normal yang dulu."

WHO  sebagai  lembaga kesehatan dunia ikut mendukung secara resmi melalui News Release 15 Mei 2020 bertajuk "Local Epidemiology Should Guide Focused Action in New Normal Covid-19 World."

Sejumlah peringatan WHO tidak cukup  menurunkan angka kasus Covid-19.  Kapasitas fasilitas kesehatan, isolasi, testing, penelusuran kontak, karantina,  asuransi kesehatan dan kesadaran masyarakat.

Imbauan untuk berdamai dengan Covid-19 yang dimulai dengan dibukanya kembali berbagai sektor industri, jasa, bisnis, toko, pasar, mal, tempat budaya, wisata, pendidikan,  dan aktivitas lainnya seolah seperti bertaruh dengan nyawa manusia.

Jelas sekali, motif ekonomi menjadi alasan kebijakan New Normal Life ini. Kesehatan dan nyawa rakyat berada di bawah kepentingan ekonomi.

Negara tidak menjalankan fungsinya dengan baik, sebagai pelindung dan pelayan rakyat. Terlihat sekali nilai materi lebih mendominasi kebijakan ini.

Lima pilar kerangka kerja PBB bagi kesuksesan New Normal Life, yaitu: perlindungan pelayanan dan sistem kesehatan berupa akses yang mudah, perlindungan sosial dan layanan dasar, respons dan recovery ekonomi, respons makroekonomi dan kolaborasi, kohesi sosial dan ketahanan masyarakat tidak menjamin kehidupan benar-benar dapat normal kembali. (unsdg.un.orf)

Kerangka kerja ini kental sekali dengan peradaban barat yang menjadikan nilai materi yang utama. Karena asasnya adalah pemisahan agama dari kehidupan.

Buruknya peran negara dan minimnya kesadaran masyarakat serta persoalan standar protokol kesehatan, menjadikan kebijakan New Normal Life ini tidak dapat diterapkan saat ini. Kita seperti berada di badai yang sama, akan tetapi berada di kapal yang berbeda. Masyarakat seolah dibiarkan berjuang sendiri. Negara semakin tidak peduli dengan kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat. 

Saat ini kita dipaksa berjuang lebih keras mengurus kehidupan kita. Pandemi yang belum ada kepastian kapan akan berakhir, abainya negara, hegemoni barat, kerakusan korporasi, dan sejumlah tantangan lainnya.

Hanya peradaban Islam satu-satunya pemberi rasa aman dan nyaman bagi kehidupan manusia. Peradaban Islam yang berlandaskan akidah Islam  satu-satunya yang sesuai fitrah manusia dan menentramkan hati serta memuaskan akal manusia. Peradaban Islam yang mampu mewujudkan nilai materi, spiritual, kemanusiaan dan moral secara beriringan.

Kekuasaan Islam senantiasa menempatkan urusan umat sebagai kepentingan yang utama. Khilafah akan menjaga harta, kehormatan, akal, dan nyawa rakyat sebagai sesuatu yang sangat berharga. Berbagai penelitian, teknologi, sistem administrasi, sarana dan prasarana  serta kebijakan yang berpihak pada rakyat diberikan secara baik dan optimal demi kepentingan mengurus  dan menjaga rakyat  serta demi kemuliaan agama.

Sejarawan Will Durant dalam bukunya  "The Story of Civilization" menulis, Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dengan usaha keras mereka. Khalifah juga telah menyediakan berbagai peluang bagi siapa saja meraih kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum ditemukan setelah masa mereka.

Sungguh, kehidupan normal hanya dapat kita rasakan saat kehidupan kita  diatur oleh aturan Islam secara kaffah. Selayaknya kita belajar dari sejarah, bagaimana riayah negara Islam pada rakyatnya, atau kita mengulang sejarah kelam kasus Flu Australia dengan mengorbankan nyawa rakyat lebih banyak lagi.

Wallahu 'alam bishashawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post