Menyoal Biaya UKT di Tengah Pandemi

Oleh: Andi Annisa
(Alumni Unismuh Makassar)

Ditengah meluasnya wabah covid-19, kuliah secara daring merupakan sebuah keharusan untuk menghindari penyebarluasan penyebaran virus corona. Kebijakan ini pada mulanya hanya dilangsungkan selama dua pekan saja, namun karena pandemi yang tak kunjung reda, kebijakan daringpun awet hingga saat ini. 

Namun, proses kuliah daring tidak sepenuhnya berjalan mulus. Banyak polemik yang kini tengah dirasakan mahasiswa termasuk dalam hal pembayaran UKT dan biaya kuliah daring. Imbas dari hal ini, tagar #NadiemDimanaMahasiswaMerana kini sedang trending di twitter. Sehari sebelumnya, Selasa (2/6/2020) tagar #MendikbudDicariMahasiswa juga mendominasi cuitan Twitter Indonesia. Tagar yang diketahui dikomadoi oleh Aliansi Badan Eksekutif Seluruh Indonesia (BEM SI) ini menyuarakan beragam isu dalam dunia pendidikan nasional.

Koordinator Isu Dikti BEM SI, Lugas Ichtiar mengatakan bahwa munculnya tagar tersebut merupakan tindak lanjut dari peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei lalu. Lugas beserta kawan-kawan di BEM SI akhirnya melayangkan surat permohonan audiensi kepada pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Surat tersebut dikirim baik melalui pos maupun email. Namun hingga tagar itu muncul, tak ada respons dari Kemendikbud. Akhirnya pada 2 Juni kemarin muncullah tagar itu.
"Kita juga kirim ke personal chat ke Sekjen Kemendikbud Prof. Ainun Naim. Ya cuma dalam keberlangsungannya belum ada respons dari pihak Kemendikbud untuk memenuhi permohonan audiensi kita," papar Lugas.

Adapun tuntutan yang hendak disampaikan oleh Lugas dan kawan mahasiswa dalam ranah perguruan tinggi adalah pembebasan ataupun relaksasi biaya kuliah atau UKT (uang kuliah tunggal).

"Yang kedua soal bantuan pulsa atau kuota internet, kemudian logistik dan kesehatan bagi teman-teman mahasiswa karena tertahan di kosan karena tidak bisa pulang antar lain karena mereka rumahnya di zona merah atau tidak bisa pulang ke luar pulau gitu," ucap Lugas. (merdeka.com 03/06/2020).

“Bapak Menteri Milenial yang terhormat, sudah saatnya anda turun tangan mengenai berbagai keresahan ini. Kampus seakan diam saja karna bapak hanya diam saja pula. Calon penerus bangsamu ini terancam berhenti kuliah!#NadiemManaMahasiswaMerana #MendikbudDicariMahasiswa” cuit salah satu pengguna twitter, @Derita_Dipo (kompas.com 02/06/2020).

Wajar jika mahasiswa menuntut pembebasan UKT, sebab pandemi covid-19 ini berhasil memukul telak perekomian masyarakat hingga berimbas pada ketidaksanggupan masyarakat memenuhi biaya pendidikan termasuk membayar UKT dan uang kuota.

Pendidikan Mahal, Sebuah Keniscayaan dalam SIstem Kapitalis
Kuliah online tentu sangat berdampak bagi mahasiswa yang memiliki perekonomian menengah ke bawah. Sekalipun Kemendikbud telah menggandeng provider telekomunikasi untuk memfasilitasi kegiatan belajar-mengajar jarak jauh secara daring dengan memberikan akses internet gratis kepada pelajar, guru, dan dosen, namun sayangnya subsidi data yang diberikan masih sangat minim dan tidak merata. 

Berkenaan dengan protes mahasiswa terkait mahalnya biaya UKT, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memastikan tak akan menaikkan uang kuliah tunggal (UKT) di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Hal ini merespons sejumlah protes mahasiswa terkait isu kenaikan UKT di tengah pandemi corona.

"Kemendikbud memastikan tidak ada kenaikan UKT di masa pandemi Covid-19," kata pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Nizam melalui keterangan pers yang diterima (CNNIndonesia.com 03/06/2020).

Sebenarnya yang menjadi masalah adalah bukan naik atau batal naiknya biaya UKT, tetapi masalahnya adalah bagaimana kondisi perekonomian masyarakat di tengah pandemi. Untuk membiayai kehidupan sehari-hari saja sulit, apatahlagi jika harus memikirkan pelunasan UKT. Kuliah secara online membuat mereka belajar tanpa menggunakan fasilitas kampus, maka mengherankan jika UKT tidak mengalami penurunan atau bahkan pembebasan biaya mengingat sulitnya perekonomian di tengah pandemi.

Demikianlah watak asli pemimpin dalam sistem kapitalisme yang tidak peduli pada urusan rakyatnya. Pendidikan sebagai hak bagi setiap warga negara nyatanya gagal diwujudkan oleh pemerintah. Dalam sistem kapitalisme, negara berlepas tangan dari kewajiban utamanya yaitu mengurusi rakyat. Melalui penerapan good governance dalam sistem kapitalisme, masyarakatpun didorong untuk berpartisipasi memenuhi berbagai hajat hidupnya, meski pada dasarnya pendidikan merupakan  hak rakyat dan tanggung jawab negara. 

Ini berbeda halnya di dalam Islam. Pendidikan merupakan kebutuhan primer yang wajib dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu, pendidikan akan diberikan secara gratis dan Cuma-Cuma bagi seluruh warga negara. Negarapun wajib memenuhi dan menyediakan fasilitas belajar yang terbaik dan memadai bagi warga negara. Selain itu, Negara tidak boleh lepas tangan dan menyerahkan pendidikan kepada swasta. Negara justru harus bertanggungjawab penuh atas masalah pendidikan rakyatnya. 

Selain itu, dalam menghadapi wabah, negara tetap harus konsisten menjamin pendidikan rakyat secara gratis dengan fasilitas yang memadai. Adapun pembiayaan pendidikan akan diambil dari baitul maal yang dananya berasal dari pos fa’I, kharaj dan pos milikiyyah ammah. Selain itu negarapun tetap harus memastikan kemudahan akses pembelajaran. Dengan begitu, rakyat akan merasa mudah dalam memperoleh pendidikan tanpa harus pusing memikirkan biaya pendidikan.
Wallahu a’lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post