Menjaga Kestabilan Jiwa Ibu saat Pandemi

Oleh: Hindun Camelia

"Kadar kesabaran, menentukan kualitas hidup seseorang, karena proses liku kehidupan adalah cerita sarat makna, untuk mencapai tujuan sesungguhnya"

Apa kabar wahai para Ibu? Bagaimanakah kabar fisikmu? Bagaimana juga kabar nafs, jiwamu? Saat bumi ini sedang tidak baik-baik saja, kita para Ibu diminta untuk tetap kuat jiwa dan raga. Karena Ibu adalah denyut nadi rumah tangga. Ibu mampu memainkan banyak peran dari pagi hingga malam menjelang. 

Yang senantiasa mendekat pada Rabb Nya, sebelum subuh mengejar pahala dengan sholat malam, lalu berlanjut dengan menjadi cleaning service, koki di dapur hingga petugas laundry, selain itu masih harus menjadi baby sitter, dan menjadi guru ngaji serta guru pelajaran karena harus menjalankan pembelajaran jarak jauh dengan mendampingi anak-anak. Jiwa ibu tetaplah jiwa yang lemah dan terbatas yang kiranya perlu berhenti sejenak untuk melanjutkan kembali. Satu tubuh untuk semua peran itu memang terlihat sangat rumit dan melelahkan jika harus menjiwai.

Ada partner hidup yang membersamai bernama suami, namun di tengah kondisi seperti ini ada keadaan rumah yang mengharuskan suaminya bekerja jauh sehingga tugas Ibu tidak bisa dibagi lagi dan hanya bersabar dan menunggu kabar baik dari suami. Tentu dengan rasa khawatir yang tidak bisa diungkapkan, karena jika ada posisi Istri yang mengetahui Suami bekerja di wilayah zona merah pandemi, lalu sang Istri bisa apa? 

Tentu ada pula kondisi saat partner hidup dalam berumah tangga ada di dekat kita, namun pekerjaan terkikis pandemi karena banyak bisnis gulung tikar. Kita harus bisa menjadi penyejuk rumah bagi suami dan anak-anak. Kita sudah sangat sadar bahwa diri ini terbatas, baik dengan ada pandemi ataupun tidak. Sesungguhnya semua masa sulit ini menjadikan kita semakin sadar bahwa kita lemah dan perlu tempat bergantung. Bukan bergantung pada suami. Karena kita yakini pula, suami kita pun lemah dan terbatas sehingga sama-sama memerlukan tempat bergantung yang hakiki di dalam kehidupan.

Maka keutuhan jiwa keluarga yang stabil ditengah pandemi hanya ada ketika satu keluarga tersebut mampu menyadari mereka lemah dan tak berdaya, tidak berhak untuk memenangkan hawa nafsu dalam masalah duniawi sudah bukan saatnya lagi, seolah bumi menampakkan bahwa apa yang selama ini kita perjuangkan atas dunia tidak ada gunanya, sehingga inilah waktunya kita menyadari.

Hanya Allah, Robbul Izzati tempat kita bergantung. Semoga Allah melindungi keluarga kita dari semua bahaya dan rasa khawatir berlebih. Kita serahkan semuanya pada Nya dengan tetap berikhtiar untuk taat dan berjuang dalam ketaatan. Berharap bahwa seluruh manusia menyadari kelemahannya, sehingga manusia akan merasa butuh kepada Rabbnya. Umat ini pun berkeinginan untuk mengenal Rabbnya dengan Islam yang menyeluruh dan menginginkan Islam kembali tegak disetiap lini kehidupan. Karena kestabilan dan ketenangan akan hanya didapat saat manusia memahami bahwa mereka membutuhkan syariah secara menyeluruh dan menjadikan Allah satu-satunya tempat kembali.
Wallahou’alam bi ash showab.

Post a Comment

Previous Post Next Post