Kasus Covid Bertambah, Salah Siapa?

Oleh : Nibrazin Nabila
Praktisi Pendidikan

Bicara tentang covid-19 memang tidak akan ada habisnya, bahkan tidak ada yang pernah bisa memprediksi sampai kapan kasus ini menghantui masyarakat. Munculnya berbagai kebijakan yang justru menimbulkan masalah, membuat masyarakat mulai mengabaikan himbauan dari pemerintah, mereka yang harusnya stay at home tidak sabar untuk keluar rumah melakukan aktivitas seperti biasanya. Alasannya mudah, karena jika tidak bekerja tidak bisa makan. Karena sekalipun ada program bansos, nyatanya pembagiannya tidak merata dan terkadan bantuan yang diberikan tidak layak dari sisi kualitas. 

Tidak sedikit masyarakat yang bingung bahkan pasrah dengan kondisi ini, harapan demi harapan mereka panjatkan, namun masih belum menemukan  apa solusi tuntas untuk menyelesaikan wabah ini. Sementara  kurva penyebaran covid-19 semakin hari semakin bertambah naik.  Berdasarkan data per tanggal 9 Juni 2020, kasus covid di Indonesia mengalami penambahan kasus dari yang terkonfirmasi positif sebanyak 1.043 kasus menjadi 33.076 kasus. Penambahan ini merupakan yang tertinggi sejak kasus konfirmasi positif diumumkan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020. Dan kemarin, 10 Juni 2020 pasien terkonfirmasi positif bertambah 1.241 kasus. Sehingga total kasus kumulatif mencapai 34.316 kasus.

Menyikapi  kian pesatnya jumlah kasus positif Covid-19 tersebut, Bupati Bandung Dadang M Naser mengakui bahwa hal ini disebabkan karena banyak warganya yang kurang taat dalam menerapkan protokol kesehatan. Bahkan ia sempat membandingkan dengan warga Jepang yang disiplin. Menurut Dadang selama pandemi covid-19 sampai ada pemberlakuan PSBB, kesadaran masyarakat Kabupaten Bandung terhadap protokol kesehatan masih tidak maksimal. (ayobandung.com, 3 Juni 2020).

Masyarakat dianggap tidak patuh terhadap kebijakan pemerintah dan dinilai kurang peduli, tidak sabaran serta cenderung menggampangkan situasi penyebaran wabah tanpa pertimbangan  ilmu maupun agama. Namun benarkah semua ini murni karena kesalahan rakyat? Yang dianggap telah abai terhadap imbauan pemerintah untuk menjalankan protokol kesehatan.

Nyatanya dibalik rakyat yang tidak mau diatur, ada penguasa yang tak bertanggungjawab dan tidak berkompeten untuk merumuskan aturan yang tepat.  Pemerintah justru terkesan  tidak konsisten alias plin-plan untuk menjalankan aturan yang dibuatnya, Berdasarkan fakta di lapangan, penerapan kebijakan tersebut menuai polemik baru yaitu semakin sulit terpenuhinya kebutuhan ekonomi. Sehingga masyarakat Indonesia dilema. Antara khawatir terpapar virus dan keharusan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Yang kita dapati saat ini, pemerintah lelah dan menyerah kalah  dalam menghadapi wabah. Alih-alih mengutamakan kepentingan rakyat, yang ada adalah sikap lebih mengedepankan pertimbangan untung rugi.  Seolah nyawa rakyat tak berharga daripada kepentingan ekonomi. 

Sejatinya menurut prediksi ilmuwan, pandemic Covid-19 di Indonesia akan mereda perkiraan September 2020 dengan syarat semua pihak mematuhi physical distancing. Namun apa daya, akibat  negara tidak pernah hadir memenuhi kebutuhan utama  rakyat dan lebih memilih untuk membuka tempat-tempat usaha  yang membuka peluang terjadinya kontak antar manusia yang mengakibatkan kasus positif covid bertambah. Penyebab ini semua adalah penerapan sistem Kapitalisme yang lebih mementingkan pertimbangan untung rugi ekonomi daripada memposisikan diri sebagai penjaga kebutuhan rakyat.

Lain halnya dengan Islam. Jika kondisi ini terjadi di dalam negara yang berhukum pada Islam, maka sejak sosialisasi program, negara akan serius menjalaninya. Negara Islam akan menyebar luaskan info dengan segala format media yang ada dan memastikan tidak ada rakyat yang melewatkan informasi itu. Namun hal ini tentu tidak cukup dengan sosialisasi saja, tetapi diikuti dengan terpenuhinya penjaminan seluruh kebutuhan masyarakat. Kesempurnaan aturan Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as Sunnah dalam mengatur politik dan ekonomi negara, membuat Khilafah gampang dalam mengambil keputusan. Dan hasilnya terbukti efektif dan efisien menyelesaikan persoalan di masyarakat. 

Sebagai rakyat, sudah selayaknya bisa menjaga diri dengan selalu berupaya menjalani ikhtiar untuk tetap sehat, agar kita tidak termasuk orang-orang yang fatalis sekaligus membahayakan orang lain. Hal ini sesuai prinsip bahwa umat Muslim bagaikan satu tubuh. Inilah bentul tawakkal yang sesungguhnya. Seperti dalam QS. At-Thagabun ayat 11.

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya dia akan memberi petunjuk kepada hatinya dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. 

Semua itu hanya bisa dilakukan oleh sistem yang sempurna yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Sistema agung yang dibawa Rasulullah Saw. dan pernah menguasai ⅔ belahan dunia dengan segala kejayaannya. Sistem inilah  yang dikenal dengan Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bis shawwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post