The New Normal Untuk Kepentingan Siapa?



Oleh: Rina Tresna Sari, S.Pd.I
(Praktisi Pendidikan dan Member AMK)

Dalam sebuah kebijakan yang cukup kontroversial, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memerintahkan karyawan BUMN yang berusia di bawah 45 tahun untuk kembali bekerja mulai 25 Mei. Kementerian BUMN menjelaskan bahwa kelompok usia tersebut berisiko kecil terinfeksi Covid-19.

Instruksi ini merupakan bagian dari rencana besar pemerintah untuk melonggarkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang sudah berjalan di beberapa daerah. Tujuan utamanya adalah untuk menjalankan kembali roda bisnis.

Dilansir oleh CNN Indonesia (23/05/2020) pemerintah RI mulai memetakan skenario pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dibidang ekonomi atas pertimbangan penghidupan warga di tengah tuntutan pelayanan kesehatan, yang sudah berlangsung hampir tiga bulan sejak pandemi virus Corona (Covid-19) terdeteksi di Indonesia.

Salah satu skenario pelonggaran PSBB ini adalah dengan kebijakan The New Normal. Dalam pernyataannya kepada rakyat Indonesia dari Istana, Jokowi mengatakan soal keharusan penyesuaian hidup berdampingan Covid-19 selama vaksin belum ditemukan. Jokowi juga telah melayangkan pernyataan Indonesia akan memasuki fase tatanan kehidupan baru (The New Normal) akibat pandemi virus Corona yang sudah berbulan-bulan tak jua selesai.

Pernyataan tersebut langsung disambut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang  menyiapkan sejumlah protokol pencegahan penularan Covid-19 yang mesti diperhatikan terutama untuk pemilik tempat kerja di sektor jasa dan perdagangan. Itu artinya pelonggaran PSBB sudah benar-benar berlaku. Protokol pencegahan penularan Covid-19 di tempat kerja sektor jasa dan perdagangan itu diatur dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020. Surat itu diteken Menkes Terawan Agus Putranto di Jakarta.

"Dengan menerapkan protokol tersebut diharapkan dapat meminimalisir risiko dan dampak pandemi Covid-19 pada usaha sektor jasa dan perdagangan (area publik) di mana [digabung] terdapat potensi penularan Covid-19 akibat berkumpulnya sejumlah banyak orang dalam satu lokasi," demikian tertulis dalam surat edaran yang dikutip Suara.com, Sabtu (23/5/2020).

Dalam kondisi PSBB saja, angka penderita kian hari kian meningkat, apalagi dengan kondisi pelonggaran PSBB, sudah dapat dipastikan Indonesia akan menghadapi serangan pandemi jilid 2. 

Dalam setiap kebijakan lagi-lagi yang mendasarinya adalah kepentingan ekonomi. Begitupun dalam kebijakan The New Normal, pertimbangan ekonomi menjadi landasannya. Pasalnya, pemerintah telah menunjukkan bahwa prioritas menjaga kestabilan ekonomi tampaknya [kata tampaknya fihilabgman saja] lebih penting daripada menjaga kesehatan warga negaranya selama pandemi Covid-19

Lantas, mengapa kebijakan pemerintah seolah lebih mementingkan ekonomi daripada keselamatan masyarakat? Padahal akar permasalahannya adalah pandemi. Adapun ekonomi yang morat-marit adalah dampak dari terjadinya wabah ini.

Setidaknya ada tiga hal yang bisa kita telaah. 
Pertama, Indonesia tidak punya dana. Negara yang bertumpu pada utang dan pajak dalam APBN-nya, tentu akan sangat terpukul atas kondisi yang menimpa kita saat ini. Pemerintahan di awal masa kerjanya, per Januari APBN sudah defisit sebesar 36,1 Triliun. Ini adalah kondisi sebelum adanya krisis pandemi Covid-19. Dan kini, defisit per bulan April mencapai 74,5 Triliun.

Negara sebelum terjadinya wabah sudah kewalahan membiayai berjalannya roda pemerintahan, apalagi saat terkena wabah. Wajar akhirnya, tak punya uang untuk membiayai pandemi. Lihat saja di awal kebijakannya sudah tegas tidak mau menggunakan strategi lockdown atau karantina wilayah, padahal sudah tersedia UU jika ada wabah maka diberlakukan karantina kesehatan.

Kedua, faktor defisitnya anggaran bukan karena Indonesia adalah negara miskin yang terbatas SDA dan SDM-nya (yang mirisnya Indonesia malah masuk ke deretan “Negara Maju”). Defisitnya anggaran adalah lantaran penguasaan SDA kita yang melimpah banyak dikuasai asing. Privatisasi di sektor strategis telah menyedot harta kekayaan yang seharusnya bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia.

Sungguh sayang, platform ekonomi negara ini yang berasaskan kapitalisme telah melumrahkan penjarahan kelas akbar oleh Kapitalis Barat maupun Timur. Liberalisasi dan privatisasi SDA menjadi konsekuensi atas diterapkannya sistem ekonomi neoliberal.

Ketiga, penguasa prokorporasi. Bukannya kita tidak memiliki SDM yang berkualitas sehingga tidak bisa bersikap tegas pada perusahaan-perusahaan besar yang mengeksploitasi SDA kita. Juga bukan karena tidak ada SDM yang ahli dalam mengelola SDA. Namun, sistem demokrasi yang diterapkan negeri ini meniscayakan hanya orang-orang yang mengakomodasi kepentingan korporasilah yang dipastikan bisa duduk di tampuk kekuasaan.

Hasilnya, penguasa ada untuk melayani para pemodal besar. Deregulasi terus dilakukan agar sesuai kepentingan para Kapital global. Lihat saja pengesahan revisi UU no 4 tahun 2009 tentang Minerba di masa pandemi. Isinya yang hanya memihak pengusaha tambang, telah melukai perasaan rakyat Indonesia. Begitupun dengan kebijakan pelonggaran PSBB banyak pihak menilai ada pihak-pihak yang menekan pemerintah demi kepentingan ekonomi, sehingga pelonggaran PSBB dilakukan walau angka penderita masih meningkat.

Islam Menyelesaikan Permasalahan Pandemi dengan Tuntas

Islam memposisikan rakyat sebagai amanah yang harus diurus penguasa. Karena memang keberadaan penguasa semata untuk menyelesaikan permasalahan umat. Jika terjadi pandemi, tentu fokus penyelesaian pada keselamatan nyawa. Ekonomi pun jika landasan awalnya untuk kemaslahatan umat, maka akan terlahir kebijakan-kebijakan ekonomi yang mengutamakan keselamatan nyawa manusia.

Tiga prinsip Islam dalam menanggulangi wabah antara lain: Pertama, jika terjadi wabah maka penguncian area yang terkena wabah harus dilaksanakan sesegera mungkin. Kebijakan ini serupa dengan kebijakan lockdown atau karantina wilayah. Sehingga seluruh kebutuhan pokok umat dipenuhi negara. Wabah pun akan cepat mereda.
“Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar rumah.” (HR. Muslim)

Kedua, Isolasi yang sakit. Jika ada penyakit yang menular, maka wajib bagi pasien yang terjangkit melakukan isolasi. Baik itu isolasi mandiri ataupun ditangani tenaga medis. Di sini dibutuhkan kesadaran masyarakat sebagai garda terdepan dalam memerangi wabah ini. Sehingga tenaga kesehatan sebagai garda terakhir tidak akan mendapatkan beban yang begitu berat. Kematian para nakes pun akan bisa dihindari. Kesadaran yang dilandasi oleh keimanan akan menghasilkan amal yang produktif. Artinya, masyarakat yang memahami bahwa Islam harus dipakai dalam kehidupannya, akan melakukan social distancing dengan maksimal. Karena mereka memahami bahwa hal demikian adalah bentuk ikhtiar dalam kesembuhan yang merupakan perintah Allah Swt.

“Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sehat.” (HR. Imam Bukhari Muslim)

Ketiga, pengobatan hingga tuntas. Bagaimanapun nyawa manusia lebih berharga dibanding dunia dan isinya. Maka pengobatan harus maksimal dan ditunjang dengan sistem kesehatan yang baik. Fasilitas rumah sakit akan prima, APD mumpuni, tenaga medis yang banyak dan berkualitas, juga pendanaan yang sehat.

Sungguh sayang, sistem kesehatan di negeri ini pun tak lepas dari cengkeraman korporasi. Alih-alih menggratiskan pelayanan kesehatan, Indonesia malah menaikan iuran BPJS. Sangat minim empati!

Oleh karena itu, jika kita menginginkan permasalahan pandemi ini berakhir, selain berikhtiar untuk menjaga diri dari virus, juga harus dibarengi dengan ikhtiar menerapkan Islam secara kafah, karena hanya dalam sistem Islamlah seluruh masalah akan tuntas diatasi.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan 
perbuatannya. “(QS. Al-A’raf ayat 96). 

Wallahu a'lam bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post