Ramadan : Sudahkah Meraih Kemenangan?


Oleh : Nur Fitriyah Asri
Pengurus BKMT Kabupaten Jember,  Member AMK

Tidak terasa sebentar lagi, Ramadan akan pergi meninggalkan kita. Bulan istimewa yang dimuliakan Allah. Bulan yang menjadikan umat Muhammad Rasulullah berubah menjadi umat yang bertakwa, karena melaksanakan perintah-Nya. Sebagaimana firman Allah Swt.
(QS. al-Baqarah [2]: 183)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Arti takwa adalah melaksanakan perintah-perintah Allah dan  meninggalkan semua larangan-Nya.

Untuk mendapatkan derajat takwa tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ibaratnya Ramadan adalah kawah candradimuka (kawah yang digunakan untuk melebur sisi jahatnya Gatutkaca). Demikian juga dengan puasa Ramadan, akan melebur pula semua dosa-dosa kita. Sejatinya tanpa disadari, di dalam tubuh kita terjadi adanya pergulatan hebat, untuk mengekang dan mengalahkan hawa nafsu.

Rasulullah saw. bersabda “Petarung sejati (mujahid) adalah orang yang mampu menaklukkan dirinya sendiri. Orang yang hijrah adalah orang yang mampu meninggalkan keburukan.” (HR Ahmad dan Baihaqi dari Fadhalah ibn `Ubaid).

Tentu saja, petarung sejati bukanlah mereka yang mampu menang dalam suatu kompetisi, melainkan mereka mampu menundukkan hawa nafsu dan tetap tunduk patuh pada syariat Allah.

Apakah kita sudah termasuk yang disebutkan oleh Rasulullah sebagai petarung sejati? Di sinilah perlunya bermuhasabah. Hanya diri kita dan Allah yang bisa menilainya.

Sudah gamblang,  bahwa Islam mengajarkan kita berpuasa tidak lain untuk menundukkan hawa nafsu kita. Sebab jika tidak, akan menjadi sumber malapetaka besar bagi kita. Artinya seseorang yang dikuasai nafsunya, akan berbuat sekehendaknya. Mereka adalah golongan yang merugi, tempatnya di neraka.
Adapun golongan yang lain adalah,  mampu mengendalikan diri dari hawa nafsunya, inilah orang-orang yang beruntung,  tempatnya di surga. Sebagaimana firman Allah dalam QS. an-Nazi'at [79]: 37-41).

Mengapa Allah perintahkan kita untuk menekan hawa nafsu? Karena nafsu cenderung kepada keburukan, sebagaimana firman Allah (QS. Yusuf [12]: 53) “Sesungguhnya nafsu itu (selalu) menyuruh (cenderung pada) keburukan .…” 

Karena hawa nafsu inilah yang bisa mengubah karakter manusia seperti hewan ternak, bahkan lebih buruk lagi. Sebagaimana firman Allah 
dalam (QS. al-A’raf [7 ]: 179)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahanam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”.

Alangkah ruginya jika kita tidak bisa mempertahankan dan meningkatkan  kualitas kepribadian kita. Bukankah selama Ramadan ada pengaruh tarbiyah (pendidikan) yang tersirat dan tersurat dalam makna Ramadan? Yaitu kata yang terdiri dari huruf-huruf yang memudahkan kita untuk mencerapnya. RAMADHAN terdiri dari huruf: Ra (rahmat, kasih sayang), Mim (maghfirah, ampunan), Dhi’fun (berlipat ganda), Alif (amina minan nar, aman dari siksa), Nun (nur, bercahaya).
Sejatinya itulah hakikat berpuasa, akan mendapatkan rahmat atau kasih sayang dari Allah, ampunan, pahala yang berlipat ganda, aman dari siksa dan  cahaya surganya. Itulah janji Allah kepada hamba-Nya yang benar-benar puasa karena Allah sesuai dengan syariat-Nya.

Ibaratnya, sebelum berpuasa bagaikan ulat yang menjijikkan. Kulitnya berbulu membuat gatal yang tak terkirakan. Setelah berpuasa  dalam kepompong selama empat puluh hari, berubah menjadi kupu-kupu nan cantik dan menawan. Inilah gambaran orang yang berpuasa,  sebelum berpuasa karakternya buruk. Namun, setelah berpuasa hijrah menjadi insan bertakwa.

Banyak ayat di dalam Al-Qur'an menyebutkan   karakteristik orang yang meraih kemenangan hakiki  Antara lain:

1. Mengikuti Rasulullah saw.

"Maka, baginya akan mendapatkan surga, dan inilah hakikat kemenangan yang sesungguhnya (QS. at-Taubah [9]: 100).

2. Menjauhi kemaksiatan.

"Yaitu, orang-orang yang tidak ber maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan hanya taat kepada-Nya dan Rasul-Nya. Maka, baginya akan mendapatkan surga, dan inilah kemenangan yang sesungguhnya." (QS. an-Nisa [4]: 13-14)

3. Bersabar

"Yaitu, orang-orang yang mampu bersabar terhadap berbagai ejekan yang dialamatkan kepadanya. Maka, baginya balasan surga, dan inilah hakikat kemenangan yang sesungguhnya (QS. al-Mukminun [23]: 109-111).

4. Bertakwa

“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapatkan kemenangan.” (QS.An Naba (78) : 31).

Orang yang bertakwa seharusnya tanpa  memilah dan memilih hukum syara'. Oleh sebab itu mereka akan berislam secara totalitas. Taat dan tunduk patuh akan perintah Allah, seperti di dalam (AQ. al-Baqarah [2]: 208)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu."

Islam adalah agama paripurna dan sempurna. Mengatur semua sendi kehidupan secara rinci. Perintah berislam secara menyeluruh atau total, untuk semua individu muslim, keluarga, masyarakat bahkan Negara.

Adapun aturan Allah meliputi tiga dimensi yaitu:
Pertama, aturan yang mengatur hubungan antara dirinya dengan Allah (hablum minnallah) meliputi akidah dan ibadah.

Kedua, aturan yang mengatur hubungan  dengan dirinya (hablum minnannafs) meliputi: makanan, minuman, pakaian dan akhlak).

Ketiga, aturan yang mengatur hubungan sesama manusia (hablum minannas) meliputi: sistem keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem kesehatan, sistem peradilan, sistem sosial dan budaya, sistem pemerintahan, sistem politik dan lainnya, harus berdasarkan Islam.

Adapun pelaksanaannya, untuk aturan dimensi satu dan dua bisa diterapkan oleh masing-masing individu. Namun, untuk menerapkan  dimensi ketiga, butuh peran negara. Negara yang dimaksud adalah khilafah. Sedangkan
khilafah keberadaannya belum ada, sejak diruntuhkan oleh kafir penjajah pada tanggal 3 Maret 1924. Oleh sebab itu kewajiban kita untuk menegakkan kembali. Karena khilafah adalah warisan Rasulullah dan telah disebutkan di atas bahwa salah satu pemenang hakiki adalah jika mengikuti Rasulullah.

Allah berfirman dalam (QS. al-Anbiya’ [21] : 107)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Aku mengutus kamu (wahai Nabi Muhammad), melainkan karena rahmat (belas kasih) bagi semesta alam.”

Oleh sebab itu, agar rahmatan lil alamin terwujud, kita wajib mensuriteladani Rasulullah. Dengan menegakkan kembali khilafah warisan Rasulullah, bukti kemenangan hakiki dari hasil buah ketakwaan.  Semoga puasa Ramadan tahun ini merupakan Ramadan terakhir tanpa khilafah, aamiin.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post