Pejuang Wabah Minim Proteksi dan Apresiasi: Penguasa Miskin Empati

Oleh: Anggun Permatasari

Di tengah badai pandemi covid-19 yang belum kunjungi pergi, minimnya fasilitas proteksi terhadap tenaga medis membuat publik mengelus dada. Pengorbanan mereka dalam mendedikasikan diri untuk membantu pemerintah menangani wabah dinilai kurang mendapat apresiasi.

Dilansir dari laman Merdeka.com., (25/5), "Sejumlah tenaga medis di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet Kemayoran belum mendapatkan insentif keuangan sesuai yang dijanjikan pemerintah. Seperti diketahui, pemerintah memberikan insentif sebesar Rp. 5-15 juta untuk dokter dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan covid-19. Salah satu nakes di sana mengatakan, pencairan insentif terkendala akibat masa libur Lebaran. Akibatnya, masih ada sejumlah nakes yang hingga kini belum juga menerima insentif tersebut".

Keluhan juga datang dari perawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Anitha Supriono. Menurutnya, hingga kini belum menerima insentif sebesar Rp 7,5 juta yang dijanjikan pemerintah. Anitha merupakan salah satu perawat yang bertugas di ruang Intensive Care Unit (ICU) menangani pasien-pasien positif covid-19. (Tempo.co., 25/5/2020)

Keluhan seperti itu seharusnya tidak terujar apabila pemerintah memberi perhatian penuh terhadap pengorbanan tenaga medis. Fakta di lapangan sangat memilukan karena para nakes yang sudah berjibaku berpapasan langsung dengan pasien covid-19 minim fasilitas, serta alat pelindung diri (APD) yang jumlahnya masih jauh dari cukup.

Jangankan memberikan perlindungan utuh dengan kebijakan terintegrasi agar pasien covid tidak terus melonjak. Bahkan proteksi finansialpun belum tuntas dipenuhi. Sebagian tidak mendapat tunjangan, THR perawat honorer dipotong bahkan ada yang dirumahkan karena RS daerah kesulitan dana. 

Mirisnya, beberapa pekan lalu, viral video seorang perawat di Rumah Sakit Royal Surabaya yang tengah menjalani perawatan lantaran terpapar virus covid-19. Dikabarkan akhirnya perawat tersebut meninggal dunia bersama janin berusia 4 bulan yang dikandungnya. Padahal sebelumnya sudah sempat dilarang masuk kerja karena kondisinya sedang hamil. Namun, perawat muda ini tetap memaksa dengan alasan ingin merawat pasiennya. (Idntimes, 18/5/2020)

Tentunya publik sangat prihatin terhadap semakin banyak korban tenaga medis yang gugur saat menangani wabah. Padahal gugurnya tenaga medis atau pemecatan sama dengan berkurangnya prajurit di garda depan medan tempur melawan virus corona. 

Tenaga medis telah membuktikan kesungguhannya dalam memberikan kontribusi menangani pandemi. Namun, betapa perih hati jika hanya dihargai setengah hati. Seperti sekira 24 tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) M Yunus Bengkulu, menjalani perayaan Idul Fitri 1441 Hijriah tanpa bertemu keluarga. Mereka secara keseluruhan sedang menjalani masa karatina di gedung Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Bengkulu. Sehingga silaturahmi dengan keluarga besar hanya bisa dijalin secara virtual. (Okezone.com., 25/5/2020)

Lagi-lagi masyarakat disuguhkan berita mengiris hati di tengah pandemi. Negara yang menganut sistem sekuler kapitalis memang tidak akan melahirkan kebijakan yang memberi kesejahteraan secara merata bagi rakyatnya. Tidak mengherankan, jika keluh kesah para dokter dan nakes dianggap sebagai angin lalu oleh penguasa. Bahwa hidup layak dan bahagia bagi rakyat hanyalah angan. 

Sangat berbeda dengan sistem Islam yang sangat mengapresiasi sekecil apapun usaha dari nakes. Sistem Islam memberi  penghargaan dan perhatian pada tenaga medis dan prajurit yang berada di garda depan melawan musuh covid-19. Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: "Sesungguhnya tubuhmu mempunyai hak yang harus kau penuhi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sejarah mencatat, pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit yang lengkap dan canggih pada masanya. Rumah Sakit ini melayani rakyat dengan cuma-cuma alias gratis. Seorang dokter mendapatkan bayaran tinggi. Seorang dokter Kristen di masa kekuasaan Islam, Ibn Tilmidz, memiliki pendapatan tahunan yang jumlahnya lebih dari 20 ribu dinar. Al-Naqqasy seorang dokter di Mesir mendapatkan imbalan tiap bulan sebesar 15 dinar. Apartemen lengkap dengan perabotannya, seperangkat pakaian mewah, dan seekor keledai terbaik juga diberikan sebagai imbalan dari khalifah. (Fimadani.com) 

Pemimpin dalam negara yang menganut sistem Islam memastikan setiap rumah sakit mempunyai pemeriksa kebersihan dan pengawas-pengawas keuangan. Seringkali khalifah atau amir datang untuk menjenguk sendiri para pasien. Khalifah juga mengawasi perlakuan dan pelayanan rumah sakit terhadap mereka. Rasulullah Saw. bersabda: “Imam (pemimpin) itu pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus”. (HR. Bukhari dan Ahmad).

Sistem Islam menjamin sarana dan prasarana kesehatan terbaik dan berkualitas. Tujuan utamanya menjaga nyawa rakyat semata. Nabi Saw. bersabda, “Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai & Tirmidzi). Sehingga dapat dipastikan fasilitas perlindungan diri seperti APD dan kebutuhan lainnya akan dipenuhi. Sehingga tidak akan ada tenaga medis yang dikorbankan. Wallahualam.

Post a Comment

Previous Post Next Post