Kekuasaan Oligarki Mencengkeram Indonesia

Oleh: Mahrita Julia Hapsari, M. Pd*
*)Praktisi Pendidikan

Teringat dengan narasi Najwa Shihab di chanel youtube miliknya. Video berdurasi 4 menit 57 itu memaparkan panjang lebar tentang uneg-uneg seorang anak bangsa akan kinerja para wakil rakyat. 

"Gara-gara pandemi, yang jatuh cinta saja bisa menunda nikahnya. Ini kok DPR buru-buru banget kayak lagi dikejar setoran." Kalimat yang jujur, mengomentari cepatnya kerja DPR dalam membuat dan mensahkan UU. 

Ketika seluruh dunia sibuk dengan perang melawan corona. Dan mengerahkan semua potensi mereka agar pandemi ini segera berakhir. Namun para anggota dewan negeri ini tampil beda. Yang dikerjakan justru membahas UU yang tak ada hubungannya dengan Covid-19. Salah satunya adalah RUU Minerba. 

RUU Minerba menuai banyak protes sejak tahun lalu. RUU ini pula merupakan salah satu pemicu aksi demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa dan masyarakat pada September 2019, karena banyak RUU bermasalah yang akan disahkan. Ditengarai, RUU Minerba akan memberikan karpet merah bagi para kapital korporasi untuk menguasai SDA. 

RUU Minerba yang merupakan revisi UU No. 4 tahun tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara itu memuat banyak pasal yang bermasalah. "Pemerintah secara sadar memberikan bentuk jaminan (bailout) untuk melindungi keselamatan elite korporasi, tetap tidak bagi lingkungan hidup dan rakyat," kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang, Merah Johansyah, Selasa, 12 Mei 2020 (Tempo.co, 13/05/2020).

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap DPR telah mengkhianati konstitusi sehubungan dengan pengesahan Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) (Kompas.com, 14/05/2020). Publik tak pernah diudang untuk membahasnya. Tak ada juga draf RUU ini untuk diketahui oleh publik. 

Tempo.co (13/05/2020) melansir isi pasal-pasal yang bermasalah dalam UU Minerba. Diantaranya, UU Minerba akan mengkriminalisasi masyarakat yang menolak aktivitas pertambangan yang sudah memiliki IUP, IPR dan IUPK (Pasal 162). Sebaliknya, Pasal 165 dalam UU Minerba lama dihapuskan. Pasal tersebut memuat sanksi pidana bagi pejabat yang korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Pasal tentang pembatasan luas areal WIUPK pada UU yang lama dihapuskan. Ini akan membawa dampak kerusakan lingkungan dan sosial. Karena para korporasi tak dibatasi areal wilayah tambangnya.

Ada pasal yang membuka peluang land banking. Jika pada UU lama waktu eksplorasi hanua 2 tahun. Sedangkan pada UU yang baru disahkan, para pengusaha tambang memiliki waktu selama 8 tahun untuk mengekplorasi. Dan masih banyak lagi pasal-pasal yang menguntungkan korporasi kapital namun merugikan rakyat serta merusak lingkungan. 

Pembahasan RUU Minerba tergolong cepat. Kurang dari 3 bulan DPR bisa menyelesaikan 709 Daftar Inventaris Masalah (DIM) sebagai pertimbangan dalam mensahkan RUU Minerba yang terdiri dari 209 pasal. Dan pada 6 Mei 2020 RUU pembahasan sinkronisasi RUU Minerba dilakukan tertutup, selama 4,5 jam, dan hanya 17 anggota DPR yang hadir. Akhirnya RUU Minerba resmi disahkan pada tanggal 12 Mei 2020 (tirto.id, 13/05/2020).

Bukan sekali ini saja pemerintah dan DPR membuat UU yang pro kapital. Ada RUU Cipta Kerja yang mengundang gelombang protes di berbagai daerah. Dan DPR masih terus membahasnya hingga saat ini. Di UU Minerba yang baru, ada pasal yang terkoneksi dengan RUU Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja. Menjadi terang benderang bagi rakyat bahwa keberadaan dua pilar demokrasi itu bukanlah untuk kepentingan rakyat. 

Mengutip judul buku dari Husin Matla, "Demokrasi Tersandera". Antara ketiga lembaga penyelenggara pemerintah memanglah saling menyandera. Legislatif yang diwakili oleh DPR, eksekutif yaitu presiden dan jajaran menteri, serta yudikatif sebagai penegak hukum.  Ketiganya tersandera oleh pengusaha/kapital. 

Terus terang, demokrasi itu mahal Bung. Membiayainya butuh dana besar. Perlu uluran tangan dari para kapitalis. Dan agar lebih meyakinkan uang yang sudah dialirkan untuk pesta demokrasi akan balik modal, daripada mendudukkan orang lain, lebih baik mereka sendiri yang mencalonkan diri. Wajar jika isi istana dan gedung DPR adalah para pengusaha yang mayoritas bisnisnya di pertambangan Minerba. 

Sudahkah anda simak film "Sexy Killers"? Jika belum, segera unduh dan simak. Sebelum dihapus oleh rezim oligarki ini. Gurita kapitalisme membelit negeri, tergambar dengan gamblang di film tersebut. 

Jika ditanya mengapa tak bisa dihentikan apalagi dihindari? Perselingkuhan antara penguasa dan pengusaha dalam mengeruk sumber daya alam dari hulu ke hilir adalah sebuah konsekuensi dijalankannya sistem kapitalisme liberal. Tabiat ideologi kapitalisme yang rakus, telah merusak kesehatan dan sosial masyarakat serta alam dan lingkungan. 

Keberadaan negara sebagai regulator untuk membagi-bagi wilayah negeri kepada para korporasi. Untuk sama-sama mereka reguk keuntungannya dalam rangka memperkaya diri sendiri. Jika sudah demikian, maka sah sudah Indonesia sebagai negara oligarki kapital. Yaitu kelompok individu yang menggunakan kekayaan dalam menentukan kebijakan politik dan memilih pejabat publik (KBBI). 

Sungguh, simbiosis mutualisme diantara penguasa dan pengusaha telah mengkhianati konstitusi. Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 berbunyi: Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun yang mereka lakukan justru mengeruk SDA untuk kepentingan pribadi dan golongan. UU Minerba menjadi legitimasi para kapital individu maupun korporasi untuk menguasai SDA. 

Realisasi pasal 33 ayat 3 UUD 45 ini memang takkan kita dapatkan dalam sistem kapitalisme. Hanya sistem Islam kaffah yang mampu merealisasikannya. Hal ini sejalan dengan hadits Rasul saw.: "Kaum muslim berserikat pada tiga perkara yaitu padang rumput, api dan air" (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits itu menerangkan bahwa ketiga hal tersebut adalah milik umum, haram dimiliki individu atau korporasi. 

Sehingga, untuk mengembalikan SDA pada pemilik sebenarnya, yaitu rakyat, diperlukan perubahan sistem yang fundamental. Yaitu mencabut sistem kapitalisme yang melahirkan kekuasaan oligarki ini dan menggantinya dengan sistem Islam Kaffah. Wallahu a'lam []

Post a Comment

Previous Post Next Post