Perempuan dan Pendidikan: Kesetaraan Gender Ilusi Tanpa Solusi

Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Kesetaraan untuk perempuan tidak bisa dilepaskan dari faktor pendidikan yang dapat membuka wawasan serta pikiran. Pendidikan untuk perempuan telah diperjuangkan sejak lama di Indonesia. Raden Ajeng Kartini menjadi salah satu sosok perempuan yang dikenal gigih dalam memperjuangkan hal itu.

Meskipun terdapat kemajuan dalam pendidikan selama 25 tahun terakhir, kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan masih terjadi di banyak wilayah di seluruh dunia, menurut sebuah laporan yang dirilis pada Rabu (4/3) dari UNICEF, Entitas PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), dan Plan International. (Satuharapan.com, 05/03/20)

Faktor ekonomi dan patriarki seolah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan oleh kaum perempuan. Padahal, menurut psikolog Pendidikan Reky Martha, pendidikan dapat menjadi peluang perempuan menyejahterakan hidupnya. Dengan pendidikan yang tinggi, perempuan dapat memberikan ilmu bagi dirinya dan orang sekitar. Perempuan juga dapat menaikkan derajat hidupnya.

Memandang lebih jauh, diera kapitalistik saat ini perempuan lebih ditekan untuk menjadi mesin penghasil rupiah. Tat kala hal tersebut membuat para perempuan harus sibuk banting tulang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Padahal sejatinya perempuan adalah sosok seorang ibu yang berperan sebagai Al ummu madrasatul ula bagi anak-anaknya dirumah.

Disisi lain masih banyak perempuan dalam sistem kapitalisme saat ini kerap mengalami kekerasan entah didalam rumah atau pun ditempat kerja. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sebanyak 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi sepanjang 2019. Jumlah tersebut naik sebesar 6 persen dari tahun sebelumnya, yakni 406.178 kasus. (Kompas, 06/03/20)

Kasus kekerasan terhadap perempuan yang meningkat setiap tahunnya tengah memberi gambaran bahwasanya sosok-sosok perempuan saat ini yang diharapkan menjadi tenaga pendidik bagi anak-anak mereka dirumah mulai rapuh ketahanannya. Faktanya saat ini sistem kapitalisme menjadikan wanita diluar rumah harus bersaing dengan para pria. Tak bisa dipungkiri, kerasnya kehidupan dalam sistem kapitalisme perempuan diluar rumah harus membanting tulang memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Dari sisnilah kita bisa menilai bahwa penerapan sistem demokrasi kapitalisme, hanya menghasilkan negara dan pemerintah yang gagal melepaskan perempuan dari kemiskinan dan kelaparan, gagal memberikan keamanan dan ketenteraman perempuan, gagal memberikan jaminan pelaksanaan ketaatan agama bagi perempuan, dan gagal mewujudkan kehormatan perempuan.

Padahal pada fitrahnya seorang perempuan yang berperan sebagai seorang ibu dan istri haruslah lebih meluangkan waktunya kepada anak dan suaminya dirumah. Namun kenyataan justru berbicara lain ketika dalam sistem kapitalisme negara tidak menjamin hal tersebut. Lantas bagaimana cara mengentaskan permasalahan kesetaraan gender ini agar perempuan tetap menjadi Al ummu madrasatul ula dirumah dan tetap melayani suaminya?

Islam mampu menjawab tantangan tersebut. Didalam islam sosok wanita sangat dimuliakan dan dihormati kedudukannya. Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, laki-laki dan wanita, masing-masing memiliki peranannya dalam kehidupan sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya. Allah menjadikan laki-laki dan wanita agar saling melengkapi dan menyempurnakan agar tercipta hidup yang tentram dan bahagia. Allah telah menetapkan laki-laki sebagai pemimpin dan pelindung bagi kaum wanita, sekaligus sebagai pencari nafkah untuk keluarga.

Allah SWT berfirman:

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (TQS. An-Nisaa : 34)

Pada fitrahnya wanita telah ditakdirkan untuk menjadi Al Ummu wa rabbah al bayt (ibu dan pengatur rumah tangga) dan merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dari wanita muslimah lah yang nantinya akan melahirkan generasi yang sangat menentukan generasi Islam yang cemerlang dan merupakan faktor penentu dalam kebangkitan Islam. 

Disisi lain Islam telah meletakkan kewajiban nafkah hanya kepada kaum laki-laki saja. Oleh karenanya, ketika syari’at islam diterapkan dalam sebuah negara. Maka, Khalifah sebagai kepala negara akan menjamin lapangan kerja bagi kaum laki-laki seluas-luasnya. Dan menerapkan mekanisme yang jelas apabila masih ada kemiskinan yang menimpa rakyatnya, hingga dipastikan tiap-tiap kepala keluarga mampu memenuhi nafkah bagi keluarganya. 

Oleh karena itu, Islam hadir dan ada sebagai sebuah agama dan syari’at yang penuh rahmat menjadikan perempuan menempati kedudukan mulia yakni sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga. Itulah posisi terbaik bagi wanita, karena Allah Pencipta segenap makhluk sangat mengetahui apa yang terbaik bagi mereka.

Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post