Penyelesaian Covid-19, Antara Produk Manusia dan Produk Ilahi



Oleh : Wardaturrahmi
Aktivis Dakwah Kampus & Member Akademik Menulis Kreatif

Pada akhir 2019 lalu, Dunia dikejutkan dengan munculnya sebuah virus yang diawali dengan meninggalnya ratusan manusia di Wuhan, Cina. Kabar virus ini menjadi berita yang sangat mengerikan bagi penduduk dunia dan hingga kini terus menjadi perbincangan publik. Bagaimana tidak? Sebab, virus ini telah merenggut jutaan nyawa manusia, maka sebuah kewajaran jika terkadang virus ini menjadi sangat menakutkan bagi masyarakat dunia, termasuk Indonesia.

Di Indonesia, penanganan wabah covid-19 menjadi perbincangan semua kalangan, baik dari pihak pemerintah, para cendekiawan, ulama, hingga rakyat kecil. Sebagian masyarakat menginginkan karantina wilayah (lockdown) harus dilakukan oleh pemerintah pusat, mengingat semakin meluasnya wabah ini menjangkiti masyarakat, dan sebagiannya lagi mengatakan tidak harus dilakukan karena pertimbangan ekonomi, kenyamanan, dan lain sebagainya.

Dilansir oleh Katadata.co.id (03/04/20), Menteri Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa cuaca panas membunuh virus corona, “Dari hasil modelling kami, cuaca Indonesia di ekuator yang panas dan kelembaban udara yang tinggi membuat covid-19 tidak kuat hidup” katanya saat melakukan rapat koordinasi. (Kompas.com, 2/4/2020)

Pernyataan Luhut tersebut dibenarkan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwi Karnawati mengatakan, dari kajian sejumlah ahli menyebut terdapat pengaruh cuaca dan iklim terhadap tumbuh kembang virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Rita dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/4), mengatakan BMKG mengkaji variabel tumbuh kembang virus corona dengan cuaca dan iklim bersama 11 doktor meteorologi, klimatologi, matematik, beserta ilmuan kedokteran dan pakar lainnya. “Kajian itu berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran covid-19, hasil kajian menunjukkan adanya indikasi pengaruh cuaca dan iklim dalam mendukung penyebaran covid-19.” Lanjutnya. (Republika.co.id, 04/04/20)

Namun, pada faktanya cuaca dan iklim Indonesia tidak mampu membendung kedatangan virus ini. Hal ini terbukti dengan positifnya ribuan masyarakat Indonesia saat ini. Akankah herd immunity diambil sebagai opsi, sebagaimana diperbincangkan publik saat ini? Mengingat terbatasnya fasilitas kesehatan dalam menangani pasien terjangkit. 

Wabah penyakit akibat infeksi virus akan hilang ketika mayoritas populasi kebal, dan individu terlindungi oleh populasi umum. Dengan begitu virus akan sulit menemukan host atau inang untuk menumpang hidup dan berkembang, kondisi ini yang disebut dengan herd immunity atau kekebalan kelompok. (liputan6.com, Jakarta). Maka, jika tindakan herd immunity ini diambil, artinya Indonesia harus merelakan penduduknya yang terjangkit atau bahkan meninggal dunia sebanyak 75 persen. Seperti yang dikatakan oleh pakar epidemology Universitas Padjajaran (Unpad), Panji Fortuna Hadisoemarto, secara teori, kalau suatu penyakit menular sudah menginfeksi sejumlah tertentu di suatu kelompok masyarakat, otomatis herd immunity terbentuk. Dengan asumsi infeksinya akan menimbulkan kekebalan. Namun, sebelum kekebalan ini terbentuk, mayoritas penduduk masyarakat mesti terinfeksi, virus dibiarkan menginfeksi ke seluruh masyarakat sampai terbentuknya herd immunity. Dengan catatan pemerintah tidak melakukan intervensi apa-apa, termasuk karantina wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). (liputan6.com, 5/4/20)

Maka, jika mencermati upaya yang dilakukan pemerintah saat ini sangatlah minim, di tengah-tengah desakan publik terhadap penyelesaian covid-19 ini. Pemerintah justru tidak satu suara saat menyikapi wabah sejak pertama kali muncul. Dari sebelum Indonesia terjangkit virus ini, pemerintah memang terlihat sangat tidak serius dan menyepelekan keberadaan virus ini. Begitu juga terlihat abai dengan lambannya penanganan saat virus masuk ke dalam negeri. Hal ini mengonfirmasi bahwa pemerintah saat ini cenderung mengambil kebijakan herd immunity dengan mengorbankan nyawa rakyat. Herd Immunity ini tentu sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia sendiri. Bagaimana mungkin harus membiarkan sebagaian besar penduduk indonesia ini terjangkit?

Herd immunity merupakan konsep kapitalisme dalam penanggulangan suatu wabah. Dalam konteks penanganan wabah covid-19 yang hari ini menyerang Indonesia dan seluruh dunia, konsep ini mengharuskan penyakit ini menyebar luas dan membiarkan masyarakat dalam serangan virus yang berbahaya. Tentu dalam hal ini kesehatan dan keselamatan jutaan nyawa yang dipertaruhkan. Jadi, alih-alih menyelesaikan masalah, konsep herd immunity ini justru akan memperpanjang penderitaan umat manusia.

Paradigma kapitalisme sekuler menolak peran agama dalam mengatur kehidupan. Kapitalisme menjadikan solusi bersumber dari akal manusia, sehingga wajar keadaan manusia semakin kacau, kepanikan merajalela di mana-mana. Bagi kapitalisme, mengambil kebijakan lockdown tentu sangat sulit. Hal itu tidak terlepas dari pertimbangan ekonomi yang memperhatikan untung rugi. Padahal nyawa masyarakat jauh lebih berharga dari apa pun, termasuk masalah ekonomi.

Konsep Islam Menghadapi Wabah

Islam sebagai solusi atas persoalan kehidupan, memiliki konsep yang sahih. Dalam menghadapi wabah, negara (khilafah) akan memastikan daerah mana yang perlu ditutup, daerah mana yang perlu diwaspadai, dan daerah mana yang masih dapat aktif seperti biasa. Setelah ada pemetaan wilayah, negara akan menelusuri wilayah sumber kemunculan virus, dan menutup semua akses yang bisa membuat penyebaran penyakit meluas (lockdown). Langkah selanjutnya adalah pemerintah akan menjalankan kewajiban untuk menjamin pelayanan kesehatan masyarakat, mendirikan rumah sakit beserta laboratorium pengecekan dan pengobatan, menjamin ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang memenuhi standar kesehatan untuk para medis. Pemerintah juga akan mengedukasi dan memberikan informasi yang benar terkait virus ini sehingga tidak dianggap remeh. Selain itu, negara juga akan menjamin kebutuhan pokok bagi warga yang terisolir, dan negara akan menjaga akidah umat agar keimanan dan ketakwaan masyarakat tetap terwujud.

Islam sangat sempurna dalam menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada di muka bumi ini. Hal ini karena Islam datang dari ilahi, Sang Pemilik, Pencipta dan Pengatur seluruh alam. Selain hal-hal di atas, Islam juga akan memberi penjagaan agar warga yang terjangkit tidak memasuki daerah yang belum terjangkit. Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw. yang artinya, “Apabila kamu mendengar suatu wabah di suatu wilayah, maka janganlah kamu memasuki wilayah itu, dan apabila kamu berada di suatu wilayah dan terjadi wabah di wilayah itu, maka janganlah kamu keluar dari wilayah itu." (HR. Muslim)

Ini jelas suatu konsep yang sangat manusiawi dan selaras dengan penanggulangan wabah itu sendiri. Bahkan jika diteliti lebih dalam, konsep ini merupakan kunci penanggulangan wabah covid-19 yang menjadi persoalan di Indonesia dan dunia hari ini. Namun penerapannya tentu membutuhkan dukungan dari penerapan syariah Islam secara kafah. Karena konsep yang datang dari Islam ini bukan hanya sekedar teori dalam penanggulangan wabah. Namun, benar-benar sukses dalam penanggulangannya di era peradaban Islam. Sehingga, harusnya menyadarkan kita bahwa hanya konsep yang datangnya dari Islam yang akan mampu menyelesaikan wabah covid-19 yang tengah mengancam kehidupan manusia hari ini. Dan konsep ini hanya akan bisa diterapkan dalam institusi negara Islam yakni Khilafah Islamiyah yang merupakan satu-satunya institusi yang mampu menerapkan konsep-konsep sahih Islam secara kafah.

Wallahua’alam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post