Narapidana Bebas, Beban Rakyat Bertambah

Oleh : Febri Ayu Irawati 
(Penulis dan Aktivis Dakwah Kampus di Makassar)

Beberapa hari ini rakyat Indonesia di hebohkan dengan salah satu kebijakan pemerintah untuk membebaskan ribuan narapidana. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) telah mengeluarkan dan membebaskan 30.432 narapidana dan Anak melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus corona. Data tersebut dirilis per Sabtu (4/4) pukul 14.00 WIB.

"Hingga saat ini yang keluar dan bebas 30.432. Melalui asimilasi 22.412 dan integrasi 8.020 Narapidana dan Anak," ujar Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjen PAS, Rika Aprianti, kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (4/4).

Rika menjelaskan Sumatera Utara menjadi daerah terbanyak yang membebaskan warga binaan dengan jumlah 6.348. Disusul Jawa Timur 2.524, Lampung 2.416, Jawa Tengah 2.003, dan Aceh 1.898. (cnnindonesia.com, 05/04/2020).

Menteri Hukum Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memberikan penjelasan atas kabar menyebut Peraturan Menkuham (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19.
Kemudian mengenai Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kepmenkumham) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 mengatur pelaksanaan tentang pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak melalui asimilasi dan integrasi. (merdeka.com, 05/04/2020). 

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly akan merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan. Jika revisi ini dilakukan maka narapidana kasus korupsi yang berusia di atas 60 tahun bisa dibebaskan. PenelitiPeneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenurrohman atau akrab disapa Zen menilai wacana yang dilontarkan Yasonna tidak tepat. Zen memaparkan beberapa alasannya. Pertama, di bandingkan kasus kriminal lainya, narapidana kasus korupsi jumlahnya tidak banyak. (merdeka.com, 02/04/2020).

Berdalih menyelamatkan napi dari wabah Corona dan penghematan anggaran, pemerintah membebaskan puluhan ribu Napi termasuk Napi koruptor yg berusia lanjut. Mencermati sikap istimewa yang sudah banyak diberikan pada napi koruptor, kebijakan ini justru bisa munculkan masalah baru berupa peluang kriminalitas yang bisa dilakukan mantan napi di tengah kondisi ekonomi yang sedang memburuk. Jelas ini menambah beban rakyat. Belum usai kegelisahan karena wabah Corona yang belum diketahui kapan berakhirnya, kini rakyat harus merasa was-was karena nyawa dan harta mereka pun ikut terancam.

Seharusnya keselamatan  rakyat menjadi prioritas para pejabat berwenang. Namun, anehnya di Indonesia pemerintah dan penegak hukum tampaknya condong kepada kepentingan segelintir orang ketimbang keselamatan rakyatnya. Ini jelas terlihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang kadang merugikan rakyat.  Kebijakan ini menuai kecaman publik. Dianggap pemerintah mencari momen untuk memperbanyak cara melepaskan koruptor dari jerat hukuman. Padahal dari pada mereka ada yang lebih pantas menerima kebijakan ini. Ya, mereka yang fasih menyuarakan dakwah tetapi harus menerima kriminalisasi dari para pejabat negara saat ini, sedangkan hukum itu tumpul ketika berhadapan dengan kroni penguasa. Bukti ketakutan akan tergesernya kursi jabatan ketika rakyat mulai tersadarkan akan tidak adilnya sistem saat ini.

Terlepas dari kebijakan zalim ini, terlihat belum ada upaya pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi wabah Corona, seperti belum adanya kebijakan lockdown,  hingga penanganan penyakit akibat keterbatasan dana, tes diagnostik, dan juga ruang perawatan. Ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Indonesia belum siap menghadapi Covid-19 dan pemerintah masih minim kepeduliannya dengan keselamatan rakyatnya. Kini malah sibuk memberi beban baru kepada rakyat. 

Beginilah potret bobroknya sistem saat ini. Berbeda jauh dengan sistem Islam saat Khalifah memimpin dahulu, dimana mereka menerapkan hukum dengan berlandaskan Al-Qur’an, Sunnah dan juga ijtima' ulama. Dengan adanya sistem sanksi Nizomul Ukubat fil Islam, sangsi akan diberlakukan kepada mereka yang menentang hukum syari'at tanpa memandang bulu, para penegak hukum dalam negara Islam pun tidak main-main dalam menerapkan hukum, sebab mereka takut mengingkari seruan Allah SWT. Seperti firman Allah dalam surah An-nahl ayat 116, yang artinya :

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An-nahl ayat 116).
Wallahu ‘alam bis shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post