Menakar Peran Pemerintah Dalam Penanganan Covid-19

Oleh: Yuni Damayanti
(Pemerhati Sosial Asal Kabupaten Konawe, Sultra)

Belakangan ini jagat sosmed dihebohkan dengan vidio viral kedatangan  49 WNA asal Cina di Bandara Haluoleo Kendari. Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam membenarkan terkait kedatangan WNA tersebut. Merdisyam menyebut mereka merupakan tenaga kerja asing dari perusahaan tambang. Merdisyam menyebut puluhan TKA itu bukan dari Cina, melainkan dari Jakarta. Beliau mengatakan mereka dari Jakarta dalam rangka memperpanjang visa (Detik.com, 15/03/2020).

Adapun warga penyebar video puluhan tenaga kerja asing (TKA) China yang baru datang di Bandara Haluoleo Kendari yang viral di media sosial itu, ditangkap Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (16/3/2020).

Dialah HD (39) warga asal Desa Onewila, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Usai ditangkap, HD menyampaikan permohonan maafnya atas video viral dengan durasi 58 detik. HD saat membuat rekaman tersebut mengomentari bahwa satu pesawat corona semua. Dia pun mengatakan bahwa itu ia ucapkan secara spontan dan hanya untuk main-main. 

Ia melanjutkan, bahwa hal tersebut tidak benar, TKA negara tirai bambu itu bukan datang dari China tapi mereka baru pulang dari Jakarta habis mengurus visa di Jakarta. Ia pun mengakui kesalahan yang diperbuat (Zonasultra, 16/03/2020).

Ternyata masalah belum selesai, pernyataan Kapolda Sultra diralat oleh kepala Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tenggara Sofyan. Sofyan mengatakan mereka memang dari Cina dan memang berstatus Tenaga Kerja Asing (TKA) baru. Pernyataan Sofyan dipertegas oleh Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi Arvin Gumilang. Dalam keterangan tertulis pada Selasa (17/3/2020), Arvin menyebut 49 TKA terbang dari Jakarta menggunakan Garuda Indonesia dengan kode penerbangan GA-696 dan sampai di Kendari pukul 8 malam. Mereka berasal dari Provinsi Henan, Hebei, Jiangsu, Shaanxi, Jilin dan Anhui.

Arvin mengatakan bahwa mereka memiliki dokumen perjalanan yang sah dan masih berlaku, yaitu visa kunjungan satu kali perjalanan (B211) yang berlaku 60 hari, diterbitkan pada 14 Januari 2020 di KBRI Beijing untuk TKA yang akan uji coba kemampuan bekerja. Mereka dipekerjakan oleh PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNI) yang beroperasi di Morosi, Kabupaten Konawe. 

Para TKA ini bisa datang ke Jakarta karena tidak terbang langsung dari Cina, melainkan dari Thailand. Penerbangan dari ke Cina sudah resmi dihentikan per 5 Februari, dalam rangka mengantisipasi penyebaran Corona. Mereka ada di Thailand sejak 29 Februari 2020, berdasarkan cap tanda masuk imigrasi setempat.

Di Thailand pula mereka dikarantina sampai 15 Maret dan mendapat surat keterangan sehat. Di Bandara Soekarno-Hatta, mereka kembali diperiksa oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). Arvin pun megatakan bahwa KKP telah menerbitkan surat rekomendasi berupa kartu kewaspadaan kesehatan pada setiap orang tersebut. Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pemberian Visa dan Izin Tinggal dalam Upaya Mencegah Masuknya Corona, semestinya 49 TKA ini dikarantina selama 14 hari terlebih dulu. Namun Karantina baru dilakukan di tempat mereka bekerja.

Masalah lainnya muncul setelah pengawas ketenagakerjaan setempat melakukan pemeriksaan ke perusahaan. Staf Khusus Menaker, Dita Indah Sari, mengatakan lewat Twitter bahwa menurut pengawas, 49 warga Cina ini bisa dibilang ilegal karena tidak memiliki izin kerja. Mereka hanya mengantongi visa kunjungan. Ia juga mengatakan bahwa WNA di lokasi kerja, tanpa visa kerja, jelas menyalahi aturan. Atas dasar itu Dita bilang 49 TKA ini diperintahkan untuk meninggalkan lokasi perusahaan pada 17 Maret malam. Dita juga mengatakan setelah meninggalkan lokasi, mereka harus dikarantina dengan benar. Sementara itu, perusahaan yang mempekerjakan mereka terancam dipidana karena menyalahi aturan (Tirto.id, 19/03/2020).

Ada yang aneh dengan penegak hukum kita, melakukan kesalahan dalam menyampaikan informasi penting kepada masyarakat. Padahal di Indonesia sekarang sedang masif penyebaran Covid-19, ini menimbulkan kesan kurang hati-hatinya penegak hukum dalam melakukan pemeriksaan terhadap kedatangan TKA atau justru menutup-nutupi kejadian ini. Jika saja  pernyataanya tidak diralat oleh  kepala Kanwil Kemenkumham Sulawesi Tenggara, maka rakyat yang menyebar vidio pun akan dipenjara karena tuduhan hoax.

Kedatangan 49 TKA dari China ini tentunya melukai hati masyarakat Indonesia khususnya sulawesi tenggara. Covid-19 berasal dari Wuhan Cina, meski sudah sekitar empat bulan berlalu, akhir Desember 2019  hingga hari jumat 20 Maret, namun belum ada tanda-tanda wabah Covid-19 berakhir. Bahkan pemerintah terlihat enggan menutup penerbangan luar negeri.

Seharusnya keselamatan  rakyat menjadi prioritas para pejabat berwenang. Namun, anehnya di Indonesia pemerintah dan penegak hukum tampaknya condong kepada kepentingan asing. Ini jelas terlihat dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang kadang merugikan rakyat.  Mungkinkah tumpukan hutang yang menggunung kepada pemerintah China membuat lidah mereka kelu untuk membela rakyatnya? 

Pun belum ada upaya pencegahan yang dilakukan, seperti belum adanya kebijakan lockdwon,  hingga penanganan penyakit akibat keterbatasan dana, tes diagnostik, demikian juga ruang perawatan. Ini sudah cukup menjadi bukti bahwa Indonesia belum siap menghadapi Covid-19 dan pemerintah masih minim kepeduliannya dengan keselamatan rakyatnya. Mirisnya muncul beberapa pernyataan dari pejabat negara yang mengatakan bahwa Covid-19 tidak mematikan jadi tidak perlu khawatir cukup jaga imunitas tubuh. 

Padahal dalam sejarah, wabah penyakit menular sudah terjadi pada masa Rasulullah saw. Wabah tersebut adalah kusta yang menular dan mematikan dan belum ada obatnya. Untuk mengatasi wabah tersebut salah satu upaya Rasulullah adalah dengan menerapkan karantina atau isolasi terhadap penderita. Ketika itu Rasul memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat para penderita kusta tersebut. 

Karena itu, sesungguhnya metode karantina telah diterapkan sejak zaman Rasulullah untuk mencegah wabah penyakit menular menjalar ke wilayah lain. Untuk memastikan perintah tersebut dilaksanakan, Rasul membangun tembok di sekitar daerah wabah.

Rasulullah juga pernah memperingatkan umatnya untuk jangan mendekati wilayah yang sedang terkena wabah. Sebaliknya, jika sedang berada di tempat yang terkena wabah, mereka dilarang untuk keluar. Beliau bersabda, “Jika kalian mendengar wabah terjadi di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut. Sebaliknya jika wabah itu terjadi di tempat kalian tinggal, janganlah kalian meninggalkan tempat itu” (HR. Al-Bukhari).

Dari hadis tersebut, maka negara Khilafah akan menerapkan kebijakan karantina dan isolasi khusus yang jauh dari pemukiman penduduk apabila terjadi wabah penyakit menular. Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail. Lalu dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Selama isolasi, diberikan petugas medis yang mumpuni dan mampu memberikan pengobatan yang tepat kepada penderita. Petugas isolasi diberikan pengamanan khusus agar tidak ikut tertular. 

Pemerintah pusat tetap memberikan pasokan bahan makanan kepada masyarakat yang terisolasi. Umat Islam terdahulu mengembangkan ikhtiar, baru mengatasi Pandemi, yakni vaksinasi. Cikal bakal vaksinasi itu dari dokter-dokter muslim zaman Khilafah Utsmani, bahkan mungkin sudah dirintis di zaman Abbasiyah.

Oleh karena itu, sebagai muslim kita harus waspada dan optimis. Waspada, bahwa virus corona ini bisa juga menyebar ke daerah mana saja yang lambat dalam mengantisipasi. Namun juga optimis bahwa untuk setiap penyakit, Allah pasti juga menurunkan obatnya. Dengan demikian negara akan mengintensifkan upaya menemukan vaksin Corona agar wabah ini tidak banyak menelan korban dan segera berakhir. Wallahu a’lam bi ash-shawab. 

Post a Comment

Previous Post Next Post