Lingkungan Terjaga dengan Ajaran Islam

By : Ummu Maryam
Ibu Rumah Tangga

Ingatkah kita pada momen peringatan Hari Air Dunia? Saat sidang PBB ke-47 di Rio De Janeiro, Brazil dibuatlah kesepakatan bahwa tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Dunia dan mulai diperingati pada tahun 1993. Tujuan diperingatinya Hari Air Sedunia ini adalah untuk memberi dukungan dalam konservasi air dengan cara mengurangi penggunaan air kran secara berlebihan. PBB pun gencar mensosialisasikan acara ini lewat kegiatan nyata yang mereka adakan.

Namun sayang, di saat kita seharusnya melakukan upaya positif untuk melestarikan sumber air, hal sebaliknya malah terjadi di Kecamatan Cileunyi, Kabupaten Bandung. Pada hari Selasa 17 Maret 2020  Satgas Citarum Harum Sektor 21 melalui Subsektor 02 Cileunyi yang dibantu warga menemukan pabrik yang membuang limbah cair ke anak sungai Cikeruh.

Begitu menerima informasi ini, Satgas Subsektor 02 Cileunyi, Serma Bernardo Cavio segera melapor kepada Dansektor 21 Kol. Inf. Yusep Sudrajat yang saat itu pula Rabu (18/3-2020) memerintahkan penutupan saluran pembuangan limbah pabrik tersebut.

Usut punya usut, pembuangan limbah cair itu diakui perwakilan pabrik disebabkan oleh faktor kebocoran dan kelalaian dari karyawan. Limbah yang terbuang itu berupa CuCl (tembaga klorida) yang  mencapai 3-4 kubik yang pada akhirnya harus dikelola oleh pabrik tersebut.
Jika kita amati kasus pembuangan limbah pabrik ke sungai bukanlah sesuatu hal yang baru terjadi. Kasus ini sudah menjadi masalah lingkungan yang kerap berulang dan belum ada penyelesaian tuntasnya. Masalah yang seringkali jadi alasan para pelaku dari pembuangan limbah ke sungai ini adalah karena biaya pengolahan limbah yang mahal. 

Memang, di era kapitalis saat ini pemilik perusahaan memiliki beban biaya yang banyak, mulai dari modal, gaji karyawan, pajak, distribusi sampai pada pengelolaan limbah sebelum dibuang. Selain itu, prinsip ekonomi yang berbunyi  "Modal sekecil-kecilnya, hasil sebesar-besarnya" membuat sebagian pengusaha nakal melakukan segala cara untuk menekan biaya yang harus mereka keluarkan. Termasuk dengan membuang limbah yang mereka hasilkan tanpa mengolahnya terlebih dahulu.
Alhasil air sungai menjadi kotor, bau, bahkan sampai beracun karena tercampur zat kimia berbahaya. Air yang tercemar ini akan menyebabkan ikan dan makhluk hidup di dalamnya sulit bertahan hidup. Kalaupun bisa bertahan, ikan dan makhluk hidup sungai itu akan tercemar dan tidak bisa dimanfaatkan manusia. 

Air sungai juga menjadi salah satu sumber air untuk manusia. Air yang tercemar berpotensi menyebabkan keluhan kesehatan seperti kolera, diare, hepatitis A, disentri, trachoma dan penyakit lainnya. Apabila sungai yang tercemar dibiarkan terus menerus maka manusia akan mengalami krisis air bersih. Hal ini tentunya akan berdampak pada eksistensi kehidupan manusia di bumi ini.

Pemerintah saat ini telah menyadari akan bahaya pencemaran lingkungan pada kelangsungan hidup rakyatnya. Maka dari itu pemerintah membuat aturan setiap perusahaan yang memiliki limbah cair harus memiliki sistem instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) dan membuat undang-undang yang khusus menangani masalah pencemaran lingkungan. Namun aturan itu masih belum bisa membuat jera para pelaku, terbukti dengan masih sangat banyak perusahaan yang melakukan pelanggaran.

Upaya sosialisasi pun terus dilakukan pemerintah dalam memberikan kesadaran pada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Namun yang terjadi masyarakat yang paham itu bukanlan para pemilik usaha melainkan para pegiat lingkungan. Jadi di saat pengusaha nakal merusak lingkungan dengan membuang limbah sembarangan, para pegiat lingkunganlah yang bertugas untuk membereskannya. Inilah salah satu akibat dari diterapkannya  sistem kapitalisme. Masalah umat diserahkan kepada masing-masing individu, mencari solusi sendiri dan mengatasi sendiri. Birokrasi rumit serta komunikasi juga menjadi kendala interaksi antara pemimpin dan rakyat. Oleh sebab itu, mengharap perhatian dan sikap tegas pemerintah sulit terealisasi secara cepat dalam situasi kapitalisme.

Berbeda dalam suasana  Islam. Aturan negara yang bersumber dari syara' (Allah dan nabiNya) punya solusi tuntas yang bersifat preventif, lengkap dan efektif untuk menangani pencemaran tersebut dengan tiga solusi.

Pertama, Islam melarang umatnya untuk berbuat kerusakan di muka bumi, sebagaimana tertulis dalam al- Qur'an yang artinya : 
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)."  [QS ar-Rûm  (30): 41] .

Kedua, beban biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan relatif kecil karena biaya kesehatan para karyawan sudah ditanggung pemerintah, pajak juga tidak selalu diberlakukan selama keadaan kas baitul mal (pos harta) aman, belum lagi pemerintah akan membantu para pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya. Seperti yang diceritakan pada kisah Rasulullah saw. yang membantu seorang laki-laki Anshar yang mengemis. Rasulullah tidak mencela ataupun memarahi, justru beliau membantu pengemis tersebut sampai memiliki uang untuk mencukupi kebutuhannya dan bisa memiliki pekerjaan sebagai pencari kayu bakar. Sungguh Rasulullah saw. adalah teladan terbaik.

Ketiga, masalah pelestarian air sungai berkaitan erat dengan ketersediaan air bersih yang merupakan kebutuhan khalayak ramai. Oleh karena itu, dalan Islam pengurusannya adalah tugas negara. Negara akan menjamin kelestarian air sungai itu sebagaimana yang dicontohkan oleh khalifah-khalifah terdahulu serta menindak tegas oknum perusahaan yang membuang limbah hasil produksi mereka ke sungai dengan hukuman yang menjerakan (kapok).

Dengan demikian, untuk menyelesaikan persoalan pencemaran lingkungan bukan hanya tugas dari individu, dan masyarakat saja melainkan butuh bantuan dan ketegasan dari pemerintah. Sayangnya, pemerintahan yang akan mampu memberikan solusi tepat dan tuntas untuk masalah pencemaran ini hanyalah pemerintah yang mau  menerapkan syariat Islam, yakni Daulah Khilafah Islamiyah. 

Jadi marilah kita ikut andil dalam usaha untuk mewujudkannya, agar kita bisa merasakan hidup dalan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur.
Wallahu a'lam

Post a Comment

Previous Post Next Post