Layakkah Asimilasi Ditengah Wabah Corona?

Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Pengamat Hukum Tata Negara Sulawesi Tenggara, Dr La Ode Muhammad Bariun, khawatir narapidana kembali berulah setelah dibebaskan dari penjara melalui program asimilasi dan integrasi ditengah wabah virus corona. (DetikSultra.com, 15/04/20)

Bariun pun menegaskan tak ingin suasana keamanan dan ketertiban di daerah Sultra terusik seperti beberapa provinsi lain di Indonesia, lantaran munculnya aksi kejahatan yang dalangnya ternyata adalah narapidana yang bebas dari penjara.

Hal ini memang terbukti adanya semenjak diberlakukannya asimilasi maret lalu. Sebagaimana diketahui, Kemenkumham menerbitkan peraturan asimilasi dan integrase bagi Napi dalam Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Covid-19. Pada tanggal 30/3/2020.

Akibatnya, Sebanyak 12 narapidana yang keluar melalui program asimilasi saat pandemi Virus Corona atau Covid-19 dikembalikan lagi ke penjara dan ditempatkan di sel pengasingan lantaran membuat ulah.( Cnnindonesia.com, 15/04/20)

Wajarlah bila kebijakam yang diambil oleh kemenkuham tersebut menuai pro dan kontra. Disamping itu, tingginya aksi kejahatan, masyarakatpun akan jadi dilema. Disatu sisi memikirkan semakin ganasnya penyebaran wabah corona, disisi lain khawatir aksi kejahatan karena banyaknya narapidana yang lepas penjara.

Wabah Corona yang mulai masuk di Indonesia sejak awal bulan Maret 2020 memberikan dampak yang luar biasa terhadap sistem pemerintahan, perekonomian, dan beberapa sektor lainnya. Hal tersebut memaksa pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan sebagai imbas dari wabah Covid-19 ini. Salah satu kebijakan yang baru saja dikeluarkan pemerintah yaitu pemberian asimilasi dan hak integrasi kepada narapidana dan anak berdasarkan Peraturan Menkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integritas Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Akibatnya, masyarakat yang tak hanya was-was terhadap penyebaran covid-19 kini justru harus merasa resah akibat ulah eks narapidana yang melakukan kejahatan berulang. Padahal jika difikir secara mendalam, pencegahan covid-19 justru lebih efektif jika dibandingkan dengan pemberian asimilisasi dan integritas. Pencegahan covid-19 didalam penjara semestinya bisa dilakukan dengan membatasi para  pengunjung, mensterilisasikan seluruh area penjara serta memberikan edukasi kepada para napi untuk menjaga kebersihan.

Namun akibat kebijakan yang tidak rasional tersebut kini pemerintah tak hanya sibuk dengan wabah virus corona. Pemerintah pun harus sibuk mengamankan para eks napi yang diberi asimilasi. Dengan kebijakan asimilasi yang diberikan pemerintah , lalu mengapa para napi tersebut kembali berulah ketika kembali ke tengah masyarakat?

Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono menjelaskan, setidaknya ada 4 kemungkinan mengapa mereka kembali berulah: pertama, tidak ada efek jera. Kedua, minim persiapan. Ketiga, tidak punya pekerjaan dan tabungan. Dan keempat, bawaan atau sifat yang sudah melekat.

Tetapi perlu diketahui pula bahwa kemungkinan diatas merupakan akibat dari ketidak becusan negara dalam mengurus masyarakat. Terlebih bagi mereka yang sudah melekat dengan tindak kriminal. Jika saja negara memberlakukan hukuman yang pantas dan layak, yang mampu memberi efek jera tentu saja aksi-aksi kriminalitas yang terjadi ditengah-tengah masyarakat tidak akan terjadi. Misalnya pula ketika negara mampu menjamin kebutuhan hidup selama pandemi covid-19 bagi eks narapidan yang diberi asimilasi dan integritas. 

Namun pada faktanya, negara justru mengabaikan perannya dalam mengurus, membina dan mensejahterakan rakyatnya. Sehingga wajar bila para eks narapidana tersebut  melakukan hal serupa karena disamping itu kurangnya keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Ini pula yang menjadi pertanyaan, layakkah asimilasi eks narapadana ditengah wabah corona saat ini? Jawabannya telah teruraikan diatas.

Maka bagaimana islam menyikapi hal tersebut?

Dalam sistem Demokrasi yang sejak kelahirannya memberikan peluang atas segala tindak kriminalitas. Sistem ini menjadikan kebebasan sebagai landasan kehidupan. Padahal kebebasan inilah yang menjadi pangkal segala tindak kejahatan. Orang ‘nakal’ mungkin berpikir bebas membunuh, bebas menjual barang haram, bebas memperkosa, bebas merampok, bebas mencuri, dan bebas melakukan segalanya.

Dalam kitab Ad Dhimuqrathiyyah Nizham Kufrin, Syekh Abdul Qadim Zallum –rahimahullah– mengungkapkan ada empat prinsip kebebasan yang dianut oleh sistem Demokrasi. Yakni, kebebasan berakidah (beragama), kebebasan berpendapat (kebebasan berbicara), kebebasan dalam kepemilikan (kebebasan dalam ekonomi), dan kebebasan dalam berperilaku (hurriyatu asy syakhshiyyah). Dalam perkara tindak kriminal ini, adalah prinsip kebebasan dalam berperilaku dan berekonomi menjadi faktor yang paling menonjol dan menumbuh-suburkan tindak kriminalitas.

Maka tak heran bila tindak kriminal saat ini sudah menjadi kebiasaan yang kerap kita saksikan ditengah-tengah masyarakat. Terlebih lagi tiadanya payung hukum yang mampu memberikan efek jera tersebut. Beda halnya denga islam, dimana seluruh prilaku manusia terikat dengan hukum syara maka dari sinilah ia akan merasa takut ketika melakukan kejahatan. Keimanan dan ketakwaanlah yang menjadikan manusia patuh dan tunduk terhadap Allah SWT.

Kesempurnaan islam dengan segala aturannya, yang mana ketika seseorang melakukan pencurian maka hukumannya pun dengan di qishos (potong tangan).

Dalam QS Al-Maidah ayat 38, Allah SWT berfirman: “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Begitu halnya dengan perzinahan maka akan dikenai hukuman cambuk atau dirajam. Hebatnya islam dalam mementukan hukuman bagi tindak kriminal tentu akan mampu memberikan efek jera kepada si pelaku. Sehingga ketika kebijakan asimilasi diberikan maka akan menutup kemungkinan kejahatan itu tidak akan dilakukan kembali. Dan hal ini pun akan memberikan rasa nyaman ditengah-tengah masyarakat.

Maka dari itu betapa pentingnya untuk menerapkan aturan islam saat ini secara menyeluruh. Disamping menutup semua kejahatan yang muncul, islam juga mampu memberikan rasa nyaman. Hal yang sangay berbanding terbalik dengan aturan yang ada dalam sistem demokrasi sekulerisme.

Wallahu A'lam Bishshowab

Post a Comment

Previous Post Next Post