Kriminalitas Booming Usai Pembebasan Napi

Oleh : Lisa Angriani S.Pd 
(Pemerhati Sosial)
Moramo, Sulawesi Tenggara

Belum cukup sebulan kebijakan pemerintah untuk mengeluarkan para napi,  kini banyak menuai kritik dari luar atas kebijakan yang dikeluarkan Kemenkumham. Bagaimana tidak, ulah yang meresahkan masyarakat terulang yang dilakukan oleh para mantan napi yang baru saja menghirup udara bebas di luar jeruji besi.
Program asimilasi dan integritas Kemenkumham yang melepas ribuan napi  karena wabah COVID-19 mendapat sorotan. Pasalnya, sejumlah napi di berbagai daerah kembali ditangkap karena melakukan aksi kejahatan lagi. Minggu 12 April, https://news.detik.com
Sejak keputusan menteri diterbitkan pada 30 Maret tentang pembebasan napi,  hingga kini sudah 35 ribu lebih narapidana yang bebas dengan program asimilasi dan integritas sesuai kebijakan yang dikeluarkan Kemenkumham. Meski demikian, pembebasan besar-besaran tersebut menimbulkan kekhawatiran ditengah masyarakat, sebab napi yang dibebaskan dikhawatirkan kembali berbuat kejahatan.
Benar saja, terdapat napi yang kembali ditangkap karena berbuat kriminalitas. Padahal,Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) mewajibkan napi yang dibebaskan agar menjalani asimilasi di rumah. 
Seperti di Bali, pria berinisial I umur 29 tahun, yang dibebaskan pada 2 April, ia kembali ditangkap pada 7 April karena terbukti kembali menerima ganja seberat 2 kilogram. Kemudian di daerah Sulawesi Selatan, seorang pria berinisial RH harus kembali mendekam dalam jeruji besi karena tertangkap hendak mencuri disalah satu rumah warga. Selanjutnya di Blitar, seorang pria berinisial MS ditangkap dan diamuk massa hingga babak belur setelah kedapatan mencuri motor seorang warga. MS dibebaskan pada 3 April kemudian ditangkap kembali pada 6 April.https://kumparan.com
Alih-alih solusi yang diberikandengan pembebasan napi, justru wajah buruk yang ditampilkan, KeputusanKemenkumham mengeluarkan kebijakan untuk membebaskan para napi demi alasan untuk memperlambat penyebaran virus corona, ternyata bukanlah keputusan yang tepat. Sebab, pemerintah tidak benar-benar siap saat harus mengeluarkan ribuan napi. Hal ini dilihat dari tidak adanya persiapan sejumlah perangkat regulasi untuk mengeliminasi dampak kebijakan percepatan pembebasan napi.
Menjadi bukti kegagalan pembinaan napi di lembaga pemasyarakatan dan ketidakmampuan memberi rasa aman pada publik.Sehingga menciptakan ketakutan yang berlebih pada masyarakat dengan kebijakan yang dikeluarkan Kemenkumham. Tidak terciptanya suatu keamanan pada diri setiap masyarakat berarti sistem pemidanaan telah  gagal. Padahal, pemidanaan dilakukan dalam rangka membuat efek jera pada pelaku pidana agar tidak kembali melakukan kejahatan.
Kejahatan yang kembali dilakukan oleh para mantan narapidana bukan tanpa alasan sehingga mereka kembali melakukan kejatahan, melainkan belum tersedianya sistem kontrol yang disiapkan oleh lapas atau rutan, dalam mengawasi para narapidana yang dibebaskan.
          
Kemudian kondisi ekonomi yang sulit di tengah wabah virus corona, membuat sejumlah para mantan narapidana kembali nekat berulah, sehingga masyarakat menjadi korban atas aksi mereka yang meresahkan. Seperti paket komplit dalam satu pesanan makanan yang disajikan.Belum terselesainya satu masalah yang menggerogoti tubuh masyarakat Indonesia, kini kembali dituangkan masalah baru atas pembebasan narapidana.
Lagi-lagi kegagalan untuk memenangkan wajah pemerintah pada masyarakat bernilai nol atau sangat memprihatinkan atas kinerja yang ditampilkan. Saat masyarakat membutuhkan perlindungan atau perisai dari negara yang didiami, pemerintah gagal memberikan rasa aman. Belum juga mendapatkan solusi dari persoalan virus corona, masyarakat harus kembali menjadi korban atas aksi kriminalitas para mantan narapidana.

Islam dan Keagungannya Menjaga Kesejahteraan Rakyat
Sungguh imam (khalifah) itu laksana perisai, orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung dari musuh dengan kekuasaanya (HR al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’I, Abu Dawud dan Ahmad). 

Menggambarkan betapa berat dan besarnya pengaruh yang dihasilkan penguasa untuk rakyatnya. Baik dan buruknya suatu negeri dan rakyat di dalamnya tergantung dengan pemikiran dan sistem apa yang dibawa dan diterapkan di negara tersebut.

Jika landasan negara adalah akidah Islam dan hukum-hukumnya, sistem yang diterapkan adalah syariat Islam, maka rakyat akan merasakan keadilan dan kesejahteraan. Umat akan meraih kejayaannya. Sebab,  pelaksana negara semata-mata menjalankan amanah dari Allah tanpa ada kepentingan tertentu. Dengan demikian, kejujuran, menepati janji, tolong menolong akan terealisasi dengan sempurna saat hukum syara dijalankan dalam naungan sebuah negara.
Berbeda halnya dengan sistem sekuler, sistem sanksi dalam Islammemiliki bentuk hukuman yang menjerakan. Misalnya,  potong tangan bagi pencuri, qishas bagi pembunuhan yang disengaja, rajam bagi pezina, dan lain sebagainya. Gambaran umum bagaimana Islam menanggulangi masalah kebijakan yang tidak menguntungkan sebagian pihak karena merujuk pada hukum syariat. Islam mengatasi masalah tanpa menghadirkan masalah baru.Sebagaimana Islam menjaga tubuh manusia dengan makan, minum dan tingkah lakunya.Sehingga, kemungkinan masuknya masalah ke dalam negeri Islam sangat kecil.

Begitupula saat wabah dan bala hadir ditengah sistem pemerintahan Islam. Kebijakan yang dikeluarkan senantiasa melihat pada apa yang dibutuhkan masyarakat dan mencari solusi dari setiap masalah yang dihadapi negara. Masyarakat akan terjamin kehidupannya tanpa ada rasa takut yang menghantui mereka. 
Wallahua'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post