Kesetaraan Gender atas Kekerasan pada Perempuan hanya Angan Semata



Oleh : Elfia Prihastuti
Praktisi Pendidikan dan Member AMK

Berbicara tentang kekerasan pada perempuan, bukanlah hal yang asing lagi bagi kita. Seringkali kita dapati di banyak media sosial, berita kekerasan pada perempuan. Berita pemerkosaan, pelecehan seksual, KDRT dan yang lainnya. Kasus-kasus semacam ini dari waktu ke waktu semakin bertambah. 

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan terjadi kenaikan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2019. Sepanjang tahun kemarin, terjadi 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan, meningkat enam persen dari tahun sebelumnya sebanyak 406.178 kasus. 

Kekerasan seksual masih menjadi bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi di ruang publik dan komunitas. Dari 3.062 kasus, 58 persen di antaranya merupakan kekerasan seksual. Yakni pencabulan (531 kasus), perkosaan (715 kasus), dan pelecehan seksual (520 kasus). Kemudian persetubuhan (176 kasus), sedangkan sisanya percobaan perkosaan dan persetubuhan. Belum lagi kasus yang terjadi di ruang privat, seperti KDRT dan Incess.

Feminisme mencoba menjadi pahlawan yang berusaha menyelamatkan perempuan dari permasalahan yang membelenggu mereka. Termasuk masalah kekerasan terhadap perempuan dengan program-program kesetaraan gendernya. Walhasil, alih-alih menuntaskan masalah, yang ada  menjadikan persoalan makin runyam.

Feminisme merupakan sebuah gerakan yang berangkat dari sudut pandang bahwa perempuan dalam kancah percaturan masyarakat, negara dan dunia mendapat perlakuan diskriminatif akibat berkembangnya budaya patriarki. Sehingga mereka menganggap bahwa ini sebuah ketidakadilan yang layak diperjuangkan.

Maka wajar jika semua lini kehidupan mereka masuki, untuk mendudukan perempuan agar berjalan bersama-sama kaum laki-laki. Bidang ekonomi, politik, sosial, pendidikan dan yang lainnya. Dan kaum feminis pun tak pernah kehilangan cara untuk memaksakan programnya. Melalui konvensi, lobi-lobi PBB sampai menyelinap pada undang-undang. 

Misalnya, keberhasilan dari program kesetaraan gender diukur oleh angka Gender Inequality Index (GII) atau Indeks Ketimpangan Gender (IKG). Program-program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Development Programme (UNDP), dalam laporannya bertajuk Human Development Report 2019, mencatat Gender Inequality Index (GII) atau Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia berada di angka 0.451 poin. Angka ini merupakan angka tertinggi keempat di Asean. Seiring dengan capaian IKG,  kampaye kesetaraan dan  kampanye anti kekerasan  terus dilakukan.

Di Gorontalo, pada pekan kedua di akhir tahun 2019, digelar SDGs Week, bertema “Sustainable life for women and children”. Kegiatan ini merupakan kampanye dalam mewujudkan kehidupan berkelanjutan untuk perempuan dan anak. Salah satu kegiatannya adalah kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence). Yang merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. 

Seperti yang dilakukan oleh Rutger WPF, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat yang memperjuangkan keseteraan gender. Salah satu programnya adalah meningkatkan kesehatan perempuan dengan turut menggunakan perspektif kekerasan sebagai pendukung untuk menganalisa permasalahan dan dicarikan jalan keluarnya.

Rutger WPF berusaha mendorong penghapusan kekerasan dan mewujudkan kesetaraan gender di dua ranah, yakni pertama, mendukung pembentukan dan implementasi kebijakan pemerintah yang terkait kesetaraan gender; aturan untuk melarang kekerasan dalam rumah tangga; aturan yang melindungi anak dari kegiatan yang merugikan atau menyakiti anak; aturan yang melarang pelecehan seksual, pemerkosaan dan tindak kejahatan seksual lainnya. Kedua, di ranah masyarakat dengan menyebarkan kesadaran mengenai pentingnya penghapusan kekerasan melalui pendidikan publik, kampanye, pelibatan kelompok ayah hingga remaja laki-laki. 

Namun sejatinya, kekerasan dan kejahatan pada perempuan tidak bisa diatasi hanya dengan mensosialisasikan program demi program atau menggelontorkan undang-undang demi undang-undang.

Sesungguhnya permasalahan itu muncul dari lingkar mekanisme sistem yang diterapkan. Feminisme yang merupakan salah satu partner sistem kapitalisme sekuler yang menihilkan penghormatan pada perempuan sangat mustahil akan mampu menyelesaikan persoalan perempuan. Lihat bagaimana tubuh dan kecantikan perempuan dieksploitasi demi kepentingan materi semata. Perhatikan bagaimana perempuan digiring keluar rumah demi berputarnya roda perekonomian. Saksikan bagaimana pornografi dan porno aksi diumbar guna memenuhi syahwat semata.

Semua aktivitas tersebut, amatlah rentan bagi perempuan memperoleh perlakuan yang tidak nyaman juga keamanan mereka tak ada yang bisa menjamin. Layak jika permasalahan demi permasalahan tak kunjung mendapat penyelesaian. Demikianlah, pada akhirnya kasus demi kasus kekerasan pada perempuan akan terus berulang. Karena sistem kapitalisme tidak menganggap bahwa perempuan adalah sosok yang perlu dijaga dan dilindungi.

Hal ini tentu berbeda dengan sistem Islam yang menempatkan perempuan sebagai sesuatu yang amat berharga. Maka dengan segenap aturannya, Islam mampu memposisikan perempuan sebagai sosok yang perlu dijaga dan dilindungi. Sebagai insan yang mulia.

Islam dengan segenap syari'atnya telah menempatkan laki-laki sebagai penjaga dan pelindung bagi perempuan bukan sebagai pesaing. Sebagaimana firman Allah Swt.:

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا 

Artinya : "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (QS. an-Nisa' : 34)

Dari ayat di atas, jelas bahwa Islam menempatkan perempuan pada posisi mulia. Tidak memiliki kewajiban untuk mencari nafkah, tetapi juga tidak dilarang untuk hal tersebut. Mereka juga boleh berkiprah di masyarakat asal tidak menyalahi syariat. Islam pun meninggikan derajat perempuan dengan perannya sebagai Ummu warabbatul bait. Allah Swt. berfirman yang artinya:

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Baqarah : 233)

Disamping itu, Islam  melarang perempuan untuk menjadi komoditas. Juga akan memberi sanksi yang tegas terhadap kekerasan pada perempuan. Tentu perlindungan bagi perempuan seperti ini tidak akan didapati pada sistem kapitalisme sekuler. Hal tersebut hanya ada pada negara yang menerapkan Islam kafah.

Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post