Cara Islam Menguatkan Ekspor Dan Mengurangi Ketergantungan


Goresan Pena Abu Mush'ab Al Fatih Bala
(Penulis Nasional Dan Pemerhati Politik Asal NTT)

Dua hari yang lalu muncul di media berita protes jamu impor yang masuk ke Indonesia. Protes itu dilayangkan oleh Dwi Ranny Pertiwi Zarman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dalan rapat dengar pendapat virtual Komisi VI DPR RI, Senin (27/4/2020).

"Saya melihat ada Satgas DPR RI impor jamu dari luar secara besar. Saya orang Indonesia Ketua GP Jamu, saya keberatan dengan hal ini. Yang saya tahu formula yang ada di jamu impor yang diberikan Satgas DPR RI kami juga bisa membuat." Ujar Ranny (Tirto.id,27/4). Ia juga mendapati dalam jamu impor itu ada kandungan yang dilarang di Indonesia.

Jamu yang merupakan produk asli harian Indonesia sudah sangat terkenal dan sering diperjualbelikan oleh pedagang asal Jawa. Ternyata harus bersaing dengan jamu impor.

Sangat disayangkan jika  impor tetap dilakukan padahal ada barangnya melimpah ruah dalam suatu negeri. Selain jamu Indonesia pernah mengimpor garam padahal panjang pantai di Indonesia adalah yang terpanjang kedua di dunia. Hampir setiap provinsi mampu menjadi provinsi garam karena mempunyai pantai.

Teknologi garam sebenarnya simpel dan tidak rumit. Hanya perlu dukungan dari penguasa untuk menyediakan dana dan risetnya. Begitu juga dengan jamu yang seharusnya difasilitasi oleh negara pengembangannya.

Slogan "cintailah produk-produk dalam negeri" tinggal kenangan ketika produk impor membanjiri pasar itu baru jamu dan garam belum yang lainnya.

Cara berfikir kapitalis telah meracuni para penguasa dan sebagian masyarakat Indonesia. Dimana impor itu begitu mudah dilakukan dengan alasan mutu barang dalam negeri tidak sekualitas luar negeri. Sehingga sering didapatkan petani atau pengusaha dalam negeri sering merugi setelah panen atau menjual dikalahkan oleh barang luar yang dianggap lebih banyak dan bagus.

Masalah ekspor impor ini bisa diatur jika menggunakan sudut pandang Islam. Impor hanya dilakukan pada komoditas yang sangat diperlukan oleh masyarakat dan tidak ada dalam negeri.

Bahkan Islam melatih masyarakatnya untuk bisa mandiri dan menhindari ketergantungan. Sebagai contoh, Rasulullah SAW pernah mengutus para Sahabat ke negeri China untuk belajar membuat kertas dan mesiu.

Hasilnya mereka pulang memproduksi kertas dan mesiu dan tidak mengimpor kedua komoditas ini dari China. Bandingkan dengan kondisi sekarang dimana barang-barang China begitu mudah masuk ke dalam negeri seperti handphone, jarum, bawang putih dan lain-lain.

Itulah fakta yang terjadi di masa Rasulullah SAW yang diketahui wilayah Daulah Islam waktu itu tidak memiliki sumber daya alam yang selengkap Indonesia. Terdiri atas gurun pasir dan lebih mengutamakan aspek perdagangan.

Indonesia sudah memiliki modal untuk menjadikan garam dan jamu menjadi komoditas ekspor asalkan ada niat serius dari segenap komponen umat dan penguasa. Dorongan para sahabat ke China bukan untuk kepentingan bisnis tetapi dalam rangka memperkuat negara dan menjalankan ketaatan terhadap Syariah Allah SWT.

Itulah yang belum ada pada negeri nusantara. Kegiatan sehari-hari lebih difokuskan pada kegiatan bisnis. Masyarakat tidak dicerdaskan dan malah terkena propaganda bahwa gaya hidup mewah itu dilihat dari banyaknya barang yang dibeli.

Masyarakat dididik agar jadi konsumen daripada produsen. Sehingga sering dikejutkan dengan serangan impor seperti jamu dan garam yang bisa dibuat oleh rakyat. Seandianya masyarakat dididik untuk menjadi produsen yang berusaha untuk mencari ridho Allah SWT tentu akan memperkuat kekuatan bisnis Indonesia.

Masyarakat bisa belajar menjadi pengusaha yang sukses seperti para sahabat Nabi SAW, seperti Abdurrahman bin Auf yang sering melakukan perdagangan dalam dan ke luar negeri. Lalu pulang membawa keuntungan puluhan ribu unta dan harta benda. Karena Beliau melakukan aktivitas dakwah berdasarkan motivasi Syariah Islam. Bukan saja untuk memperkuat negara namun juga untuk mendapatkan ridho ilahi. []

Bumi Allah SWT, 29 April 2020

#DenganPenaMembelahDunia
#SeranganPertamaKeRomaAdalahTulisan

Post a Comment

Previous Post Next Post