Penanganan Wabah : Islam VS Kapitalis

By :  Novianti

 Ø£َصَابَ Ù…ِÙ†ْ Ù…ُصِيبَØ©ٍ Ø¥ِÙ„َّا بِØ¥ِØ°ْÙ†ِ اللَّÙ‡ِ ÙˆَÙ…َÙ†ْ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ْ بِاللَّÙ‡ِ ÙŠَÙ‡ْدِ Ù‚َÙ„ْبَÙ‡ُ ÙˆَاللَّÙ‡ُ بِÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ عَÙ„ِيمٌ

“Tidaklah menimpa suatu musibah kecuali dengan izin Allah. Barang siapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan berikan petunjuk ke dalam hatinya.” (QS. at-Taghabun: 11)

Ibnu Katsir menjelaskan  terkait ayat tersebut bahwa setiap musibah adalah bagian dari takdirNya sehingga seorang muslim seharusnya bersabar dan pasrah saat menghadapinya.

Yang dimaksud musibah disini menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berlaku umum untuk semua musibah. Kehilangan harta, anggota keluarga, tertimpa bencana.

Saat ini Indonesia sedang diuji musibah Covid-19. Data statistik menunjukkan cepatnya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Per tanggal 28 Maret, sudah ada 1046 kasus positif terkonfirmasi dan 87 diantaranya meninggal. Musibah ini  harus kita jalani dengan ikhlas karena bagian dari takdirNya.  Namun keyakinan ini, tidaklah menghilangkan kewajiban ikhtiar yang membawa pada kepasrahan dengan tidak melakukan apa-apa.

Pemerintah Indonesia  sudah  melakukan kebijakan penanganan Covid-19 meski dinilai banyak pihak agak terlambat.   

Di pertengahan bulan Februari, presiden masih jumawa meyakini bahwa virus tidak bisa menembus Indonesia. Para pejabat pun mengamini pernyataan jungjungannya. Menko Polhukam Mahmud MD mengatakan tak ada yang ditutupi oleh pemerintah terkait Covid-19. Penyebaran virus di Indonesia hanyalah isu. Bahkan Menkes menjelaskan Indonesia telah melakukan prosedur pemeriksaan sesuai standar WHO dan dinyatakan Indonesia bebas corona. Pernyataan-pernyataan ini disampaikan pada akhir Februari 2020.

Tapi semuanya terbantahkan oleh presiden sendiri yang  mengumumkan  tanggal 2 Maret 2020  sudah ada 2 warga pengidap Covid-19 di Depok. Setelah itu jumlah penderita terus bertambah diikuti yang meninggal.  Penyebaran bisa tak terkendali.

Dalam situasi genting ini penanganan  pemerintah masih setengah hati. Warga hanya  dihimbau melakukan Social Distancing, menjaga jarak dan mengurangi interaksi dalam kerumunan. Warga dianjurkan untuk Work from Home (WFH),  sekolah meniadakan aktivitas KBM dan melakukan  Home Learning (belajar dari rumah).

Ketidaktegasan pemerintah membuat masyarakat bingung.  Ada yang panik kemudian memborong bahan pokok, makanan, vitamin bahkan masker atau APD yang sangat dibutuhkan para medis. Ada  yang tetap santuy masih berkerumun bahkan masa Social Distancing digunakan untuk pergi berlibur.  Acara keagamaan yang melibatkan banyak orang  tetap dilakukan. Padahal banyaknya kasus positif Covid-19 di Italia dan Iran  adalah karena warganya masih sering berkumpul  di tempat keramaian saat sudah ada kebijakan agar warga mengisolasi diri di rumah.  Ada juga  yang langsung  merasakan dampaknya secara ekonomi sehingga mereka tetap keluar rumah. Stay at home sama artinya tidak makan.  Hingga saat ini, belum ada kebijakan bantuan apa yang akan diberikan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga miskin termasuk kaum pekerja harian.

Di lapangan, para medis sebagai garda terdepan yang menangani langsung para pasien sudah mengeluhkan minimnya peralatan untuk melindungi mereka.  Tenaga medis kekurangan masker, APD padahal mereka memerlukannya untuk melindungi nyawa mereka. Satu demi satu dokter meninggal. Pihak IDI sempat melayangkan protes atas terbatasnya sarana fisik untuk menjamin keamanan para medis.  RS kelimpungan menangani pasien yang terus berdatangan. Ruang isolasi penuh. 

Dunia melihat  Indonesia kurang tanggap dan tidak siap menghadapi wabah ini. Para investor khawatir. Saham rontok, nilai rupiah jeblok terjun bebas menyentuh angka Rp. 16.000 per dollar.

Semua aspek  mendesak. Kesehatan, pangan, ekonomi, keselamatan harus ditangani. Rakyat harus menerima kenyataan   anggaran negara cekak. Pemerintah  membuka donasi untuk penanggulangan Covid-19. Negara   tidak bisa memberi jaminan dan melindungi rakyatnya. 267 juta rakyat menjadi yatim karena ketidakhadiran penguasa. 

Sesama warga saling membantu semampunya.  Tapi kemampuan warga ada batasnya karena sejatinya yang diamanahi limpahan kekayaan adalah penguasa.   Penguasa seharusnya mengelola  untuk kepentingan rakyat . Namun sudah sejak lama, kekayaan negara diambil alih dan dinikmati oleh asing dengan  segelintir pejabat sementara rakyat tetap dalam keadaan miskin.

Islam VS  Kapitalis
Sengkarutnya penanganan Covid-19 ini bukan disebabkan semata oleh dahsyatnya wabah melainkan karena pemberlakuan sistem sekuler kapitalis dalam tata kelola negara.

Pemerintah  seharusnya  menerapkan  kebijakan Lockdown  mengingat kasusnya semakin bertambah. Namun kebijakan ini harus diikuti oleh jaminan negara untuk memenuhi kebutuhan warganya.  Tabiat  sistem kapitalis  berpihak pada pemodal sehingga  nyawa rakyat bukan  prioritas utama. Pertimbangan ekonomj, keuntungan lebih di kedepankan. Track record  buruknya tata kelola negara dengan sistem sekuler  kapitalis terlihat dari berbagai kebijakan yang dibuat selama ini.

Para pemodal  difasilitasi untuk mengelola sumber kekayaan milik rakyat dengan dalih investasi. Berbagai aturan dibuat untuk memuluskan tujuan ini.. Sementara  fasilitas   kebutuhan dasar rakyat seperti   kesehatan, pangan, kesejahteraan semakin memburuk. Pencabutan subsidi  mulai dari gas 3 kg, listrik 900 Volt, dan BBM bersubsidi seperti premium  mengakibatkan  kehidupan masyarakat kalangan menengah ke bawah makin sulit.

Rakyat jadi sapi perahan harus membayar  pajak untuk menutupi APBN yang kian berat. Keluhan rakyat kecil tidak pernah ditanggapi serius.  Negara tidak pernah hadir  saat rakyat menjerit. Negara telah terpasung oleh banyak kepentingan kelompok yang selalu mau mengeruk keuntungan.

Sementara dalam Islam, penguasa adalah pelayan rakyat yang harus menerapkan syariah islam  Ketaatan  pada Allah menjadi dasar dalam pelayanan rakyat dan dengan penuh  kesadaran akan tanggungjawab secara utuh  melayani urusan rakyat dalam kondisi suka ataupun duka, lapang ataupun sempit.  Sebagaimana Rasul bersabda: “Amir (pemimpin) masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas (urusan) rakyatnya” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad).

Bagi penguasa, satu nyawa rakyat harus dilindungi meski ia bukan seorang muslim. “Barangsiapa menyakiti seorang zimmi (non Muslim yang tidak memerangi umat Muslim), maka sesungguhnya dia telah menyakitiku. Dan barang siapa yang telah menyakitiku, maka sesungguhnya dia telah menyakiti Allah.”  Dalam islam,  negara harus  menjaga setiap warganya, termasuk non muslim.

Seorang penguasa harus berpikir keras dan mendalam sehingga kebijakan yang diambil penuh kebijaksanaan dan tepat serta cepat.  Misal dalam kondisi sekarang,  langkah harus diambil cepat dengan  mengumpulkan para ahli terkait wabah ini. Ahli medis, virologis, ahli ekonom, praktisi, berkaitan dengan transportasi dll. Mendiskusikan dan menetapkan kebijakan yang mengutamakan kemaslahatan masyarakat.

Penguasa  harus mendengarkan pendapat dari para ahli kedokteran atau yang terkait untuk melihat dan memahami dengan jelas seperti apa tingkat bahaya virus, bagaimana penyebarannya, dan langkah antisipasi  yang efektif. Dalam  mengambil kebijakan Lockdown atau Social Distancing melalui  kajian dengan ahli ekonomi, ahli politik, dan sebagainya.  Kebijakan yang terkait hukum syara, maka dikembalikan ke hukumnya, tidak boleh dimusyawarahkan apalagi dengan suara terbanyak. Negara menanggung kebutuhan rakyatnya selama masa penanganan wabah.

Selain tindakan penanganan wabah, islam sudah menyiapkan sistem sebagai bentuk preventif.  Sistem pemerintahan  dikelola dengan cara sebagai berikut:
1. Sistem pemerintahan bersifat terpusat atau sentralistik.  Perintah berada di bawah satu komando sehingga tidak tersekat oleh birokrasi antar daerah pusat. Hal ini membuat penanganan yang bersifat genting seperti wabah dapat ditangani lebih cepat dan efektif.
2. Pendidikan-informasi harus menguatkan keimanan dan mencerdaskan. Pendidikan harus memenuhi kebutuhan rakyat bukan permintaan pasar. Informasi yang disebar bukan hoax. Sehingga rakyat teredukasi dan terbiasa dengan informasi yang jujur dan benar. Di saat ada wabah, rakyat memiliki kepercayaan terhadap informasi yang disampaikan negara.
3. Ditanamkan pada rakyat bahwa ketaatan pada penguasa adalah ketaatan pada Allah.  Penguasa menjadi  contoh dalam ketaatan.  Sehingga saat ada kebijakan dari pusat, rakyat mengikuti setiap arahan sebagai bagian dari ibadah.
4.  Infrastruktur dibangun untuk kepentingan rakyat sesuai kebutuhan termasuk infrastruktur medis, laboratorium.  Teknologi digunakan untuk mempercepat layanan pada rakyat. Sehingga saat penanganan wabah, teknologi mempercepat edukasi dan evakuasi.
5. Negara harus mengalokasikan anggaran untuk urusan darurat/bencana alam yang disebut "ath-thawaari" yang bersumber dari pendapatan fai dan kharaj serta harta kepemilikan umum.  Jika anggaran kosong, akan.dibiayai dari harta masyarakat secara sukarela atau pajak dari orang kaya dan berlaku sementara selama dibutuhkan.

Dengan penerapan sistem Islam,   berbekal  ketaqwaan pemimpin dan rakyatnya memandang wabah adalah ujian dari Allah SWT. Disaat negara kekurangan dana, rakyat siap dan terbiasa  untuk berpuasa mengurangi pemborosan bahan pangan. Rakyat terbiasa untuk bersedekah dan mengumpulkan zakat agar bisa membantu saudaranya yang kekurangan. Penguasa yang mengurus rakyat akan mendapatkan dukungan rakyat untuk melewati situasi sulit. 

“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." 

Post a Comment

Previous Post Next Post