Oleh: Esa Nurlaela
MTs
Plus Al-Hikam Tanjungkerta Sumedang mendapatkan Bantuan Kendaraan BUS Sekolah
dari Kementerian Perhubungan melalui Diterktorat Jenderal Angkutan Jalan
beberapa waktu lalu. Bantuan tersebut ditujukan kepada lembaga pendidikan yang
tersebar
di seluruh Indonesia selama 2019,
termasuk didalamya yayasan, pesantren,
dan sekolah.
“Semoga bisa membantu mengoptimalkan kegiatan pembelajaran di MTs Plus
Al-Hikam,” harapnya. Hal tersebut dikatakan Kepala MTs Plus Al-Hikam, Uat
Wahyudin, saat berada di Ruang Kepala MTs Plus Al-Hikam Tanjungkerta, Sumedang,
Rabu (05/02) (alhikamussalafiyyah.ponpes.id,
05/02/2020).
Komisi III DPRD Kabupaten Sumedang, menyoroti soal bantuan fasilitas
pendidikan (sabak, smart playing dan command centre) ke sejumlah sekolah di
Sumedang. Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Sumedang, Mulya Suryadi mengaku
bantuan fasilitas pendidikan tersebut harganya mahal tapi kurang bermanfaat. Pemanfaat
bantuan sabak tersebut, kata Mulya, diantaranya untuk sebanyak 211 SD di
Sumedang Rp 30 M, artinya Rp 142 juta/sekolah. Ada lagi, bantuan smart playing
table Rp 27,5 M untuk 248 TK/Paud yang berarti Rp 110,8 juta/sekolah “Kemudian,
ada lagi bantuan alat command centre Rp 13,5 M untuk 54 SMP atau Rp 250
juta/SMP jumlah Rp 13.5 miliar,” katanya, Senin 2 Desember 2019. Dikatakan,
DPRD pernah mempertanyakan hal tersebut ke Dinas Pendidikan soal kemanfaatan
dari alat tersebut. Menurutnya, apakah siswa di Kabupaten Sumedang sudah siap
atau belum memanfaatkan alat itu?. Berkaca dari itu, artinya pemetaan dari
dinas pendidikan di kabupaten dan provinsi tampaknya tak jelas. “Masih
beruntung bagi siswa di sekolah kawasan perkotaan. Tapi, bagaimana dengan siswa
yang ada di pinggiran Sumedang yang memang komputer pun disana belum lengkap?,”
ujarnya. Menurutnya, tak ada sinkronisasi antara kebutuhan di sekolah dengan
jenis bantuan itu (kapol.id, 02/12/2019).
Fasilitas
pendidikan berupa bus di sekolah diperlukan oleh siswa, agar lebih mudah ke
sekolah. Apalagi jika gratis. Sayangnya fasilitas itu hanya diberikan kepada
sedikit sekolah atau
lembaga yang mengajukan saja. Padahal semua sekolah membutuhkan itu. Fasilitas
atau sarana prasarana sekolah adalah salah satu kebutuhan pokok untuk menunjang
berjalannya kegiatan belajar mengajar agar lebih mudah. Fasilitas tersebut
jelas, seharusnya menjadi tanggungan negara. Negara menyediakan dan mendistrbusikannya
ke seluruh sekolah atau
lembaga yang membutuhkan tanpa ada pengecualian.
Negara
memiliki dana atau anggaran yang digunakan khusus untuk pemanfaatan kualitas
pendidikan. Anggaran pendidikan 20% dari ABPN belum mampu memenuhi kebutuhan
pendidikan di Indonesia. Untuk tahun
2019, anggaran fungsi pendidikan dialokasikan sebesar Rp 429,5 triliun yang
tersebar di 19 kementerian atau lembaga.Walaupun dana ini besar jumlahnya, tapi
pemanfaatannya dinilai belum optimal dalam meningkatkan dan pemerataan kualitas
pendidikan di Indonesia. Hal ini juga tercermin dari pemetaan
yang dilakukan Kemendikbud bahwa jumlah sekolah yang memenuhi standar nasional
pendidikan masih di bawah 50 persen. Untuk itu, dinilai perlu ada kebijakan
maupun regulasi dalam mengawasi penggunaan anggaran pendidikan tersebut. Agar
penggunaan anggaran tersebut tepat sasaran (Abdullah, 2019).
Sistem
kapitalisme meniadakan peran negara dalam memenuhi kebutuhan pokok serta
kebutuhan vital masyarakat. Pendidikan termasuk kebutuhan vital, sebagaimana
kesehatan dan keamanan. Pendidikan ideal adalah kebutuhan. Bisa disebut juga
dengan kebutuhan primer, yaitu kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan.
Maka seharusnya, negara wajib memenuhinya dengan memberikan kesempatan pendidikan
secara luas serta fasilitas yang sebaik mugkin, dan diberikan secara cuma-cuma
bagi masyarakat.
Dalam
kapitalisme, pendidikan dijadikan komoditas jasa. Siapa saja yang bisa membeli,
maka akan dapat sekolah dimanapun yang ia suka. Negara masih belum memberikan
kebutuhan pendidikan secara merata, dan sebagian sekolah yang lain masih berlarut-larut
dalam keterbatasan fasilitas. Sehingga untuk mendapatan pendidikan yang
berkualitas tinggi, berfasilitas unggul tidaklah mudah. Hanya orang-oarang tertentu saja yang dapat
menikmatinya. Karena biaya sekolah yang terlalu tingggi untuk dicapai. Maka, tidak
semua masyarakat dapat mampu membayarnya. Sehingga, lebih memilih sekolah yang
seadanya. Padahal belum tentu dari keunggulan fasilitas tersebut melahirkan orang
yang berintelektual dan bermoral tinggi.
Berbeda
dalam pendidikan Islam, menurut islam pendidikan adalah investasi masa depan.
Menjadi tonggak pembangun peradaban negara. Serta pendidikan merupakan
kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan. Dengan begitu negara berperan
penting dalam aspek pendidikan. Mulai dari menentukan asas pendidikan hingga
pemenuhan fasilitas seluruh lembaga pendidikan. Dengan politik ekonomi Islam,
pendidikan yang berkualitas dan bebas biaya bisa terealisasikan secara
menyeluruh. Negara akan menjamin tercegahnya pendidikan sebagai bisnis atau
komoditas ekonomi sebagaimana realita dalam sistem kapitalis saat ini.
Negara
wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai
seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku
pelajaran, dan lain sebagainya. Negara juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga
pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru
dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. tetapi juga mengupayakan agar
pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. Rasulullah saw. bersabda,
«Ø§Ù„Ø¥ِÙ…َامُ
رَاعٍ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ù…َسْؤُÙˆْÙ„ٌ عَÙ†ْ رَعِÙŠَّتِÙ‡ِ»
“Seorang
imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan
ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR
al-Bukhari dan Muslim).
Lalu,
dari manakah biaya untuk memenuhi kebutuhan itu semua? Maka, Seluruh pembiayaan
pendidikan didalam negara Khilafah diambil dari baitul mal, yakni dari
pos fai’ dan kharaj serta pos milkiyyah ‘amah. Seluruh
pemasukan dari pos-pos tersebut, boleh diambil untuk membiayai sektor
pendidikan. Jika pembiayaan dari dua pos tersebut mencukupi, maka negara tidak
akan menarik pungutan apa pun dari rakyat. Tapi apabila negara dalam kondisi kekurangan,
maka negara meganjurkan kaum muslim untuk memberikan sumbangan sukarela. Jika sumbangan kaum Muslim juga tidak
mencukupi, maka kewajiban pembiayaan untuk pos-pendidikan beralih kepada
seluruh kaum Muslim (Yusriana,
2019).
Oleh
karena itu, dalam Islam, negara sangat berperan penting dalam perkembangan
aspek pendidikan. Sebagaimana dahulu
pendidikan dalam tatanan negara khilafah. Sehingga dapat membawa Islam menuju
peradaban gemilang. Menjadi pusat ilmu pengetahuan pada zamannya. Contoh
praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir
Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa berupa
emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin
sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan
beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian. Kemudian, pada masa khalifah umar
bin khattab para staf pengajar mendapat kesejahteraan dan gaji masing-masing
sebesar 15 dinar = Rp 32.512.500
(Prasetiadi, 2014).
Begitu
pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh
Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain
seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para
pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.
Post a Comment