Pajak, Bikin Rakyat Makin Melarat


Oleh: Rita Handaya
(Ibu rumah tangga ideologis dan member akademi menulis kreatif)

Di awal tahun 2020, rakyat Indonesia sudah mendapat kado pahit dengan melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok. Tarif dasar listrik, air sampai harga rokok ditambah juga dengan kenaikan iuran BPJS kesehatan 100 persen. Dan rakyat dipaksa untuk menjadi anggota BPJS. Jika tidak menjadi anggotanya maka akan dipersulit dalam pembuatan surat-surat administrasi negara. Seperti KTP, KK, surat tanah, di persulitnya anak masuk sekolah dan yang lainnya. Para anggota BPJS yang telat membayar akan ditagih oleh debt collector. Kejam! Seolah rakyat dijajah oleh pemimpinnya sendiri.

Tak cukup sampai di situ, para punggawa negeri ini seolah tak ada ibanya terhadap rakyat yang sudah susah dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka malah berbondong-bondong merampok uang rakyat. Terbukti dengan terjeratnya para pemimpin lembaga negara, mulai dari legislatif, eksekutif hingga yudikatif.

Belum lagi, kebijakan negara lewat RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang pantas disebut sebagai RUU cilaka. Karena, lebih mementingkan pengusaha dan mengancam kehidupan rakyat juga lingkungan hidup.

Sistem demokrasi-kapitalis ini selain menjadikan negara lepas tangan dari pengurusan terhadap rakyat. Juga menjadikan rakyat sebagai objek pemasukan negara, bukan objek yang harus disejahterakan. Terbukti dengan kebijakan untuk menarik cukai dari produk yang banyak dikonsumsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil (minuman sachet).

"Minuman berpemanis ini apabila disetujui (Komisi XI) menjadi objek cukai, maka kami untuk tahap ini mengusulkan," terang Sri Mulyani di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta. "Yang sudah siap konsumsi, jadi kaya kopi sachet, yang isi banyak sekali gulanya," imbuhnya. (m.merdeka.com, 21/02/2020)

Hal ini menunjukkan bahwa rezim kapitalis saat ini berorientasi pada pemungutan pajak yang mencekik rakyat kecil untuk memperbesar pendapatan negara. "Demi kesehatan rakyat" adalah alasan yang absurd untuk diterima oleh logika yang sehat. Demikian juga sebagaimana pandangan dari Ketua Umum Gabungan Industri Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman menanggapi usulan lama tersebut. Ia menegaskan "Pada dasarnya belum ada data yg menunjukkan pengenaan cukai bisa menurunkan PTM (Penyakit Tidak Menular) dan obesitas. Kalau tujuannya adalah mengatasi PTM dan obesitas," (cnbcindonesia.com, 19/02/2020).

Bukan membuat sehat, justru rakyat makin melarat. Karena menarik cukai dari minuman manis artinya menaikkan harga jual. Selain menurunkan daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi minuman manis dalam kemasan juga akan menghilangkan pendapatan pedagang asongan.

Islam sebagai agama langit dengan tegas mengancam bangsa yang mengandalkan pendapatan dari cukai/pajak yang dipungut dari rakyat.
Rasulullah bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secara zalim).”(HR Abu Daud, no: 2548, hadist ini dishahihkan oleh Imam al Hakim).

Bagaimana cara Islam meningkatkan pemasukan negara.
Islam agama yang sempurna lagi paripurna yang tidak hanya mengatur urusan ibadah saja. Namun lebih dari itu, juga sebagai sistem kehidupan. Yang hanya bisa direalisasi secara menyeluruh (kafah) saat diemban oleh negara. Sehingga Islam punya cara tersendiri dalam meningkatkan pemasukan negara. Pemasukan dan pengeluaran negara dalam Islam sudah ditetapkan dalam hukum syara secara qoth'i (pasti). Sehingga Khalifah tinggal menjalankannya saja. Tanpa harus pusing-pusing membuat rancangan anggaran APBN selama setahun penuh yang faktanya tidak tersalurkan untuk kebutuhan rakyat.

Kas negara dalam Islam disebut Baitul mal. Yakni, pos yang dikhususkan sebagai tempat pemasukan dan pengeluaran harta yang menjadi hak kaum muslim. Sumber pemasukan kas negara (Baitul mal) adalah, sebagai berikut:
Dari sektor kepemilikan individu, seperti: shodaqoh, hibah, zakat dan sebagainya. Khusus untuk zakat tidak boleh bercampur dengan harta yang lain.
Dari sektor kepemilikan umum seperti: pertambangan, minyak bumi, gas, batubara, kehutanan, dan sebagainya.
Dari sektor kepemilikan negara seperti: Jizyah, kharaj, ghanimah, fa'i, 'usyur dan sebagainya. (Ekonomi Islam madzhab Hamfara, hal: 404)

Dari sumber pemasukan yang melimpah ruah seperti itu. InsyaAllah kas negara tidak akan mengalami kekosongan. Apalagi negeri-negeri muslim seperti Indonesia yang kaya akan sumber daya alam. Jika dikelola dengan baik oleh negara, maka akan mampu memenuhi kas negara dan menyejahterakan rakyat.

Tapi, jika terjadi kekosongan kas negara yang dapat menimbulkan kemudharatan bagi negara dan rakyat. Baru negara diperbolehkan melakukan penarikan pajak (dharibah). Namun, pajak ini hanya dibebankan kepada kalangan yang kaya saja. Ukuran kayanya jika ada kelebihan harta setelah terpenuhinya sandang, pangan, papan, dan gaji bagi asisten rumah tangga nya. Penarikan pajak ini sifatnya temporal. Jika kekurangan tersebut sudah terpenuhi maka penarikan pajak tersebut harus dihentikan.

Walhasil, ketika sistem Islam diterapkan insyaAllah tidak akan ada pungutan-pungutan liar. Baik dilakukan oleh penguasa atau oknum-oknum tertentu. Para pengusaha pun bisa berbisnis dengan aman dan nyaman. Tanpa harus membayar pungutan ini dan itu. Rakyat juga tidak terbebani dengan harga harga yang mahal. Bahkan cenderung biaya hidup amat sangat murah. Juga rakyat bisa menerima bagian dari kekayaan alam miliknya yang dikelola oleh negara sepenuhnya. Semua saling mengawasi dan sama-sama mencari ridha Illahi. Apakah tidak senang hidup dalam sistem indah seperti ini?
Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post