Mekanisme Islam Dalam Menyerap Aspirasi Publik

Oleh : Siti Subaidah
(Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

Berbicara tentang rezim yang ada saat ini memang tak ada habisnya. Berbagai kebijakan yang diambil baik itu yang telah menjadi undang-undang maupun yang masih berbentuk rancangan pun kerap menimbulkan kegaduhan publik. 

Dilansir dari https://m.cnnindonesia.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana mengguyur dana Rp72 miliar untuk influencer. Selain itu, pemerintah juga akan menggelontorkan Rp103 miliar untuk promosi, Rp25 miliar untuk kegiatan wisata, Rp98,5 miliar untuk maskapai dan agen perjalanan. Anggaran sejumlah Rp298 miliar itu digelontorkan untuk meredam dampak virus corona terhadap sektor pariwisata Indonesia. 

Seperti diketahui, banyak negara mengeluarkan peringatan perjalanan (travel warning), dan maskapai penerbangan menghentikan sementara jadwal terbang mereka. Alhasil ini memukul telak sektor pariwisata Indonesia sehingga langkah pendek yang diambil penguasa adalah dengan mempromosikan kembali destinasi wisata Indonesia lewat influencer atau selebgram yang memiliki follower banyak dengan harapan masyarakat tak terpengaruh dengan isu tentang virus corona ini. 

Hal ini jelas tak menyelesaikan akar masalah. Disaat problem dasar masyarakat akan kesejahteraan belum tuntas, pemerintah malah menggunakan uang rakyat untuk sesuatu yang tidak prioritas. Jika kita lihat secara fakta maka ini bukanlah kali pertama kebijakan yang dilahirkan oleh rezim ini sangat tidak memperhatikan kepentingan masyarakat kecil. Dan ini agaknya menjadi sesuatu yang wajar karena kebijakan yang diambil bukan berasal dari aspirasi masyarakat namun dari para pengusung atau pemilik kepentingan di sekitar rezim.

Dikutip dari https://bisnis.tempo.co Direktur Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah Putra, mengatakan sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang kerap mengundang relawan atau pendukungnya untuk bicara keputusan politik penting menunjukkan sikapnya yang bias. Menurut dia, Jokowi terkesan tidak menghormati pimpinan-pimpinan formal, seperti staf ahli atau menteri terkait. Sebelumnya, Presiden Jokowi beberapa kali kerap mengundang relawan, influencer, atau buzzer ke Istana Kepresidenan. Terbaru, Jokowi mengundang mereka ke Istana Bogor, Jawa Barat pada Selasa,18 Februari 2020. Bahkan pertemuan itu menyinggung soal keputusan politik tinggi, yakni reshuffle kabinet. Selain itu, Jokowi pernah pula mengundang relawan ke Istana Merdeka, Jakarta, beberapa jam setelah dilantik sebagai presiden 2019-2024. Dalam pertemuan itu, ia membicarakan soal gabungnya Partai Gerindra ke dalam koalisi pemerintah.

Fakta tersebut jelas menggambarkan bahwa sebagian kebijakan yang diambil oleh penguasa tak lepas dari aspirasi para pendukungnya. Kebijakan tersebut diolah sedemikian rupa agar tampak positif dan dapat diterima oleh masyarakat. Padahal justru apa yang dilakukan oleh penguasa merupakan kediktatoran yang menyingkirkan aspirasi lain yang bertentangan dengan rezim. Pendapat-pendapat kritis yang membangun bangsa tak akan digubris jika tak sejalan dengan para pemilik kepentingan. Bahkan malah dicap sebagai anti pemerintah atau stigma negatif lainnya. Lalu untuk siapa sebenarnya kebijakan itu diambil? Untuk rakyatkah atau hal lain?

Mekanisme Islam Dalam Menarik Aspirasi Publik
Dalam Islam, mengoreksi penguasa atau khalifah yang menyimpang adalah sebuah kewajiban karena khalifah fitrahnya juga manusia biasa yang tak tak luput dari salah. Kewajiban ini harus dilakukan meskipun mengandung resiko besar. Kebijakan yang menyimpang bila dibiarkan  pasti akan berpengaruh kepada masyarakat luas dan menimbulkan kedzoliman. Oleh karena itu kewajiban mengoreksi penguasa tidak boleh lepas dari kaum muslimin. Rasulullah SAW bersabda “ pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berdiri menentang penguasa dzolim dan ia terbunuh karenanya” ( HR. Abu Daud).

Dalam Islam juga terdapat majelis umat dan mahkamah mazhalim. Majelis umat tidak memiliki kekuasaan legislatif seperti lembaga perwakilan dalam sistem demokrasi. Anggota majelis umat adalah representatif dari perwakilan umat dimana masing-masing anggota akan menyuarakan aspirasi mereka sesuai dengan kelompoknya. Dalam hal ini anggota majelis umat dapat menyuarakan aspirasi politik secara bebas tanpa dibayangi ketakutan akan sikap represif penguasa.

Sedangkan mahkamah mazhalim adalah hakim yang menyelesaikan masalah atau perkara antara penguasa dan rakyatnya. Rakyat yang merasa didzolimi oleh penguasa dapat mengadukan permasalahannya pada mahkamah mazhalim apapun itu masalahnya. Selain itu hakim juga bertugas mengawasi seluruh pejabat pemerintahan dan hukum perundang-undangan agar sejalan dengan hukum syariat Islam.

Individu dan partai politik bersinergi mengawasi kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh khalifah demi melindungi hak umat karena tugas khalifah adalah memberikan keamanan dan kesejahteraan pada masyarakat bukan sebaliknya yang terjadi seperti sekarang ini. Masyarakat terpaksa menerima segala kebijakan pahit dari penguasa karena bersuara sama artinya mengajak perang pemerintah. 
Inilah mekanisme nyata Islam dalam menyerap aspirasi publik. Mendengarkan dan berpihak pada rakyat karena penguasa paham bahwa segala kebijakannya kelak akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Wallahu a'lam bishawab

Post a Comment

Previous Post Next Post