CACATNYA IDE KESETARAAN GENDER

Penulis : Tri Yuliani
Ibu Rumah Tangga

Sejumlah massa yang tergabung dalam Kumpulan Wanoja Ngalawan (KAWAN), pada tanggal 8 Maret yang lalu menggelar aksi kampanye di Gedung Sate.  Aksi ini dilakukan bertepatan dengan International Womens Day (IWD).  Berbagai elemen masyarakat mengikuti aksi ini mulai dari mahasiswa, ibu rumah tangga, NGO dan juga buruh.  Menurut Jubir IWD, Ibu Ana, tujuan dari aksi adalah memberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa penindasan terhadap perempuan tidak hanya satu tapi banyak, berkelindan dan aspeknya luas.  Beliau juga menyampaikan kasus kekerasan terhadap perempuan di Jabar masih tinggi dimana sepanjang 2019 ada sekitar 115 kasus KDRT, 79 kekerasan seksual, 67 human trafficking, 2 kasus kekerasan TKW dan beberapa kategori lainnya.  

Selain itu aksi juga menolak Omnibus Law Cipta Kerja karena menurut mereka kalau ini disahkan akan mengakibatkan kekerasan terhadap perempuan bakal semakin terstruktur dan terlegitimasi, menuntut agar RUU PKS segera disahkan karena dianggap mampu menjadi kekuatan hukum untuk melindungi korban kekerasan perempuan,  menolak RUU Ketahanan Keluarga, hapus pasal karet UU ITE, tarik militerisme di Papua, menuntut dihapusnya  kebijakan ekonomi dan pembangunan yang merusak alam, menuntut dihentikannya  sunat bagi perempuan serta  berharap pemerintah bisa cerdas mengambil kebijakan untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan termasuk regulasi yang dirumuskan melibatkan suara kaum perempuan.
  
Karena menurut mereka ada berbagai aturan yang diciptakan oleh negara atau agama yang seolah tidak mengizinkan perempuan bersuara. Mengapa masalah perempuan ini tidak bisa terselesaikan secara tuntas bahkan sudah berabad silam mengalami nasib buruk?    

Menurut Ideologi  Kapitalisme pangkal diskriminasi atas perempuan karena hukum perwalian dan kepemimpinan dalam Islam yang diberikan pada laki-laki. Perempuan sejak awal sudah diposisikan rendah sehingga tidak punya kekuatan, kewenangan dan kebebasan. Apakah pernyataan ini benar? Kita akan lihat bagaimana fakta kondisi perempuan dalam sistem kapitalis liberal.  Semakin bertambahnya kekerasan terhadap wanita di dalam masyarakat Barat yang demokratis  sama sekali tidak ada kaitannya dengan hukum Islam. Baik itu pelecehan, penganiayaan, pembunuhan, akses terbatas perempuan dalam politik, ekonomi dan sosial.  Kemudian kita balik bertanya, berapa kapitalis menghargai perempuan saat mereka diposisikan sebagai pemuas hawa nafsu laki-laki? Berapa harga perempuan yang menjadi korban human trafficking? Berapa harga mereka saat menang dalam kompetisi kecantikan? Berapa harga yang harus dibayar ketika kehormatan perempuan terenggut karena jargon my body my otority? 

Akibat kebebasan yang diberikan kepada perempuan segudang problem krusial melanda masyarakat kapitalis. Hakikatnya mereka telah membayar mahal semua itu dengan krisis keluarga, rusaknya generasi dan krisis sosial yang akut.  Cara pandang ideologi mereka yang cacat dan rusak menjadi pangkal  diskriminasi itu terjadi.  

Mereka menyamakan perempuan seperti barang yang bisa diperjualbelikan, dianggap sebagai pemuas nafsu laki-laki bukan dianggap sebagai mitra setara dalam memajukan peradaban dan kesejahteraan.  Pada akhirnya ide kebebasan inilah sebenarnya yang membuat laki-laki punya cara pandang yang salah terhadap perempuan. Mereka dianggap makhluk lemah dalam kompetisi publik. Cara pandang individualis yang membentuk laki-laki menjadi makhluk egois tidak peka terhadap kepentingan perempuan. Semua ini karena mereka salah memandang posisi dan peran perempuan.  Bagaimana Islam memandang kaum perempuan?

Status perempuan dalam pandangan Islam diberikan nilai yang tak terhingga. Ideologi Islam tidak pernah memandang perempuan sebagai benda, melainkan sebuah kehormatan. Oleh sebab itu untuk menjaga kehormatan perempuan Islam menetapkan sejumlah hukum. Pandangan Islam berbeda dengan mata insan yang lemah daya jangkaunya. Ide dan hukum Islam meliputi segala zaman dan perkembangannya. Beda dengan hukum manusia yang berbatas masa. Hukumnya selaras dengan akal dan jiwa manusia manapun. Sebaliknya, hukum manusia hanya cocok dengan pembuatnya saja. 

Penjagaan Islam terhadap perempuan berupa hukum pakaian, wali, mahram, waris, segala hukum yang berkaitan dengan fungsi ibu dan pengatur rumah tangga (semisal jaminan nafkah, hadhanah [pengasuhan anak]), itulah yang membuat perempuan berharga dan terhormat. Jika ia menjalankan semua itu dengan baik dengan rasa takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala, berharap ridha-Nya, karena kecintaannya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia adalah wanita sukses; tidak saja di dunia, melainkan sukses di akhirat.

Pelaksanaan hukum-hukum penjagaan ini menjadi sempurna dengan adanya peran negara dalam Islam. Dalam Islam, negara wajib memastikan pemenuhan segala hak perempuan dan pelaksanaan kewajibannya secara sempurna. Negara akan menghukum kepala keluarga yang tidak memberi nafkah kepada perempuan/istri dan anak-anaknya dengan standar layak. Negara menyelenggarakan sistem pendidikan yang menunjang fungsi utama perempuan. Negara pun menjaga sistem media dan informasi yang membantu pelaksanaan tugas pendidikan keluarga di rumah.  Islam pun memberikan ruang yang luas kepada perempuan untuk berkiprah di tengah umat. Islam memberikan hak kepada wanita untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi, perdagangan, pertanian, industri dan melakukan berbagai transaksi di dalamnya. Ia boleh memiliki dan mengembangkan harta. Berhak mendapatkan pendidikan yang baik dan lengkap, berhak mendapat akses kesehatan terbaik. Dalam politik, Islam memberikan hak pada perempuan untuk memilih penguasa, berhak memilih dan dipilih dalam majelis perwakilan umat, berhak punya posisi di majlis pengadilan dan punya kewajiban untuk berbaiat kepada pemimpin, seperti halnya laki-laki. Suara perempuan didengar dalam persoalan publik.

Karena itu solusi mengeluarkan perempuan dari kondisi buruk hari ini bukan pada keterwakilan suara perempuan di pemerintahan ataupun parlemen yang menyuarakan kepentingan perempuan; bukan pada UU perlindungan perempuan dengan dasar liberalisasi agama; bahkan bukan dengan kepala negara perempuan. Solusinya terletak pada penerapan aturan Islam yang punya visi penjagaan dan perlindungan bagi peran dan fungsi perempuan. Di sinilah kesetiaan kita kepada Allah dan Rasul-Nya diuji. Waktunya pembuktian, kemana kita berpihak?  Saat ini sebuah strategi cacat  terus dihembuskan di negeri-negeri kaum muslim dan muslimah yang ditujukan untuk meningkatkan kehidupan kaum perempuan.  Dengan menggunakan perspektif gender, strategi ini ditujukan untuk menyelesaikan permasalahan perempuan yaitu  dengan membuat perjanjian pada berbagai Negara untuk menerapkan kebijakan persamaan gender di Negara mereka. Mereka berharap dengan Persamaan Gender ini dapat memberikan persamaan hak dan peran antar gender, yang mereka anggap sebagai penghalang bagi perempuan untuk mendapatkan kehormatan, keamanan, kesejahteraan, dan standar yang baik. Pada kenyataannya yang mereka maksud adalah bahwa semua hukum, hak, peran, tugas, dan pilihan pada setiap gender harus sama baik dalam pernikahan, kehidupan keluarga, dan masyarakat,  termasuk kesamaan pembagian waris, tugas rumah tangga, dan pengasuhan anak antara lelaki dan perempuan di dalam unit keluarga.  

Namun  110 tahun sejak Hari Perempuan Internasional yang pertama, dan terlepas dari bertahun-tahun aktivis feminis memperjuangkan kesetaraan gender, hidup jutaan perempuan di berbagai Negara di seluruh dunia tetaplah menyedihkan. PBB melaporkan bahwa dunia terhadap perempuan di tahun 2020 tidak memenuhi visi dari pedoman setebal 150 halaman untuk diterapkan yang telah diadopsi oleh 189 negara pada saat Konferensi PBB tentang Wanita di Beijing tahun 1995.

“Sekarang, di tengah-tengah ketidakadilan dunia, masa depan terlihat sangat tidak jelas.“ yang disebutkan dalam konferensi. “Kita telah kehilangan momentum. Wanita dunia dan anak-anak perempuan tengah bergegas untuk berjuang dan tetap saja sulit untuk mendapatkan kemenangan, entah terhenti atau dirubah.”

Walaupun banyak janji untuk pemberdayaan dan peningkatan taraf kehidupan wanita yang diajukan dalam perjanjian Internasional ini tetap saja tak mampu terwujud pada banyaknya wanita dunia, sehingga memperjelas bahwa dengan hanya menyeru pada “penyetaraan” hak, pilihan, dan peran antara lelaki dan perempuan baik dalam unit keluarga maupun masyarakat melalui kesetaraan gender bukanlah jalan untuk memberikan kehormatan dan penghidupan yang layak bagi para perempuan dan pandangan ini masih saja dipaksakan pada dunia kaum Muslim.  Sebagai muslim kita harus memahami bahwa Islam tidak membutuhkan pemikiran yang salah. Maka kita telah mengatakan bahwa Sang Pencipta, Allah Subhanahu wa Ta'ala Maha Mengetahui apa yang Ia ciptakan dan Ia mengetahui apa yang terbaik untuk ciptaannya, dan apapun yang Ia telah tetapkan dalam hukum dan aturan-Nya adalah petunjuk bagi manusia untuk mendapatkan ampunan-Nya, dan dengannya perempuan-perempuan Muslim akan terlindungi. Namun apabila kita menjauh dari aturan dan regulasi-Nya, maka akan menghantarkan pada kecelakaan dan kesengsaraan bagi semua, tidak hanya wanita namun juga lelaki dan anak-anak. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya: 
“Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka (ketahuilah) barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thaha: 123). 
Kita butuh perubahan yang hakiki! Penegakkan kembali gemilangnya Negara Khilafah berdasarkan metode (manhaj) kenabian, inilah yang akan memberikan perlindungan dan pemeliharaan martabat perempuan sebagai pusat pilar dari pemerintahannya. WalLahu a’lam bi ash-shawab

Post a Comment

Previous Post Next Post