Bahaya RUU Omnibus Law CILAKA nan Cilako

Oleh : Afika Khairunnisa
(Staf Mentri Agama Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, Penulis dan Aktivis Dakwah Kampus)

RUU Omnibus Law CILAKA (Cipta Lapangan Kerja) terus dihujani kritikan dari berbagai kalangan. Dan tentu saja ini mengundang pertanyaan besar, untuk kepentingan siapa undang-undang ini dibuat? Siapa penumpang gelap dibalik pencetus RUU Omnibus law CILAKA ini? 

Sebelum itu ada 5  poin penting bahaya yang diusung RUU Omnibus law CILAKA ini:
Pertama, omnibus law ini benar-benar banyak mengakomodasi kepentingan pengusaha. Sebagaimana tulisan sebelumnya, kalangan buruh seperti KSPI menyebutkan sekurangnya ada 6 dampak buruk bakal menimpa para pekerja , dan itu semua ternyata menguntungkan para pengusaha. Tentu saja ada alasan kuat mengapa omnibus law dibuat seperti demikian, karena ini adalah keniscayaan demokrasi sebenarnya tak lebih dari korporatokrasi, dimana politisi dan parpol  membutuhkan modal untuk dapat meraih tampuk kekuasaan. Dengan kata lain, saat mereka ada dikursi kekuasaan  harus ada imbal balik yang diberikan kepada penguasa. Salah satunya dengan melalui undang-undang. Cara semacam ini sudah baku dalam sistem demokrasi. Omnibus law seakan-akan menjadi wahana yang akan menakomodir kepentingan korporat agar mereka berlepas tangan dan tidak banyak mengeluarkan biaya untuk upah dan jaminan tenaga kerja buruh. Tidak hanya itu bahkan berlepas tangan dengan menghilangkan cuti hamil, upah minimum, pesangon dan kebijakan-kebijakan yang menyenangkan para penguasa.

Kedua, dalam omnibus law CILAKA ini  juga dipercayai akan menggusur perda-perda syari'ah. Sebab dalam rancangan Omnibus Law CILAKA yang cilako ini menyatakan bahwa setiap perda dilarang mengganggu kepentingan umum yaitu menyebabkan diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar golongan dan gender. Perda dan perkada (peraturan kepala daerah) dalam pasal 249 ayat (1) dan ayat (3) itu menyatakan dilarang bertentangan dengan ketentuan peraturan  perundang-undang yang lebih tinggi. Maka dengan ini, penumpang gelap menjadikan omnibus law sebagai kendaraan untuk memuat itikad mereka menghapus perda syari'ah.

Ketiga, omnibus law berisi itikad tidak baik dari rezim untuk mempertahankan kekuasaan secara otoriter, yakni melalui pasal 170 ayat 1 dan 2, dimana pemerintah selaku eksekutif bisa mengambil alih peran legislatif dengan membatalkan produk undang-undang melalui peraturan pemerintah.

Sebagaimana pernyataan dari Tohadi, direktur Eksekutif Lembaga Analisa Konstitusi dan Negara (LASINA), pasal ini bisa menjadi "senjata ideologis" pemerintah untuk membuat peraturan baru manakala ambisi mereka terhalang oleh UU. Bercermin dari kejadian sebelumnya yang pernah dilakukan rezim terhadap pembubaran HTI dengan tidak mengacu pada UU ormasa saat itu, dimana pembubaran ormas harus melalui pengadilan, namun rezim malah melakukan pembubaran melalui perppu no 2 th 2017 tentang ormas. Perppu itu merevisi sejumlah norma yang ada di UU ormas, salah satunya dengan pembubaran ormas secara sepihak tanpa jalur pengadilan. Sungguh ini merupakan kezhaliman yang nyata bagi rezim yang tengah terjepit. Begitu pula halnya dengan Omnibus Law CILAKA ini. 

Tampaknya, pola otoriter macam ini akan diperkuat melalui omnibus law pasal 170 ayat (1) dan (2). Dan lucunya, penguasa seperti melalui Menkumham Yasona dan Menkopolhukam Mahfud MD buru-buru menyatakan bahwa itu salah ketik. Bah, yang benar saja!. Orang-orang yang waras akalnya tentu saja akan menolak logika absurd semacam itu. Bagaimana mungkin bisa dikatakan ini salah ketik terjadi sepanjang itu Secara utuh dan formulatif Kalau bukan karena kesengajaan untuk menjaga kekuasaan dan kepentingan mereka.

Keempat,  terkait rencana penghapusan kewajiban sertifikasi halal. Aturan ini tercantum dalam Pasal 552 RUU Cipta Lapangan Kerja yang akan menghapus pasal 4, 29, 42, dan 44 UU Jaminan Halal. Terlepas dari aturan sertifikasi, konsumsi sesuatu yang halal adalah wajib bagi seorang muslim. Halal juga meliputi cara dan proses sebelum mengkonsumsi suatu materi, serta berbagai aspek dalam kehidupan seseorang yang beragama Islam. Dikutip dari situs Islamic Council of Victoria, halal dalam bahasa Arab dijelaskan sebagai sesuatu yang baik, dibolehkan, dan sesuai hukum. Bagi muslim, hukum merujuk pada Al-Qur'an seperti dalam surat Al-Baqarah ayat 172.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah."

Hukum bagi muslim juga mengacu pada hadist shahih yang terbukti kebenarannya. Salah satunya dari Abu Huraira, yang juga menjelaskan risiko nekat makan atau melakukan sesuatu yang tidak halal atau haram bagi muslim.
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: (إِنَّ اللهَ تَعَالَى طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبَاً وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ المُؤْمِنِيْنَ بِمَا أَمَرَ بِهِ المُرْسَلِيْنَ فَقَالَ: (يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوْا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوْا صَالِحاً) (المؤمنون: الآية 51) ، وَقَالَ: (يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا كُلُوْا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) (البقرة: الآية 172)،ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ: يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِّيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ)
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah SWT telah memerintahkan kepada kaum mukminin dengan sesuatu yang Allah perintahkan pula kepada para rasul. Maka Allah subhanahu wa ta'ala berfirman: "Wahai para rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih." (Al-Mu'minun; 51). Dan Allah SWT berfirman: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari rezeki yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian." (al-Baqarah: 172). Kemudian Rasulullah SAW menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan dirinya kusut dan kotor, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: "Wahai Rabb-ku, wahai Rabb-ku," namun makanannya haram, minumannya haram dan pakaiannya haram dan kenyang dengan sesuatu yang haram, lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?" (HR Muslim).

Dengan ketentuan dan risiko yang telah ditulis, maka halal menjadi prioritas utama bagi muslim. Tidak adanya kewajiban sertifikasi, tak menjadi alasan muslim bisa mengkonsumsi atau melakukan hal yang tak sesuai hukum Islam. Lantas bagaimana mungkin dengan seenak jidat bisa menghapus sertifikasi halal semudah itu? Tentu saja ini sangat berbahaya. Ruu omnibus Law CILAKA ini benar-benar cilako, dan menyengsarakan rakyat.

Kelima, Tak cukup di situ, kontroversi berikutnya berlanjut dalam pasal izin lingkungan yang dihapus dalam omnibus law. Padahal izin lingkungan sebelumnya diatur dalam pasal 40 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Kepala Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi, mengatakan korporasi dibuat dengan dua keistimewaan, yang pertama mengedepankan investasi dan pelayanannya. Yang kedua, ada imunitas terhadap korporasi dalam konteks hukum. Zenzi menyoroti soal sanksi administrasi kepada korporasi yang melakukan pembakaran lahan dan hutan diserahkan ke pemerintah. Menurut dia, ini berisiko ketika pemberian hukuman dilakukan oleh lembaga eksekutif.

“Karena dia bergantung pada sanksi administratif, kalau (sanksi) administratif belum terpenuhi oleh perusahaan, belum bisa dipidana,” jelasnya. (cnnindonesia.com, 21/2/2020).

Alhasil, omnibus law dinilai merampas hak rakyat atas lingkungan, dan atas buruh serta pekerja. Omnibus law menjadi ajang karpet merah bagi korporasi dan pengusaha kapitalis. Alasan investasi yang bisa menciptakan lapangan kerja hanyalah kamuflase dari proyek RUU ini. Kehadiran investor asing sejatinya tak berefek apapun pada lapangan pekerjaan. Buktinya, tenaga kerja asing justru mengalir deras mendatangi Indonesia semenjak kran investasi dibuka selebar-lebarnya. Malah yang ada angka pengangguran terbuka makin meluas.

Sebelum RUU ini sah, PHK massal sudah terjadi di berbagai perusahaan. Bagaimana jadinya jika RUU ini disahkan? Lonjakan pengangguran sangat mungkin meningkat tajam. Hal ini beralasan. Dalam RUU Ciptaker memang memberi peluang perusahaan untuk tidak mengangkat pekerja menjadi karyawan tetap. Sistem kontrak putus berlaku di sini.

Apa yang terjadi? Generasi muda akan sulit mendapat pekerjaan stabil. Tidak menentu dan terombang ambing. Di sinilah potensi pengangguran terbuka itu terjadi.

Lantas bagaimana Islam memandang tentang kesejahteraan itu diwujudkan dalam suatu negara?
Dalam pandangan Islam, negara adalah khodim al ummah. Yakni pelayannya umat, mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara bertugas memberi jaminan dan pelayanan. Menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat.

Sumber Daya Alam yang melimpah akan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Negara dilarang menyerahkan pengelolaan dan penguasaan SDA itu kepada asing atau investor. Kehadiran investor dalam negara Islam tidak boleh dalam bidang strategis atau vital.

Investasi asing tidak boleh dalam bidang yang membahayakan, kepemilikan umum, sektor nonriil, dan juga dalam kategori muhariban fi’lan. Investasi asing hanya boleh dalam bidang halal dan bukan dalam penguasaan kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Dalam mengatasi pengangguran, negara akan memberdayakan iklim usaha yang sehat. Membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi rakyat. Yang tidak punya modal, diberi modal oleh negara agar ia bekerja.

Yang tidak punya keterampilan bekerja juga akan diberi pelatihan agar ia memiliki kemampuan dan skill yang mumpuni. Sebab, dalam Islam, pengangguran dan bermalas-malasan itu dilarang. Setiap kepala keluarga wajib mencari nafkah.

Sebagaimana sabda Nabi SAW
"Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR Muslim).
 Dalam hal ini negara akan membuka lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga laki-laki. Perempuan tidak akan dibebani dengan masalah ekonomi. Karena tugas utamanya adalah mendidik generasi. Negara juga memberi jaminan pemenuhan kebutuhan dasar yang layak. Seperti jaminan kesehatan, pendidikan, keamanan, sandang, pangan, serta papan.

Dengan memaksimalkan serta mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki, negara berdiri secara mandiri tanpa lagi bergantung pada investasi dan utang luar negeri. Negara seperti ini hanya bisa terwujud dengan penerapan syariah kaffah dalam Khilafah. Sistem politik, ekonomi dan sosial berbasis syariah dan kesejahteraan rakyat adalah hal utama bagi Khilafah. Rasulullah saw bersabda, “Imam/Khalifah adalah pemelihara urusan rakyat; ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan Muslim). Semoga segera terwujud.

Allahu'alam bi shawwab

Post a Comment

Previous Post Next Post