Antara"BPJS" dan Jaminan Kesehatan Dalam Islam

Oleh : Suwaibatul Aslamiyah
Muslimah Bangka Belitung

Pemerintah diminta mencari solusi lain terkait defisit anggaran menyusul pembatalan kenaikan iuran BPJS yang diketok Mahkamah Agung (MA). Seperti di ketahui MA mengabulkan uji materi peraturan presiden (PERPRES) Nomor 75 tahun 2019 tentang jaminan kesehatan. Keputusan itu sekaligus membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Tribunnews.com melansir pernyataan Nur Nadifah anggota komisi IX DPR bahwa BPJS dapat menerapkan sejumlah masukan yang diberikan DPR, seperti melakukan subsidi anggaran dan lain-lain. Menurut Nadifah, penolakan terhadap kenaikan iuran BPJS kelas III sudah disepakati dalam rapat gabungan antara komisi IX DPR, KEMENKES, BPJS dan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pada November 2019 lalu. 

Banyak keluhan dari rakyat tentang pelayanan BPJS yang akhirnya berujung pada kekecewaan. Bahkan nyaris tidak adanya pelayanan sampai adanya pasien yang merenggut nyawa hanya karena terkendala biaya. Pada faktanya pemerintah berlepas tangan dalam pengelolaan BPJS. Pengelolaan BPJS di serahkan kepada PT. Asuransi kesehatan atau swasta. Sehingga pemberlakuan kebijakan BPJS ini, diisyaratkan adanya iuran dari masyarakat dengan dalih gotong royong dan saling membantu. Kebijakan tersebut bersifat wajib untuk seluruh rakyat Indonesia. Bagi yang tidak ikut serta sebagai peserta BPJS akan dikenakan sanksi administratif dan bagi yang telat membayar iuran BPJS akan di kenakan denda yaitu penambahan jumlah iuran. 

Kesehatan merupakan hal yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Jika kesehatan manusia terganggu akan menghambat manusia untuk melakukan produktifitas dalam menjalani hidup. Maka sangatlah penting untuk membutuhkan peran dari negara dalam mengatasi masalah kesehatan. Di era kapitalis saat ini mendorong manusia berbuat amal karena adanya asas manfaat (materi). Tolak ukur ini mendominasi pikiran manusia, bahkan menembus batas-batas kemanusiaan. 

Kita lihat fakta hari ini, demi kepentingan materi dan meraup untung sebesar-besarnya, dunia kelihatan begitu kejam dan bengis tanpa sedikitpun mengenal batas-batas kemanusiaan. Program BPJS kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah ini memberikan impian dan harapan kepada rakyat tentang kemudahan mengakses kesehatan secara gratis. Tapi seiring dengan berjalannya program BPJS, impian dan harapan menjadi pupus dan pudar. Alih-alih program BPJS ini yang awalnya menjadi jaminan kesehatan bagi masyarakat ternyata begitu memaksa dan memalak. 

Iuran BPJS ini menambah beban rakyat. Sangatlah jelas dalam pandangan kapitalisme hubungan negara terhadap rakyatnya adalah hubungan bisnis. Mengharuskan adanya keuntungan bagi pihak pemilik modal dalam memberikan pelayanan. Tidak ada makan siang gratis tanpa adanya keuntungan. Program BPJS ini hanyalah ladang bisnis yang menguntungkan bagi para pemilik modal. Yang namanya perusahaan tidak mungkin memberikan barang secara cuma-cuma tanpa ada konpensasi. Maka sangatlah mustahil program BPJS ini menjamin kesehatan gratis untuk rakyat. 

JAMINAN KESEHATAN DALAM ISLAM 

Dalam pandangan islam hubungan negara dengan rakyat diibaratkan seperti hubungan antara ayah dengan anaknya. Seorang ayah wajib bertanggung jawab memenuhi kebutuhan anaknya, makan, pakaian, keamanan, kesehatan dan lain-lain. Semuanya wajib dijamin oleh ayah. 

Begitulah cara negara memperlakukan rakyatnya. Dalam islam kebutuhan akan pelayanan terhadap kesehatan merupakan kebutuhan dasar masyarakat yang menjadi tanggung jawab negara. Maka jadilah rumah sakit, aktivitas pengobatan merupakan kemaslahatan umat dan fasilitas publik. 

Kemaslahatan dan fasilitas publik (al-masholih wa al-marofiq) merupakan kewajiban bagi negara untuk mengadakannnya. Nabi Sallallahhu'alaihi wa sallam bersabda : "Imam adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya", (HR. Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar). Nash ini bersifat umum, yang menjelaskan tanggung jawab kepala negara kepada rakyat merupakan sebuah kewajiban. Termasuk dalam pemeliharaan kesehatan dan pengobatan adalah ria'yah yang wajib oleh negara. 

Imam muslim meriwayatkan dari Jabir bahwa Rasulullah SAW (sebagai kepala negara) mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay sahabat Beliau SAW. Ketika Nabi SAW pernah mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir Rasulullah SAW lalu menjadikannya sebagai dokter umum bagi masyarakat. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari anas r.a. bahwa serombongan orang dari kabilah 'Urainah maauk islam lalu jatuh sakit di Madinah. Rasulullah SAW selaku kepala negara lalu meminta mereka untuk tinggal di penggembalaan unta zakat yang dikelola Baitul mal di daerah Quba dan diperbolehkan minum susunya sampai sembuh. Al-Hakim meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab memanggil dokter untuk mengobati Aslam dan diberlakukan semua rakyatnya. (www.mediaumat.com)

Dari semua penjelasan diatas merupakan dalil bahwa pelayanan kesehatan dan pengobatan wajib disediakan negara secara gratis tanpa memungut iuran sedikitpun. Kesehatan menjadi hak warga negara, bagi orang-orang yang memerlukan tanpa memandang status ekonomi. 

Dalam mewujudkan pelayanan kesehatan dan pengobatan gratis ini tentu memiliki dana yang cukup besar. Untuk mendapatkan dana yang besar, negara harus memiliki sumber-sumber pendapatan kas baitul mal yang ditentukan oleh syari’ah. Salah satunya pendapatan dari sumber daya alam tambang, baik berupa tambang emas, nikel, batu bara, baja, besi, minyak bumi, dan lain-lain. Dalam pandangan Islam kekayaan alam berupa tambang adalah harta kekayaan milik umum yang tidak bisa diprivatisasi (dimiliki atau dikuasai) oleh individu, swasta maupun swasta asing. 

Hal ini di dasari dari hadits Nabi Sallallahhu'alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Ahmad bahwa "Kaum muslim berserikat dalamtiga hal, padang rumput, air dan api ". Nash ini menjelaskan bahwa padang rumput, air dan api merupakan milik umat yang tidak bisa di berikan kepada individu maupun kelompok, maka manfaatnya harus dinikmati oleh semua orang. Api yang di maksud dalam hadits ini adalah kategori kekayaan tambang yaitu tambang berupa batu bara yang menghasilkan energi, dan sifatnya berlaku untuk semua jenis tambang. 

Di dalam Islam mekanisme pengelolaan kekayaan alam berupa tambang adalah tanggung jawab negara. Negara hanya wajib mengelola kekayaan tambang dan hasilnya didistribusikan kepada rakyat secara merata. Belum lagi sumber pendapatan lainnya yang dimiliki oleh kas baitul mal negara, diantaranya adalah kharaj, jizyah, ghanimah, fa'i, usyur, pengelolaan harta milik negara dan sebagainya. Sehingga dengan sumber pendapatan inilah maka negara mampu menjamin semua kebutuhan dasar masyarakat termasuk kebutuhan pelayanan kesehatan dan pengobatan (An-Nizhom  Al-Iqtisodi fiil islam, Taqiyudin An-nahbani). 

Wallahu a’lam bish-shawabi.

Post a Comment

Previous Post Next Post