Virus Corona Diabaikan, Ekonomi Diutamakan

Oleh : Ummu Khansa 
(Aktivis Bangka Belitung)

Awal tahun 2020 dunia dikejutkan oleh wabah virus baru yang bernama Corona. Virus yang dikenal dengan istilah Novel 201 Coronavirus (2019-nCoV) ini mulanya terdeteksi di kota Wuhan, China pada Desember 2019 lalu. Sejumlah warga di sana tiba-tiba menderita pneumonia misterius. Dilansir dari Reuters pada Ahad (26/1) lalu jumlah warga China yang terinfeksi virus corona mencapai 1.975 orang. Jumlah kematian pun terus meningkat. Tercatat sebanyak 56 orang telah meninggal. (republika.co.id)

Menyikapi hal ini, Presiden Xi Jin Ping menyatakan bahwa negaranya dalam kondisi genting. Pemerintah China pun telah mengisolasi kota Wuhan sebagai tindakan pencegahan virus kian mewabah. Sontak saja hal ini membuat warga panik dan cemas. Dari video yang beredar terlihat bagaimana orang-orang tiba-tiba ambruk dan berceceran di jalanan. Para tenaga medis yang menangani pasien pun terlihat mulai depresi. Mereka menangis dan menjerit di tengah mencekamnya suasana. Tentu hal ini membuat sejumlah negara was-was. Apalagi virus yang disebut mirip sindrom pernapasan akut berat (SARS) ini telah menyebar ke beberapa negara seperti Perancis, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Singapura, dan lainnya dengan cepat.

Untuk mengantisipasi penyebaran virus ini, beberapa negara mulai melakukan evakuasi warganya dari Wuhan dan kota lain di China. Bahkan Amerika Serikat merencanakan penerbangan carter pada Ahad (26/1) untuk membawa warga negara dan diplomatnya kembali dari kota Wuhan, China. Untuk sementara waktu konsulat Amerika Serikat di Wuhan pun ditutup. Menyikapi hal itu, Rusia juga berkonsultasi dengan China untuk membahas kemungkinan mengevakuasi warga negaranya dari kota Wuhan dan Provinsi Hubei. Begitu pula dengan Perancis. Sebuah pernyataan di laman web resmi konsulat Perancis di Wuhan menyatakan bahwa Perancis sedang mempertimbangkan dan menyiapkan layanan bis yang memungkinkan warga Perancis, pasangan dan anak-anak mereka meninggalkan Wuhan. (suarasurabaya.net)

Namun, berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Di saat negara lain sibuk mengupayakan evakuasi terhadap warga negaranya, pemerintah Indonesia justru tidak melarang warga negaranya pergi ke China. Akses perjalanan dari jalur darat, laut dan udara tidak akan ditutup dan tidak ada pembatasan. Menurut Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) kelas 1, Bandara Soekarno-Hatta, dr. Anas Ma'aruf di gedung Kemenkes, Jakarta Selatan pada Rabu malam (22/1) lalu, tidak akan dilakukan restriksi, pembatasan perjalanan orang dikarenakan bisnis bisa merugi dan ekonomi bisa berhenti. Pihaknya hanya mengeluarkan anjuran perjalanan untuk meminimalisir dampak penyebaran virus mematikan ini. (harianjogja.com)

Senada dengan hal itu, Provinsi Sumatera Barat menerima 174 turis asal Kunming, China di Bandara Internasional Minangkabau, Padang pada Ahad (26/1) lalu. Di Manado, Sulawesi Utara juga kedatangan 7 turis yang terindikasi terjangkit virus corona. Sikap tegas pun ditunjukkan oleh netizen Indonesia. Rasa kecewa terhadap sikap pemerintah mendorong mereka untuk memviralkan tagar #TolakSementaraTurisChina dan berhasil menjadi trending topic pada hari yang sama. Melalui tagar ini netizen berharap pemerintah Indonesia melakukan tindakan yang lebih tegas, yakni mengisolasi Indonesia dari turis-turis China. (harianhaluan.com)

Mengapa pemerintah terkesan abai menyikapi hal ini? Ironis sekali. Padahal negara lain justru waspada dan melakukan tindakan pencegahan. Travel warning tak kunjung dikeluarkan bahkan seruan dari masyarakat agar pemerintah menutup masuknya warga negara asal China pun tak dihiraukan. Pemerintah justru lebih memikirkan untung rugi bisnis dibandingkan perlindungan total terhadap rakyat. Nampak sekali watak asli rezim saat ini. Sistem kapitalis yang menghegemoni negeri ini hanya menjadikan keuntungan sebagai motivasi. Segala sesuatu selalu diukur dengan materi, dinilai untung rugi. Bahkan hingga nyawa yang jadi taruhan pun mereka tak peduli. Sungguh mengerikan. Di saat warga membutuhkan perlindungan, kelangsungan ekonomi malah lebih diutamakan. Padahal jelas virus corona ini mematikan. Sudah seharusnya pemerintah sigap melakukan penanganan.

Berbeda dengan Islam, sistem pemerintahannya adalah pelayan bagi kepentingan rakyat. Urusan rakyat menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya, termasuk rasa aman dari wabah penyakit yang menyerang. Imam (Khalifah) akan mengerahkan segala upaya untuk melindungi rakyatnya. 

Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW, bertindak tegas penuh tanggung jawab ketika wabah Tha'un melanda suatu kaum. Dari 'Amir bin Sa'ad bin Abu Waqash dari ayahnya bahwa dia ('Amir) mendengar ayahnya bertanya kepada Usamah bin Zaid. "Apa yang pernah kamu dengar dari Rasulullah SAW tentang masalah Tha'un?". Maka Usamah berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Tha'un adalah sejenis kotoran (siksa) yang ditimpakan kepada satu golongan dari Bani Israil atau kepada umat sebelum kalian. Maka itu jika kalian mendengar ada wabah tersebut di suatu wilayah, janganlah kalian memasuki wilayah tersebut dan jika kalian sedang berada di wilayah yang terkena wabah tersebut, janganlah kalian mengungsi darinya." (HR. Bukhari)

Jelas dalam hadits ini bahwa kebijakan Islam yang wajib diambil ketika suatu negeri terkena wabah penyakit adalah melarang penduduknya keluar dari negeri tersebut dan melarang siapapun untuk memasuki negeri tersebut hingga penyakit itu dilenyapkan oleh Allah SWT atau ditemukan obatnya.  Dikutip dalam buku berjudul 'Rahasia Sehat Ala Rasulullah SAW: Belajar Hidup Melalui Hadits-Hadits Nabi' oleh Nabil Thawil, di zaman Rasulullah SAW jikalau ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha'un, Rasulullah SAW memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh dari pemukiman penduduk.

Ketika diisolasi, penderita diperiksa secara detail, kemudian dilakukan langkah-langkah pengobatan dengan pantauan ketat. Para penderita baru boleh meninggalkan ruang isolasi ketika dinyatakan sudah sembuh total.

Inilah metode karantina yang telah diperintahkan Rasulullah SAW untuk mencegah wabah tersebut menjalar ke negara-negara lain. Agar perintah tersebut dilaksanakan, Rasulullah mendirikan tembok di sekitar daerah yang terjangkit wabah dan menjanjikan bahwa mereka yang bersabar dan tinggal akan mendapatkan pahala sebagai mujahid di jalan Allah, sedangkan mereka yang melarikan diri dari daerah tersebut diancam malapetaka dan kebinasaan. Selain itu, wabah penyakit lepra pun dikenal luas pada masa Rasulullah. Beliau pun memberi peringatan agar masyarakat menghindarinya. Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda : "Jauhilah orang yang terkena lepra, seperti kamu menjauhi singa." (HR. Bukhari)

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab juga terdapat wabah penyakit. Dalam sebuah hadits diceritakan, Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, lalu ia mendapatkan kabar wabah penyakit kolera. Maka beliau dan rombongannya pun menghentikan perjalanannya. Kemudian Umar meminta pendapat kaum Muhajirin dan Anshor untuk memilih melanjutkan perjalanan atau kembali ke Madinah. Sebagian berpendapat untuk tetap melanjutkan perjalanan, sebagian lagi berpendapat untuk membatalkan perjalanan. Selain itu, Umar juga meminta pendapat sesepuh Quraisy yang menyarankan agar tidak melanjutkan perjalanan menuju kota yang sedang diserang wabah penyakit. "Menurut kami, engkau beserta orang-orang yang bersamamu sebaiknya kembali ke Madinah dan janganlah engkau bawa mereka ke tempat yang terjangkit penyakit itu", ujar sesepuh Quraisy sebagaimana dikutip dalam buku Pesona Akhlak Nabi (Ahmad Rofi' Usmani, 2015). Namun, seorang di antara mereka di antara rombongan Abu Ubaidah bin Jarrah masih sangsi atas keputusan Khalifah. "Kenapa engkau melarikan diri dari ketentuan Allah?" ujarnya. Umar pun menjawab, bahwa apa yang dilakukannya bukanlah melarikan diri dari ketentuan Allah melainkan untuk menuju ketentuan-Nya yang lain.

Keputusan untuk tidak melanjutkan perjalanan pun semakin yakin saat mendapatkan informasi dari Abdurrahman bin Auf. Bahwa suatu ketika Rasulullah melarang seseorang untuk memasuki suatu wilayah yang terkena wabah penyakit. Hal ini dilakukan oleh Khalifah Umar adalah semata-mata untuk menjaga keselamatan rombongannya dan umat Islam, karena keamanan dan kesejahteraan umat Islam adalah tanggung jawab penguasa atau Khalifah. Begitulah solusi Islam mengatasi wabah penyakit. Sudah seharusnya pemerintah mencontoh solusi nyata yang dapat memberikan perlindungan bagi umat. Karena hanya dengan Islam saja kesejahteraan dan keamanan itu dapat terwujud. Tentunya dalam sistem yang menerapkan syariah secara kaffah.

Wallahu a'lam bish shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post