Kemiskinan Terus Terjadi dalam Sistem Demokrasi Islam Memberi Solusi

Oleh: Ghoziyah Almustanirah
(Member AMK dan Pemerhati Kebijakan Publik)

Miris. Sebanyak 115 juta masyarakat Indonesia dinilai rentan miskin karena tingkat kemiskinannya di bawah 10 persen. Hal ini berdasarkan laporan dari Bank Dunia yang bertajuk "Aspiring Indonesia, Expanding the Middle Class" pada Kamis, 30 Januari 2020. Pertumbuhan ekonomi yang diprediksi hanya 5,6 persen per tahun selama 50 tahun ke depan. Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita diperkirakan tumbuh enam kali lipat menjadi US$ 4 ribu, namun 45 persen penduduk Indonesia belum mencapai pendapatan yang aman. Sehingga, mereka dinilai rentan miskin. (Katadata.com, 02/02/2020)

Namun, berdasarkan data BPS, persentase penduduk miskin pada September 2019 sebesar 9,22 persen atau hanya 24,79 juta orang. Angka ini turun dibanding bulan Maret 2019 dan turun 0,44 persen poin dibanding periode yang sama tahun lalu.

Angka-angka ini tidak bisa dijadikan patokan. Karena, pada faktanya kemiskinan di negeri ini sangat terpampang nyata. Kita dengan mudah melihat para pencari kerja antri di tempat penerimaan lowongan pekerjaan. Menjamurnya para pengemudi ojek online sebagai langkah praktis mencari uang meski  bergelar sarjana. PHK terjadi di mana-mana. Banyak tempat usaha yang gulung tikar dan terpaksa merumahkan para karyawannya. Anak-anak terpaksa putus sekolah, menjamurnya tunawisma, serta berita masyarakat yang mengkonsumsi nasi aking, bahkan rumput karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya walau hanya sekadar membeli makanan yang layak. Para gelandangan yang hidup di kolong jembatan, rel kereta, bantaran kali. Masih banyak lagi fakta yang berbicara bagaimana kemiskinan di negeri ini.

Dalam sistem demokrasi yang saat ini diterapkan Indonesia, kemiskinan diukur hanya berdasarkan data. Data yang dijadikan alasan untuk membuat sebuah kebijakan. Mengundang investor ,mempermudah izin usaha, membuka kran impor dan yang lainnya mengatasnamakan demi rakyat. Subsidi dicabut satu persatu, pajak semakin digenjot, lagi-lagi alasannya untuk kepentingan rakyat.

Pemerintah melalui BPS mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar. Sumbernya dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) setiap Maret dan September. Susenas ini dilakukan dengan mewawancarai langsung terhadap beberapa sampel dengan menggunakan kuesioner konsumsi dan pengeluaran. (detiknews.com, 29/01/2020)

BPS juga berpatokan kepada Bank Dunia dan Garis Kemiskinan Nasional (GKN) terhadap kesetaraan daya beli  per dollar AS. Batasan kemiskinan yang digunakan Bank Dunia yaitu kesetaraan daya beli sebesar 1,9 dollar AS sebagai batas extreme poverty alias sangat miskin. Sementara GKN  perhitungannya menetapkan di tahun 2018 sebesar Rp.401.220 per kapita per bulan atau setara 2,50 dollar AS PPP per hari. Ada juga metode BKKBN yang distandarkan kepada tingkat kesejahteraan keluarga.

Kemiskinan ini akan terus terjadi selama kita masih memakai sistem demokrasi. Karena kapitalisme membuat standar kemiskinan hanya berdasarkan pendapatan rata-rata per kapita. Bukan pada terpenuhinya kebutuhan pokok per individu. Negara juga abai dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup rakyat. Rakyat harus berjuang sendiri untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Sehingga, kemiskinan ini akan terus terjadi.

Saat ini rakyat juga dimiskinkan oleh sistem. Karena kemiskinan ini terjadi akibat diterapkannya sistem demokrasi kapitalis. Negeri ini kaya raya akan SDA, ibarat kata negeri ini adalah surganya dunia. SDA yang melimpah ini sayangnya tidak mampu dinikmati oleh semua rakyat karena pengelolaannya bukan oleh negara, pemanfaatannya bukan demi kesejahteraan rakyat. SDA yang melimpah diserahkan pada swasta atau asing. Akibatnya, rakyat bak ayam yang kelaparan di atas lumbung padi. Semua sumber daya untuk memenuhi kebutuhan tersedia, namun tidak bisa diperoleh dengan mudah, murah apatah lagi gratis.

Hanya Islam yang mampu memberi solusi. Islam adalah agama yang sempurna. Mengatur segala permasalahan umatnya termasuk mengatasi kemiskinan. Bank Dunia hanya memberi rekomendasi yakni dengan meningkatkan kualitas pendidikan menengah, memberikan jaminan dan cakupan kesehatan, menyalurkan kepada masyarakat serta memperbaiki kebijakan administrasi pajak.

Kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat struktural. Karena, masyarakat kekurangan akses terhadap tanah pemukiman, pendidikan, kesehatan, fasilitas infrastruktur hingga sulitnya mencari lapangan pekerjaan. Belum lagi mahalnya biaya hidup karena tingginya harga-harga kebutuhan hidup.

Pemerintah saat ini hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi bukan pemenuhan kebutuhan pokok.

Dalam Islam pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Islam mengatur bagaimana memenuhi kebutuhan setiap individu baik pangan, sandang, maupun papan.

Secara individual Allah memerintahkan setiap orang untuk bisa menafkahi dirinya sendiri (lelaki) saat baligh atau berumur 15 tahun. Jika ia masih kecil maka nafkahnya menjadi tanggungan orang tuanya dalam hal ini dibebankan kepada suami. Jika suami meninggal maka kewajiban ini beralih kepada kerabat suami yaitu saudara laki-laki si ayah (paman), kakek atau saudara lelakinya. Jika tidak ada maka masyarakat turun tangan membantu atau ditangani langsung oleh negara.
Rasulullah bersabda: "Mencari rezeki halal adalah kewajiban di antara kewajiban lainnya." (HR. at-Tabrani).

 Allah  berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya: "Kewajiban para ayah memberikan makanan dan pakaian kepada keluarganya secara layak."

Kewajiban suami memberi nafkah ini sesuai kemampuannya. Jika ditakdirkan hidup miskin maka kita harus bersabar, sembari terus berusaha menjemput rezeki, tawakal dan senantiasa berprasangka baik. Bisa jadi kemiskinan ini adalah yang terbaik menurut Allah, dan mempercepat hisab kita kelak di akhirat. Rezeki dari Allah itu pasti cukup untuk memenuhi kebutuhan kita, tapi tidak untuk keinginan.
Nabi pernah bersabda: " Janganlah kamu berputus asa dari rezeki selama kamu masih bisa bergerak. Sungguh manusia dilahirkan dari rahim ibunya dalam keadaan merah tanpa baju, kemudian  Allah memberi dia rezeki." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Hiban).

Selain itu Islam juga memerintahkan agar sesama muslim saling memperhatikan kondisi saudaranya. Bahkan, seorang muslim dianggap tidak beriman jika tidur dalam keadaan kenyang sementara ada tetangganya yang kelaparan. Sesama muslim juga disunahkan saling memberi, karena ini akan menambah rasa cinta dan kasih sayang.  Melebihkan kuah saat memasak. Memberi makan orang yang berpuasa. Berkurban, bersedekah, dan zakat juga salah satu cara Islam mengatasi kemiskinan. Islam juga melarang seorang muslim menumpuk harta. Harta yang ada sebaiknya dikembangkan agar memberi manfaat lebih buat orang lain. Bisa dengan membuka usaha, mempekerjakan orang lain, memberi utang bagi yang membutuhkan, atau melakukan kerja sama dalam bidang ekonomi. Islam mengatur tentang sistem upah, akad-akad muamalah, dan lainnya.

Penguasa dalam Islam bertanggung jawab penuh menjamin terpenuhinya kebutuhan setiap rakyatnya. Memberi kemudahan, subsidi, atau bahkan menggratiskan jika memiliki dana yang cukup di baitul mal. Penguasa wajib menyediakan lapangan pekerjaan agar rakyat khususnya lelaki bisa bekerja untuk menafkahi keluarganya. Negara juga menyerahkan pemberian upah berdasarkan jasa atau manfaat yang diberikan, bukan distandarkan pada upah minimum. Bahkan dulu saat Umar bin khatab menjadi pemimpin beliau memberi insentif pada setiap bayi yang lahir. Membangun rumah singgah bagi para musafir yang kehabisan bekal. Bahkan beliau sendiri blusukan pada malam hari demi memastikan tidak ada satu pun rakyatnya yang kelaparan. Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan kisah seorang ibu yang memasak batu untuk anak-anaknya karena miskin. Umar juga membuat kebijakan membantu para pemuda yang ingin menikah tapi kekurangan uang. Pada masa Islam diterapkan para pelajar bahkan diberi uang saku agar semangat belajar, padahal mereka sekolah tanpa biaya alias gratis.

Dalam bidang kesehatan juga sangat diperhatikan. Masyarakat mendapat pelayanan kesehatan gratis, tanpa ada diskriminasi baik pelayanan atau fasilitas. Bahkan, mereka diberi uang ketika telah sembuh agar lebih semangat dan bahagia .

Negara menjamin tersedianya semua kebutuhan rakyat, pendistribusian barang dijaga, agar tidak terjadi kelangkaan yang berujung naiknya harga. Islam melarang mematok harga. Islam juga mengatur pengelolaan kepemilikan  harta. Islam mendukung memajukan pengembangan harta dalam sektor riil yang tidak eksploitatif. Menciptakan mekanisme pasar yang adil. Menerapkan sistem mata uang berbasis emas dan perak.

Dengan sistem ekonomi Islam hakikat kepemilikan SDA adalah milik rakyat. Sehingga, pemanfaatannya juga sepenuhnya demi menyejahterakan rakyat. Islam juga melarang riba. Rakyat tidak akan ditarik pajak kecuali dalam kondisi tertentu dan sifatnya juga situasional bukan tetap. Pajak ini juga hanya dibebankan pada orang yang mampu, bukan pada setiap individu.

Semua aturan dalam sistem ekonomi Islam ini adalah solusi untuk mengatasi kemiskinan. Semua ini hanya bisa diterapkan jika aturan Islam diterapkan secara kafah. Masihkah kita berharap mengatasi kemiskinan pada sistem demokrasi? Tidak! Itu hanya mimpi. Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post