Negeri Kebanjiran, Negara Kebingungan


Oleh: Sri Nurwulan  

Awal tahun 2020 Indonesia memasuki musim hujan. Akibat dari curah hujan yang begitu tinggi adalah banjir yang melanda beberapa daerah di Indonesia, tak terkecuali Ibukota negara kita, Jakarta. Banyak pakar yang berbicara menganalisa apa penyebab utama dari masalah banjir tersebut. Ada pakar yang mengatakan bahwa banjir tersebut dikarenakan faktor alam, yaitu curah hujan yang begitu tinggi. Ada juga pakar yang mengatakan banjir tersebut dikarenakan masalah teknis, seperti tidak berfungsi drainase, resapan air yang kurang, kurangnyabkanalnyang tersedia, dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga tokoh yang menyatakan bahwa banjir terjadi karena pembangunan yang jor-joran. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 455 bencana terjadi sejak 1 Januari hingga 10 Februari 2020 (kompas.com, 10/02/2020).

Sebenarnya kalau kita lihat ke belakang, permasalahan banjir ini merupakan kejadian yang berulang secara terus menerus. Setiap tahunnya kita menghadapi banjir saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau. Padahal setiap tahunnya kita pasti mengalami kedua musim tersebut. Jelas masalah yang kita hadapi ini bukanlah karena faktor alam, karena Allah sudah pasti menciptakan alam ini dalam keadaan yang seimbang.

Ketika permasalahan banjir ini terjadi berulang-ulang dan penyelesaian secara teknis saja tidak dapat menyelesaikannya secara tuntas, maka kita harus melihat pada akar permasalahan yang terjadi serta melihat penyebab utama terjadinya permasalahan banjir tersebut. Dalam hal ini kita harus melihat sistem yang digunakan untuk membuat semua aturan dalam suatu negara. Negara saat ini menggunakan sistem kapitalis, dimana dalam hal lingkungan, tata kota, dan pembangunan infrastruktur diserahkan pada kemauan kaum kapitalis yang berorientasi memenangkan bisnis dan tidak memperhatikan lingkungan. Pertimbangan yang digunakan hanyalah keuntungan bisnis sementara. Akibatnya adalah banyaknya pembangunan yang pada akhirnya merusak lingkungan. Sedangkan disisi yang lain, masih terjadi kemiskinan massal yang mempengaruhi pola kehidupan seperti banyaknya perumahan di bantar kali, tidak bisa menjaga kebersihan lingkungan (membuang sampah ke sungai), buruknya sistem drainase, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, penyelesaian masalah banjir ini tidak cukup hanya dengan perbaikan teknis saja, melainkan harus menyentuh perubahan ideologis. Dengan ini harusnya kita menyadari bahwa sistem kapitalistik adalah sistem yang berakibat mufsiduna fil ardh (membuat kerusakan dimuka bumi), sedangkan pemberlakuan Islam akan mewujudkan  khilafah fil ardh (pemimpin di muka bumi), karena Islam dengan seperangkat aturannya akan memastikan bahwa lingkungan akan tetap lestari. Setiap kebijakan yang dibuat negara akan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. dan tidak akan berpihak hanya kepada segelintir orang saja tanpa mempertimbangkan akibat bagi yang lainnya.

Dari sini, seharusnya momentum banjir ini menjadi pengingat bagi kita agar dilakukan taubat nasional, mengubah pola hidup egois, dan membuang pandangan hidup kapitalisme seluruhnya, kemudian menggantinya dengan mengadopsi hukum Islam secara menyeluruh.

Wallahu a'lam bish-showabi

Post a Comment

Previous Post Next Post