Negara Kapitalis Gagal Mensejahterakan Rakyat

By : Dian 
(Pemerhati Umat)

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo telah menandatangani surat presiden atau surpres terkait draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Setelah ditandatanganinya surat tersebut, maka pembahasan mengenai draf Rancangan Undang-Undang (RUU) akan segera dibahas di DPR.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah bersama Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, juga telah menyampaikan supres dalam draf RUU Cipta Lapangan Kerja, kepada pemimpin DPR pada hari Rabu (13/2/2020).

Namun pemimpin DPR akan membawa surpres dan draf RUU tersebut dan akan dibahas dalam rapat paripurna.

Setelah itu, akan dibawa ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk kemudian diputuskan komisi yang akan dibahas tersebut dengan pemerintah.

Dalam draf RUU Cipta Lapangan Kerja, yang kini namanya diganti menjadi Cipta Kerja (Cika) berisi 1028 halaman yang membahas berbagai hal.

Yakni peningkatan ekosistem investasi, ketenagakerjaan, hingga jaminan sosial. Beberapa pasal dalam draf RUU ini potensial menimbulkan kontroversi.

Yang pertama, mengenai pasal 89 poin 22 berisi perubahan dari pasal 79 UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Isinya, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti bagi pekerja. Dalam waktu istirahat, pekerja diberikan waktu paling sedikit selama 30 menit selama 4 jam.

Kedua, ketentuan lembur pada pasal 89 poin 20 tercantum, pengusaha dapat memberlakukan waktu kerja yang melebihi ketentuan dalam jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu. Dan ketentuan mengenai pekerjaan atau sektor usaha tertentu, maka priode kerja akan di atur dengan peraturan pemerintah.

Ketiga, upah minimum ditetapkan oleh Gubernur,  maka upah minimum tidak diatur secara nasional. Pada pasal 89 poin 24 disebutkan, Gubernur yang menetapkan upah minimum sebagai jaringan pengaman, dihitung dengan mempertimbangkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

Keempat, pesangon saat terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib memberikan pesangon atau uang penghargaan masa kerja bagi buruh. Namun dengan hitungan pada masa kerja kurang dari 1 tahun, maka pesangonnya hanya mendapatkan 1 bulan upah kerja. Begitupun pada masa kerja 21 tahun atau lebih dari itu, hanya mendapat upah pesangon 8 bulan saja.

Kelima, bonus tahunan pada pasal 92 disebutkan bahwa pemberi kerja berdasarkan UU, ini memberikan penghargaan lainnya kepada pekerja/buruh. Dengan ketentuan pada masa kerja kurang dari 3 tahun, hanya sebesar 1 kali upah. Sedangkan pekerja yang memiliki masa 12 tahun atau lebih, hanya mendapatkan bonus 5 kali upah.

Sungguh sangat disayangkan adanya draf Cipta Lapangan Kerja (RUU), yang berisi mengatur hari dan jam kerja, upah, bonus, hingga pesangon yang tentu akan menyusahkan para buruh.

Bagaimana mungkin rakyat atau buruh akan sejahtera dengan kebijakan ini, sedangkan sebelum adanya RUU, buruh masih merasakan kesulitan dan kesengsaraan. 

Menjadi sesuatu yang wajar dengan adanya draf tersebut membuat sejumlah besar buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) dan berunjuk rasa di alun-alun Serang, Banten, pada hari Selasa (28/1/2020).(
https://katadata.co.id/berita/2020/02/13/lima-aturan-kontroversial-dalam-omnibus-law-ruu-cipta-lapangan-kerja)

Dengan adanya draf RUU tersebut semakin menunjukkan bahwa  pemerintah semakin pro dengan pengusaha yang akan semakin memuluskan kepentingan kaum Kapitalis dengan mengorbankan rakyat dan menzalimi pekerja.

Untuk itu penting bagi kita untuk membongkar kesalahan rezim yang membangun ekonomi dan mengatasi pengangguran dengan basis investasi. Seperti yang tercantum dalam  RUU (Cika) yang hanya menetapkan sanksi administrasi untuk pengusaha yang melanggar hak-hak buruh.

Inilah gambaran buruk dari penerapan sistem Kapitalis yang selalu berbasis pada kepentingan pebisnis kakap.  Tampak dalam RUU tersebut memberi kemudahan bagi para pebisnis untuk mencapai tujuan sesuai kepentingannya, dan inilah karakter dalam sistem kapitalis yang mudah melegalisasi hukum dengan merekayasa sesuai kepentingan penguasa yang dikendalikan oleh pengusaha. Sistem ini tentu sangat bersebrangan dengan sistem Islam.

Dalam sistem Islam negara mampu menyelesaikan pengangguran dan mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sejatinya sistem Islam merupakan solusi  hakiki bagi kemaslahatan rakyat. Yang mana dalam membuat undang-undang negara  tidak akan memberikan peluang atau kepentingan bagi elite tertentu seperti pengusaha untuk meraup keuntungan pribadi.

Adapun kepemimpinan dalam Islam akan memelihara berbagai urusan dan kekuasaan kepemimpinannya sesuai dengan wewenang tertentu dalam batas-batas yang diberikan oleh hukum syariah.

Sistem Islam pun mampu mengatasi permasalahan buruh yakni dengan membuka lapangan kerja, dan memberikan hak-hak jaminan upah yang memadai dengan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok mereka.

Syariah Islam mewajibkan seorang kepala rumah tangga untuk memberikan nafkah kepada keluarga mereka secara mutlak. Namun jika laki-laki lemah dan tidak sanggup bekerja, atau tidak mampu memberikan nafkah kepada keluarga mereka, maka dalam negara Islam di tanggung oleh Baitul Maal.

Sistem Islam ini akan berjalan jika ada institusi negara berupa daulah khilafah yang akan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu masyarakat. Bila pemenuhan hidup di selesaikan, maka persoalan ketenagakerjaan juga dapat diselesaikan dengan tuntas.

Begitupun dalam permasalahan antara buruh dan pengusaha, dapat diselesaikan sendiri sesuai dengan syariat Islam.

Sistem ekonomi negara Khilafah di desain langsung Allah SWT bagi perwujudan fungsi negara yang  benar dalam mengatur ekonomi. Islam tidak mengenal kontrak kerja dengan buruh apalagi mengambil hak-hak mereka. 

Kebijakan ekonomi Islam akan selalu berpihak pada kepentingan, kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat secara orang-perorangan.
Karena Khalifah/Imam wajib dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan seluruh warga negara, tanpa kecuali.

Hal ini bertolak belakang dengan kebijakan ekonomi negara-negara Kapitalis, Karena kebijakannya akan selalu berpihak kepada para pemilik modal ketimbang kemaslahatan rakyat.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw; " Sesungguhnya manusia yang paling dicintai Allah dan paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, sedangkan manusia yang paling dibenci oleh Allah dan paling jauh tempat duduknya adalah pemimpin yang dzalim". ( HR. At-Tirmidzi,1250).

Ketidak jelasan landasan filosofis dan ideologis merupakan akar permasalahan suatu produk hukum, sehingga menjadi kontroversial. Maka sudah saatnya kita harus kembali dan terikat pada hukum syariah dalam sistem Islam. Yang mampu menjamin kesejahteraan dan kebaikan bagi seluruh manusia.
Wallahu a'lam bish-shab.

Post a Comment

Previous Post Next Post