Ilusi Toleransi dalam Sistem Demokrasi

Oleh: Zahro al-Fajri 
(Malang)

Kasus pengerusakan masjid kembali terjadi. Rabu, 29 Januari 2019, Masjid Al Hidayah di Perumahan Griya Agape, Desa Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara ( Sulut ), dirusak oleh masyarakat atau organisasi masyarakat (ormas) setempat (01/02/19, makassar.tribunnews.com). kejadian ini menambah deret panjang kasus “intoleran” beragama yang terjadi di Indonesia. 

Kasus “intoleran” beragama di Indonesia tidaklah sedikit. Pengerusakan rumah ibadah, pelecehan simbol-simbol-simbol agama, pelarangan penggunaan simbol agama (seperti pelarangan hijab di sekolah di Bali), dan masih banyak lagi. negara dengan sistem demokrasi ini belum mampu mewujudkan kerukunan agama yang diidam-idamkan.

Ilusi Toleransi dalam Sistem Demokrasi
Toleransi, khususnya dalam beragama, digadang-gadang akan terwujud dalam sistem demokrasi. Tapi fakta menunjukkan sebaliknya, banyak kasus yang menunjukkan “ketidak toleransian” dalam sistem ini. Bukan hanya di Indonesia, tetapi di belahan dunia lain yang memakai sistem ini pun sama. Lebih parah lagi, muslim sering menjadi korban.

Masih teringat jelas, kasus penembakan jama’ah masjid di Selandia Baru, Australia, Kasus Islamophobia di Amerika, dan kasus penyerangan wanita bercadar di Prancis. Seluruh negara tersbut adalah negara demokrasi. Namun, Kerukunan beragama yang diidam-idamkan dengan tegaknya sistem ini hanya ilusi. Demokrasi yang memiliki pilar kebebasan beragama dengan sikap toleransi pun hanya wacana.

Demokrasi berpedoman bahwa sumber aturan adalah manusia. Manusia lah sebagai pembuat atura. Padahal manusia adalah mahluk lemah, terbatas dan dipenuhi kepentingan. Demokrasi dengan pilar kebebasan beragama dalam penerapannya yang menjadikan manusia sebagai pengatur, akan membawa manusia bukan kepada kebahagiaan. Namun sebaliknya kehancuran. Hal ini karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk membuat aturan sempurna, apalagi “otak” manusia sering melakukan sesuatu atas dasar kepentingan. Alhasil, aturan yang timbul tidak memiliki stadar yang jelas, yang terjadi malah banyak kedzaliman, sehingga kerukunan beragama tinggallah ilusi.

Islam Mewujudkan Kerukunan Beragama
Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat memiliki konsep jelas dalam segala urusan manusia. Allah menurunkan seperangkat aturan agar kehidupan bahagia mampu diraih manusia salah satunya adalah mengatur urusan keberagaman manusia. Islam memiliki aturan dalam menyikapi keberagaman manusia sehingga terwujud kerukunan dalam beragama.

Hal yang alamiyah manusia beragam termasuk dalam urusan beragama. Di zaman Rasulullah pun, saat Rasulullah memimpin Madinah sebagai daulah Islam yang pertama, warganya tidak semua muslim. Di dalamnya juga ada Yahudi dan nasrani. Namun semua mampu hidup rukun dan akur. Itu semua karena aturan Islam yang diterapkan.

Islam tidak memaksa manusia dalam memluk agama Islam. Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surat Al-Baqoroh: 256, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)....”. Sehingga, walaupun Rasulullah menjadi kepala negara, beliau tidak akan mmaksa warganya untuk memasuki agama Islam. Sebagai muslim pun kita tidak diperbolehkan untuk memaksa seseorang memasuki agama Islam. Membiarkan nonmuslim melakukan agamanya di tempat peribadatannya dan tidak mengganggu mereka itulah sikap yang diwujudkan sebagai muslim. Kewajiban muslim hanya mendakwahkan Islam. 

Dalam daulah Islam, hak dan kewajiban muslim maupun non muslim sebagai warga negara sama. Tidak akan dibedakan dan hidup berdampigan. Sehingga tidak muncul kecemburuan dalam pengurusan warga karena ketidak adilan negara.

Sejarah membuktikan, daulah Khilafah dengan Islam sebagai dasar pengaturan negara mampu mewujudkan kerukunan beragama. Daulah Khilafah yang pernah menguasai hapir 2/3 dunia sebagai buktinya. Luasnya wilayah kuasaan Islam, dengan beragamnya manusia termasuk dalam urusan agama, mampu disatukan. Kuncinya adakah perlakuan adil dalam pemerintahan dan pengurusan yang memang diwajibkan dalam Islam oleh penguasa kepada rakyatnya. Bahkan, karena melihat kemuliaan Islam, tanpa paksaan, banyak masyarakat yang masuk ke dalam Islam. 
Wa Allahu ‘alam

Post a Comment

Previous Post Next Post