Hati - Hati Virus Wahn! Kesepakatan Abad Ini


Oleh: Nailur Rahma Nuha
Member AMK

Siapa yang tak silau dengan pesona "Bulan Sabit Subur" Al-Quds, Palestina? Negeri muslim yang luasnya saat ini 27.009 km2 ini menyimpan banyak keistimewaan. 

Posisi Palestina yang strategis mengendalikan jalur perhubungan penting Eropa, Asia, dan Afrika bahkan Amerika baik perdagangan, angkutan laut maupun pertemuan antar bangsa.

Al-Quds juga menyimpan kekayaan alam yang besar, mulai dari hasil perkebunan dan pertanian, hasil garam dan mineral dari laut mati, hasil tambang batu mulia dan batu kersik di tepi barat, dan kekayaan gas alam di lepas pantai Gaza, dan ladang minyak Meged yang menghasilkan 1.000 barel minyak perhari dan bukan satu-satunya ladang minyak di Al-Quds. Geografi yang strategis dan perhiasan "Bulan Sabit Subur" ini seharusnya Palestina mampu hidup sejahtera.

Dari sisi sejarah, tanah Palestina adalah tanah kiblat pertama umat Islam, tanah wahyu dan kenabian. Di dalamnya ada masjid Al-Aqsha sebagai tempat suci ketiga bagi umat Islam dan satu dari tiga masjid yang direkomendasikan Baginda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam untuk dikunjungi. Juga merupakan kota suci agama - agama samawi.

Selama ratusan tahun, kaum muslimin, Kristen dan Yahudi hidup berdampingan dengan damai, dalam naungan kepemimpinan penguasa muslim yang adil dan toleran.

Tepat tanggal 15 Juli 1099, pasukan salib berhasil menembus tembok Al-Quds. Yang kemudian terjadi adalah pemusnahan terhadap umat Islam, hidup dalam perundungan berkepanjangan. 

Sampai hari ini, persoalan Palestina dalam perundungan belum usai. Lewat masa pasukan salib, sejak 1948, Israel menduduki dan meproklamirkan dirinya berhak hidup di dalam negeri Palestina.

Pendudukan Israel atas Palestina sebenarnya sudah terjadi sejak 1897 atau 70 tahun sebelum perang enam hari pada 1967. Ketika itu sekelompok orang Yahudi membentuk Organisasi Yahudi Internasional. Organisasi ini untuk mendampingi pemulangan orang Yahudi yang tersebar di sejumlah penjuru dunia kembali ke daerah yang mereka anggap sebagai, "tanah yang dijanjikan" yakni Palestina. Padahal bangsa Palestina sudah mendiami tempat tersebut berabad-abad lamanya.

Pada 1918, dicetuskan deklarasi Balfour yang digagas Menteri Luar Negeri Inggris James Balfour. Deklarasi ini menyetujui rencana pemulangan bangsa Yahudi tersebut sekaligus membantu realisasinya. Hal ini memicu terjadinya konflik antara Palestina dengan Israel.

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1948 membagi wilayah barat Palestina menjadi dua negara. Di tanah Palestina pada 14 Mei 1948 Israel kemudian memproklamirkan kemerdekaannya. (detikNews.com, 19/12/2017).

Bencana itu menjadi malapetaka ketika pada 20 Agustus 1993 kesepakatan Oslo dibuat untuk "mengakui hak Negara Israel untuk eksis secara aman dan damai". Kesepakatan yang membuat Israel menjadi penjajah berdarah bengis, rakus akan dunia, tak membiarkan muslim Palestina mendapat wilayah tersisa di sana. Israel telah menguasai 78% wilayah Tepi Barat Palestina.

Baru - baru ini, Israel revisi peta wilayah yang mereka rancang, setelah "Kesepakatan abad ini"  Trump umumkan 28 Januari lalu merujuk ke Yerussalem sebagai "ibu kota Israel yang tidak terbagi" dan mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar tepi barat. (aa.com.tr/id,09/02/2020 ). 

Ini adalah rencana perdamaian Timur Tengah Amerika Serikat yang busuk dan terkutuk untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina. Apapun klausal proposal kesepakatan abad ini,  jelas hal ini harus dilaknat dan ditentang, oleh tidak hanya negeri-negeri Arab, tetapi oleh seluruh kaum muslim di dunia. 

Penolakan ini hampir dilakukan di seluruh dunia. Di Indonesia, penolakan dilakukan oleh Koalisi Indonesia Bela Baitul Maqdis (KIBBM) bersama 20 organisasi yang fokus terhadap Palestina melakukan aksi Bela Al-Quds di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Jum'at (14/2) (minanews.net, 14/02/2020)

Di Palestina penolakan terpusat di Tahrir Square. Kecaman juga datang dari OKI, Liga Arab dan Uni Eropa.

Kecaman tinggal kecaman, penolakan pun akan hilang suara. Dengan dukungan AS, Israel pasti pongah dengan tabiatnya ingin menguasai Palestina.

Kita tak bisa lupa dengan serangan bertubi-tubi membabi buta yang dilakukan Israel kepada Gaza sejak 2008 silam, apa kecaman internasional membuatnya berpikir, menahan serangan atau melakukan gencatan senjata jujur? Tidak. Setiap tahunnya Israel selalu memperluas wilayahnya hingga makin mempersempit ruang gerak penduduk Gaza.

Problem pelik ini, tak pernah usai dengan kecaman dan kesepakatan-kesepakatan ala sekuler kapitalis yang menyengsarakan negeri Palestina. 

Solusi yang harus diperjuangkan adalah dengan mengembalikan kepada seruan Allah dan Rasul-Nya, seperti apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab sebagai Khalifah pada masanya juga Shalahuddin Al Ayyubi yang menggentarkan musuhnya ketika merebut kembali Al-Quds dengan kekuatan. 

Inilah yang harus dilakukan kaum muslimin agar menyerukan seluruh negeri-negeri kaum mengirimkan pasukan-pasukan militer terbaiknya untuk membebaskan Al-Quds dari penjajahan Israel. Jangan sampai moment ini terlewatkan hanya karena penetapan batas-batas teritorial yang tak ada dasarnya dalam Islam. 

“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan (Nya).” (An-Nisa: 84)

Saatnya kaum muslimin menguatkan kesatuannya dalam kesatuan yang utuh, yang sama kekuatannya dengan pasukan Khalifah Umar bin Khattab juga pasukan Shalahuddin Al Ayyubi untuk segera membebaskan bumi Al-Quds yang dimuliakan Allah. Karena berdiam dirinya mereka dengan urusan Al-Quds menandakan mereka telah terjangkiti virus Wahn "Kesepakatan abad ini".

Post a Comment

Previous Post Next Post