Bullying Viral Akibat Buah Sistem Pendidikan Liberal



Oleh : Eny Alfiyah, S.Pd
Pendidik dan Member AMK dan Komunitas Penulis Jombang

Kondisi marak bullying cukup menggegerkan dunia pendidikan.  Bullying merupakan tindakan dimana satu orang atau lebih mencoba untuk menyakiti atau mengontrol orang lain dengan cara kekerasan (kamus Wikipedia).  Bullying termasuk sebuah problem pendidikan yang harus segera diselesaikan. Bullying tidak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional disebabkan tindakan amoralnya. Kita ketahui tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang baik (UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3).

Banyak pihak yang menelusuri akar masalah dari bullying. Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak, Jasra Putra mengatakan sepanjang 2011 hingga 2019, KPAI mencatat 37.381 pengaduan mengenai anak. Terkait dengan kasus perundungan, baik di media sosial maupun di dunia pendidikan, laporannya mencapai 2.473 laporan. Jasra meyakini pengaduan anak kepada KPAI tersebut bagaikan fenomena gunung es. Artinya, masih sedikit yang terlihat di permukaan karena dilaporkan, sementara di bawahnya masih tersimpan kasus-kasus lain yang besar namun tidak dilaporkan. (Republika.com,9/02/20)

Menurut Prof Arismunandar, Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar (UNM) menilai bahwa semua guru harus mempunyai wawasan terkait bullying atau perundungan. Kejadian ini memperlihatkan program Sekolah Ramah Anak (SRA) yang telah digaungkan pemerintah belum terealisasi dengan baik. (www.antaranews.Com, 12/04/2019) 

Komisi Perlindungan Anak dan Praktisi Pendidikan mengatakan bahwa kedekatan anak dengan dunia media sosial menyebabkan anak merujuk langsung apa yang dilihat tanpa konfirmasi hal itu terlarang atau tidak. Pihak guru bimbingan konseling sangat diperlukan untuk mencegah dan  menyelesaikan kasus bullying di sekolah. Kebijakan ramah anak pada  sekolah-sekolah sudah disosialisasikan. Namun, belum menunjukkan korelasi pada penurunan jumlah kasus bullying. 

Bullying dilakukan seseorang tergantung pada pemahamannya. Pemahaman  buruknya sikap bullying itu harus dijelaskan pada anak didik dan ada norma hukum bagi yang melakukan. Bullying ada disebabkan kebebasan berperilaku pada anak didik. Pendidikan Nasional belum menghasilkan insan yang bertakwa bila hanya mengandalkan keilmuan semata. Dengan kata lain kecerdasan kognitif yang minus pada pemahaman agama akan membuat perilaku mereka bebas tanpa kendali. Harusnya ada perubahan pola pikir dan pola sikap peserta didik yang dilandasi keimanan. Dan hal ini tentu dengan pondasi Islam sebagai tolok ukur perbuatan. Bila perbuatan peserta didik hanya berdasar pada naluri egoisme tanpa aturan agama akan menghasilkan pribadi yang menghalalkan segala cara. 

Pandangan Bullying dalam Islam

Tolok ukur seorang muslim dalam berbuat haruslah senantiasa berdasar halal haram. Sistem pendidikan di dalam Islam itu untuk membentuk pribadi yang berkepribadian Islam. Yaitu pribadi yang mempunyai pola pikir dan pola sikap yang Islami. Apa yang dipikirkan itu sejalan dengan perbuatan. 

Bullying, penindasan terhadap kaum lemah , bertindak semena-mena, kezaliman, ketidakadilan gender, dan lain-lain adalah musuh Islam paling nyata saat itu. Islam datang membawa keteraturan, ketertiban, menghormati harkat dan martabat manusia dengan saling menghargai antara satu dengan yang lain, menjunjung tinggi kehormatan, dan perilaku mulia lainnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. (QS. al-Hujuraat [49]: 11)

Ayat tersebut jelas melarang kita mengolok-olok, menghina, apalagi menyakiti secara fisik kepada sesama, karena bisa jadi orang yang diolok-olok atau dihina lebih mulia dari yang mengolok-olok. Dalam tinjauan apa pun, penghinaan adalah perbuatan tercela karena menyakiti hati orang lain. Apalagi dilakukan di hadapan publik. Demikian halnya bullying di dunia nyata dan maya yang berisi umpatan, ujaran kebencian, caci maki, sumpah serapah, atau serangan fisik kepada pihak lain adalah perilaku keji (fahsya'). Hal ini menunjukkan bahwa bullying adalah hal yang diharamkan. 
Harusnya ada tindakan tegas penguasa bagi pelaku bullying. Namun karena fakta di dunia pendidikan negeri saat ini jauh dari Islam sehingga wajarlah tolok ukur peserta didik juga bebas tanpa batasan syariat. Sehingga diperlukan banyak pihak yaitu keluarga, masyarakat dan negara terhadap upaya preventif dan kuratif dari problem bullying. Yaitu kembali pada  sistem kehidupan Islam kafah. 

Wallahu a'lam bishshawab

Post a Comment

Previous Post Next Post