Banjir Melanda, Akibat Abai Terhadap Hukum Alam



Oleh : Sumiati 
Praktisi Pendidikan dan Member Akademi Menulis Kreatif 

Dilansir oleh Notif.id, 07/02/2020, banjir kembali melanda kawasan PT. Kahatex, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Jumat 7 Februari 2020, sore, menyusul hujan deras yang mengguyur kawasan tersebut. Jalan Raya Bandung-Garut juga tak luput dari genangan banjir.
Banjir di kawasan itu diduga dipicu akibat buruknya drainase yang tersumbat sampah dan mengalami sedimentasi. Akibatnya, aliran air di drainase terhambat dan meluap ke badan jalan.

Didin Wahyudin (35), seorang tukang ojek di pangkalan Warung Cina, Kecamatan Cimanggung mengatakan, meski sudah dilebarkan, tersumbatnya drainase tersebut dikarenakan kayu bekas pengecorannya tidak dicopot dengan bersih.
“Drainasenya tidak berfungsi dengan baik, banyak sampah yang tersangkut sehingga airnya tidak mengalir,” kata Didin Wahyudin ketik diwawancara Notif di pangkalan ojek Warung Cina.

Setiap kali turun hujan, menurut pria asal Dusun Pamatang, Desa Sawah Dadap, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang ini, kawasan tersebut pasti tergenang banjir. Meski hujan deras tidak berlangsung lama.
Didin menuturkan, pelebaran drainase yang dimulai pada tahun 2018 tersebut belum diklaim bisa mengatasi banjir di jalur Bandung- Garut.
“Tidak ada pengaruhnya sama sekali. Setiap musim hujan pasti saja banjir. Air banjir juga warnanya hitam. Dugaan saya, pabrik-pabrik di wilayah sini membuang air limbahnya saat hujan turun. Kan kalau banjir biasa warnanya hitam,” ucap dia.

Banjir tahunan tersebut diklaim Didin membuat penghasilan para tukang ojek di kawasan tersebut menurun dari biasanya. Sebab, tukang ojek akan kembali ke rumah masing-masing karena banjir.
“Gimana mau ngojek, jalannya aja digenangi banjir. Kalau dipaksa motor malah rusak nanti,” kata dia.
Ucapan senada dilontarkan oleh Deden Supriatna (45), warga Desa Mangun Arga, Kecamatan Cimanggung. Ia pun ikut menuding jika air banjir di kawasan tersebut bercampur air limbah dari pabrik.

Menurut Deden, setiap hujan turun di kawasan tersebut, selalu dijadikan kesempatan oleh pabrik-pabrik nakal membuang air limbahnya ke drainase tanpa diolah terlebih dahulu. Hal itu pula yang menyebabkan air yang mengalir di drainase bertambah banyak dan meluap ke jalan.
“Bisa dilihat sendiri lah, airnya juga hitam begini. Kalau air banjir dari sungai atau gunung enggak mungkin begini warnanya,” katanya.

Baik Didin maupun Deden berharap agar pemerintah segera memberikan solusi permanen terkait banjir yang kerap melanda kawasan itu. Pasalnya, banjir tahunan yang kerap melanda daerah tersebut dinilai menyebabkan kerugian masyarakat.
“Enggak cuma materi saja, kerugian waktu juga. Makanya pemerintah harus betul-betul cari solusinya,” kata Deden

Hingga berita ini ditulis, banjir setinggi 30 sentimeter di Jalan Raya Bandung-Garut masih menggenangi kawasan tersebut. Arus lalu lintas bahkan terpantau padat merayap akibat Jalan Raya Bandung-Garut yang terendam banjir. Polisi juga masih terus berupaya melakukan pengaturan lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan panjang.

Banjir yang melanda Rancaekek di beberapa tahun terakhir ini, tidak lepas dari hilangnya daerah resapan air. Pembangunan pemukiman terus dilakukan oleh para pemilik modal. Kemudian mereka menjualnya kepada rakyat dengan harga tinggi dan berbunga. Dalam sistem kapitalis-sekuler ini, siapapun yang memiliki banyak uang, mereka bebas membelanjakannya sesuka mereka tanpa memperhitungkan akibat jangka panjangnya. Perumahan yang mereka bangun bukan hanya di daerah yang luas dan rata, bahkan hingga merambah pegunungan sekalipun. 

Gunung Geulis dan wilayah di sekitarnya yang tidak aktif, digunduli dan mereka bangun perumahan-perumahan. Pabrik pun didirikan oleh mereka para pemilik modal, sehingga para petani akhirnya lebih senang bekerja di pabrik ketimbang bertani, dan lebih senang membeli rumah di perumahan yang kondisinya jauh dari standar rumah idaman. Sehingga pengalihan rasa suka masyarakat ini menyebabkan para pemilik modal sukses dalam usahanya kemudian membangun dan membangun lagi. Tidak disadari oleh masyarakat, bahwa hal ini telah menghilangkan daerah  resapan air. Inilah salah satu penyebab banjir ketika turun hujan. Masyarakat pun menjadi korban hilangnya harta benda bahkan nyawa saat banjir melanda. 

Kondisi demikian diperparah dengan berkurangnya area persawahan karena telah beralih fungsi. Rancaekek dulunya adalah lumbung padi dengan hamparan sawah yang begitu luas dan indah dipandang mata. Kini pun berubah menjadi perumahan, pabrik, pertokoan yang pemiliknya bukanlah pribumi asli, tetapi orang-orang pendatang yang bermodalkan uang.

Berbagai jenis pembangunan, tidak disadari telah meluluhlantakkan kehidupan. Sungguh makin menyedihkan ketika masyarakat tidak paham penyebabnya. Termasuk pembangunan infrastruktur pun demikian. Betapa tidak, di ruang publik dengan pembangunan di sana sini, lambatnya pembangunan pun menambah karut marut negeri ini. Infrastruktur yang tujuannya untuk kebangkitan negeri ini pun justru menambah masalah baru karena berorientasi pada bisnis. Ketika pembangunan itu melewati persawahan dan daerah resapan air lainnya, suka atau tidak, diakui atau pun tidak, semua itu menutup akses meresapnya air dalam tanah. Penataan pelaksanaannya diserahkan pada kepentingan pemodal tanpa memperhatikan lingkungan. Walaupun penguasa membantah berdampak demikian, rasanya masyarakat sudah melek fakta tidak lagi percaya dengan sebuah kata-kata. Jelas dipandang mata, hari ini banjir dimana-mana. Bahkan yang biasanya tidak banjir pun ikut banjir, kerusakan alam pun terjadi. Ini bukti sudah sangat tidak tepatnya pembangunan infrastruktur yang ada.

Bagaimana dengan Islam membangun pemukiman dan infrastruktur? 

Di dalam sistem Islam, pembangunan dilakukan, bukan oleh asing atau para pemilik modal, tetapi oleh negara, dengan memperhatikan kebutuhan dan lingkungan. Sehingga tidak akan menutup daerah resapan air. Pegunungan akan tetap dibiarkan sesuai fungsinya. Demikian pula area pesawahan dibiarkan tetap menjadi lumbung padi. Negara mendukung para petani dalam bercocok tanam dan masyarakat akan disejahterakan  dengan kehidupan yang layak.

Pembangunan ini hanya untuk kesejahteraan rakyat dan bukan untuk kepentingan  pemilik modal yang berorientasi pada keuntungan pribadi. 
Islam akan mencegah cengkeraman asing atas suatu negeri. Tidak akan membiarkan kepentingan rakyat jatuh atas kepentingan pribadi. Islam akan menjaga kelestarian alam dan  lingkungan. Menangani bencana dengan tuntas dan menjadikan bencana sebagai ujian dan peringatan. Demikianlah Islam  menuntaskannya.

Wallaahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post