Wacana Atur Khutbah

Oleh : Chusnatul Jannah 
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban

Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung mewacanakan akan mengatur materi khotbah Jumat di masjid-masjid Kota Bandung. Materi khutbah di masjid-masjid kota Bandung rencananya akan diatur dan disiapkan oleh pemerintah. Rencana tersebut bergulir sebagai bentuk antisipasi terhadap materi-materi khutbah yang berpotensi mencederai toleransi dan terhindar dari paham radikalisme.

MUI kota Bandung tidak mempermasalahkan selama materi tersebut hanya sebagai materi alternatif untuk para dai. Namun, bila diseragamkan, MUI tak setuju. Menurutnya, hal itu justru bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Belakangan, Menag Fachrul Razi menampik bahwa Kemenag tidak memberi instruksi semacam itu pada jajaran dibawahnya. Seperti dilansir serambinews.com, 22/1/2020, Menag mengaku hanya bercerita pengalaman selama kunjungan kerja ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu kepada jajarannya. Ia bercerita bahwa kutbah salat Jumat di dua negara tersebut menggunakan teks yang telah disiapkan pemerintah. Namun, mantan Wakil Panglima TNI itu menyebut, tidak ada rencana Kementerian Agama untuk menerapkan apa yang sudah berjalan di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Wacana sudah kadung dilempar. Muncullah beragam komentar. Toleransi dan radikalisme, dua poin yang disinggung dalam wacana tersebut. Sejauh mata memandang, narasi ini selalu dipakai untuk terus membuat gejolak di tubuh umat Islam. Belum ada enam bulan menjabat, Kemenag memberi pernyataan atau kebijakan yang memicu kontroversi. Dari pelarangan cadar dan celana cingkrang di lingkungan pemerintah, sertifikasi dai, penerbitan aturan tentang pendataan majelis taklim, perombakan pelajaran agama terkait jihad dan khilafah, dan yang terakhir wacana atur khutbah ini.

Meski masih berstatus wacana, nampaknya narasi andalan masih dipakai. Antisipasi intoleran dan paham radikal. Mengapa hanya khutbah yang disasar? Bukankah siapapun bisa terpapar paham radikal dan intoleran? Artinya, wacana itu seolah menjadi bukti kuat bahwa narasi radikalisme dan intoleran memang sengaja digulir untuk menyerang Islam dan pemeluknya. 

Lebih baik Kemenag sibuk membina umat yang terancam pergaulan radikal seperti zina dan LaGiBeTe. Itu lebih urgen dilakukan dibanding sibuk mengobok-obok narasi radikal dan intoleran. Makna radikalisme sendiri juga tidak memiliki standar baku yang jelas. Ambigu dan mudah dipolitisir kepentingan tertentu. Adapun mengenai intoleran juga harus diperjelas. Seperti apa dan bagaimana dikatakan  intoleran? Jangan melulu umat Islam yang terus diawasi. Negeri ini dihuni enam agama dan berbagai suku. Jika mau konsisten menjaga toleransi, cukuplah dikembalikan pada sikap saling menghormati dan tepa selira terhadap aturan agama masing-masing. Tidak perlu dicampurbaurkan. Islam mengajarkan toleran tapi melarang mencampuradukkan aturan dengan agama lain. 

Wacana mengatur khutbah tidakkah lebih mirip main mata dengan rakyat? Perlukah melangkah sejauh ini hanya untuk antisipasi paham radikal? Kemenag terlalu lebay. Sikap main atur isi materi khutbah justru berpotensi menimbulkan sikap saling curiga antar sesama. Alhasil, perpecahan umat menjadi tak terelakkan. Sudahilah. Berhenti membuat gaduh. Fokus saja memperbaiki sistem dan manajemen kementerian. Agar kasus korupsi dan jual beli jabatan tak terjadi lagi di lingkungan Kemenag. Atau lebih penting urusi dana zakat dan haji agar tak diembat untuk tutupi kekurangan utang negara. Semoga Kemenag bisa memahami apa yang diinginkan umat. Berbeda itu sunah, tapi ukhuwah haruslah yang utama. 

Post a Comment

Previous Post Next Post