Pembangunan Infrastruktur dalam Islam

Oleh : Lailah Al Barokah
Ibu Rumah Tangga

Banyaknya proyek infrastruktur yang dicanangkan pemerintah tentulah memerlukan banyak lahan dan mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Dalam terminologi ekonomi lingkungan, pemanfaatan sumberdaya alam untuk kegiatan pembangunan haruslah bersifat normatif dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta menjamin keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup.

Rencana pembebasan lahan  untuk Transit Oriented Development (TOD) Tegaluar yang melintasi Rancaekek dan Cileunyi, dalam Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dapat mengakibatkan alih fungsi lahan.

Dilansir dari IndekNews.com, 340 hektar akan dibebaskan di Cileunyi Rancaekek untuk TOD Tegalluar. Konsultasi publik PT. KCIC terkait rencana TOD Tegaluar wilayah Cileunyi Rancaekek. Warga Cileunyi sedang memberikan masukan kapada tim konsultan dalam konsultasi publik mengenai Analisa Dampak Lingkungan (AMDAL) rencana pembangunan TOD Tegalluar di RM Ponyo Jalan Cinunuk, Cileunyi, Selasa (15/1).

Transit Oriented Development (TOD) adalah penggabungan area residensi dan komersial dalam satu area yang didesain untuk memaksimalkan akses menuju transportasi publik. (tdp.indonesia.org).

Lingkungan TOD pada umumnya mempunyai pusat area dengan stasiun transit atau stasiun pemberhentian (stasiun kereta, stasiun metro, pemberhentian bus dan sebagainya), dikelilingi infrastruktur yang mendukung kegiatan masyarakatnya seperti tempat tinggal, perkantoran, pusat perbelanjaaan.

Masalah TOD ini akan mengalih fungsikan 340 hektar lahan pertanian dan resapan tanah akan berkurang, lebih dari itu masyarakat yang terkena dampak pembebasan akan kehilangan mata pencahariannya sebagai petani.

Pembangunan kawasan TOD perlu aturan yang jelas untuk menghindari penyalahgunaan pembangunan oleh para pemilik modal serta menjamin keberpihakan publik atas penyediaan fasilitas tersebut. Seharusnya setiap proyek pembangunan harus mengkaji terlebih dahulu, analisis yang mendalam terhadap dampak lingkungan (Amdal) sehingga tidak mengakibatkan permasalahan baru di tengah masyarakat.

Infrastruktur merupakan bangunan fisik yang berfungsi untuk mendukung keberlangsungan dan pertumbuhan kegiatan sosial ekonomi suatu masyarakat. Berdasarkan pengertian tersebut, keberadaan infrastruktur akan sangat menunjang kemajuan sosial dan ekonomi suatu masyarakat.

Masyarakat berharap pemerintah tidak mendzolimi rakyat dengan mengorbankan lahan rakyat kepada para pemilik modal, tetapi rasanya mustahil jika masyarakat tidak menjadi korban, pasalnya sistem yang diemban negeri ini, diterapkan para pemangku kebijakan adalah Kapitalisme. Mereka tidak akan  memikirkan kerugian atau dampak yang ditimbulkan, tetapi yang sangat menjadi perhatian ialah seberapa besar keuntungan yang dapat dihasilkan bagi mereka?

Dalam sistem Kapitalisme, mustahil rakyat bisa menikmati insfrastruktur gratis. Karena paradigma berpikir pemerintah dalam pengelolaan infrastruktur adalah bisnis. Setiap bisnis pasti berorientasi pada keuntungan materi. Inilah yang disebut negara korporatokrasi.

Dalam sistem ekonomi kapitalis, termasuk yang diterapkan di Indonesia, biaya pembangunan dan pemeliharaan berbagai macam infrastruktur diperoleh dari sektor pajak sebagai pemasukan terbesar penerimaan negara, dari pinjaman atau utang luar negeri dan melalui skenario kerjasama pemerintah dan swasta  yaitu kontrak kerjasama antara Pemerintah dan swasta dalam penyediaan infrastruktur atau layanan publik dalam jangka waktu panjang (biasanya 15-20 tahun). Pada akhirnya masyarakat yang harus menanggung beban secara langsung melalui pungutan penggunanan infrasturktur seperti tarif tol yang semakin mahal maupun melalui pungutan tidak langsung dalam bentuk peningkatan berbagai pungutan pajak.

Khalifah Umar memastikan pembangunan infrastruktur harus berjalan dengan orientasi untuk kesejahteraan masyarakat dan untuk ‘izzah (kemuliaan) Islam. Jikalau negara harus bekerjasama dengan pihak ketiga, haruslah kerjasama yang menguntungkan bagi umat Islam. Bukan justru masuk dalam jebakan utang, yang menjadikan posisi negara lemah di mata negara lain/pihak ketiga.

Dalam sistem ekonomi Islam, infrastruktur yang masuk kategori milik umum harus dikelola oleh negara dan dibiaya dari dana milik umum. Bisa juga dari dana milik negara, tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya. Walaupun ada pungutan, hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pemiliknya dalam bentuk yang lain. Ini termasuk juga membangun infrastruktur atau sarana lain yang menjadi kewajiban  negara untuk masyarakat seperti sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, jalan-jalan umum, dan sarana-sarana lain yang lazim diperuntukkan bagi masyarakat sebagai bentuk pengaturan dan pemeliharaan urusan mereka. Dalam hal ini, negara tidak mendapat pendapatan sedikit pun. Yang ada adalah subsidi terus-menerus. Jadi, sama sekali tidak ada pos pendapatan dari sarana-sarana ini.

Hanya saja terdapat perbedan yang mendasar antara pajak dalam sistem Islam dan pajak dalam sistem kapitalis. Dalam sistem kapitalis, pajak merupakan tulang punggung pendapatan negara yang dipungut dari banyak sekali item yang ditetapkan sebagai objek pajak. Pemungutan pajak dalam dunia Kapitalis dilakukan terhadap seluruh warga negara dan secara permanen/berkelanjutan. Adapun dalam pandangan Islam, pajak (dharîbah) hanya dipungut dalam kondisi kas negara dalam keadaan kosong dan dipungut dari orang-orang kaya saja. Penarikan dharîbah ini juga dilakukan secara temporer hingga kas negara terpenuhi. Selebihnya, pemasukan negara dalam Khilafah Islamiyah didapatkan dari berbagai macam pos-pos pemasukan yang diizinkan, berupa harta-harta fai dan kharaj, pemasukan dari pengelolaan kepemilikan umum oleh negara dan pos khusus pemasukan zakat.

Sejarah Islam telah memberikan gambaran ril bagaimana seharusnya kepala negara bertindak. Keteladanan Khalifah Umar ra di atas hanya salah satunya saja dari sekian khalifah yang berkontribusi gemilangnya peradaban Islam saat aturan Allah ditegakkan (lihat: tarikh al khulafa). Pun halnya dalam pembangunan infrastruktur. 
Maka saatnya kita beralih dari sistem ekonomi kapitalis yang menyengsarakan kepada sistem ekonomi Islam yang mensejahterakan, mari bersama-sama berusaha mewujudkan penerapan syariat Islam secara kaffah (totalitas dalam semua aspek kehidupan).
Wallahu a'lam bi ash-shawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post