Pajak Menyengsarakan Rakyat



Oleh: Triana Noviandari
Pendidik Generasi dan Anggota Akademi Menulis Kreatif

"Orang Bijak Taat Pajak," salah satu slogan pajak yang sering kita dengar berulangkali. Kalimat tersebut  bisa di temukan dimana-mana sehingga menjadi sesuatu hal yang terpatri dan tertanam, bahwa untuk menjadi bijak kita haruslah taat membayar pajak. Begitulah yang diinginkan pemerintah supaya rakyat termotivasi untuk taat membayar pajak.

Namun sayang, apa yang diharapkan pemerintah jauh dari kenyataan. Banyak rakyat dan perusahaan yang enggan membayar pajak dikarenakan memberatkan dan ribetnya mekanisme dalam pembayaran. Untuk mendorong kesadaran wajib pajak, pemerintah melakukan berbagai cara.

Seperti dilansir dari Kompas.com, (09/01/2020), Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta dan Ditlantas Polda Metro Jaya, cukup serius menindak penunggak pajak kendaraan. Dalam waktu dekat, akan digelar razia besar-besaran, menyasar kepada pengguna mobil dan sepeda motor yang belum membayar pajak. BPRD dan juga Ditlantas Polda Metro Jaya, tidak ada hentinya mengingatkan kepada para penunggak pajak untuk segera membayar. Sebab, banyak kerugian yang akan ditanggung oleh orang tersebut. Kasubdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Sumardji menjelaskan, kendaraan itu bisa disita dan dilelang. Bahkan, identitas yang tercantum pada Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) ikut diblokir. "Jadi kerugiannya banyak sekali, diimbau agar segera melakukan pembayaran atau pelunasan pajak kendaraan," ujar Sumardji.

Pajak yang digaungkan pemerintah, ditarik dari rakyat untuk berbagai pembiayaan. Mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Adapun jenis pembangunan tersebut meliputi: sarana umum, seperti jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, puskesmas, kantor polisi dan lain sebagainnya. Selain itu, juga dipergunakan untuk biaya pendidikan, kesehatan, subsidi bahan bakar minyak (BBM), gaji pegawai negeri. Sehingga, semakin banyak pajak yang dipungut, maka semakin banyak fasilitas dan infrastruktur yang dibangun.

Mengapa negara yang kaya akan sumberdaya alam ini terus menggenjot penerimaan dari pajak? Apakah kekayaan yang ada tidak cukup untuk membiayai operasional negara dan mengurusi rakyatnya?

Pajak Pendapatan Utama Ekonomi Kapitalis

Pajak merupakan andalan utama pemasukan negara yang menganut ekonomi kapitalis, hal ini tampak dari peranan pajak sebagai pemasukan utama dalam anggaran RAPBN. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan.  Peran pajak yang menonjol yaitu sebagai fungsi budgeter (anggaran) dan fungsi regulator.

Fungsi budgeter yaitu menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara, maka wajar selalu terjadi peningkatan pajak setiap tahunnya. Hal ini terlihat penerimaan pajak dari tahun ke tahun terhadap APBN terus naik. Misalnya pada 2014, penerimaan perpajakan (total pajak dan bea cukai) dalam APBN mencapai 74 persen atau senilai Rp1.146 triliun. Hingga akhir Desember 2019, penerimaan perpajakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai  84,4 persen atau senilai Rp 1.334 triliun (Kompas.com).
Selain meningkatnya pendapatan pajak tidak ketinggalan jenis pajak yang diberlakukan juga semakin banyak. Seperti pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak konsumsi (barang, makanan, dan minuman), pajak usaha (UMK dan UMKM), hingga berbagai jenis retribusi.

Fungsi regulator yaitu pajak merupakan alat untuk melaksanakan atau mengatur kebijakan negara dalam aspek sosial dan ekonomi.  Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Namun kenyataannya kebijakan ekonomi tahun lalu yang telah diterapkan berpihak kepada perusahaan besar. Terbukti, yang mendapatkan  tax holiday adalah perusahaan yang nilai investasinya minimal Rp 500 miliar sampai Rp 1 triliun, khususnya industri yang berhubungan dengan teknologi informasi. Mereka yang mendapatkan fasilitas tersebut tidak perlu membayar pajak penghasilan (PPh), dengan pengurangan antara 10% sampai 100% dalam jangka waktu 5 sampai 15 tahun. Bahkan bisa diperpanjang hingga 20 tahun. 

Sedangkan anggaran untuk rakyat sangat kecil, ini terlihat dari sebagian besar anggaran digunakan untuk membiayai birokrasi 75% dari  APBN, pembiayaan investasi 35% padahal lokasi  anggaran untuk pendidikan 20% dan anggaran untuk kesehatan 5% dari APBN. Jelaslah pajak digunakan sebagai alat eksploitasi untuk kepentingan kapitalis dan birokrat. Pasalnya penerimaan negara terbesar dari pajak yang sebenarnya berasal dari rakyat, baik pajak langsung atau tidak langsung yang dibebankan oleh perusahaan melalui tingginya harga barang. Ketika pajak telah terkumpul ternyata alokasi yang terbesar bukan untuk rakyat. Beginilah Ekonomi kapitalis yang diterapkan meminimalkan peran negara dalam perekonomian, akibatnya kesejahteraan rakyat terabaikan.

Sumber-sumber Pendapatan dalam Islam 

Jika negara-negara kapitalis hanya memiliki pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, maka tidak demikian dengan sistem ekonomi Islam. Dalam buku Sistem Keuangan Negara Khilafah yang ditulis oleh Abdul Qodim Zallum telah menjelaskan secara lengkap. Sumber pemasukan negara akan dikumpulkan oleh lembaga negara yaitu baitul mal yang bertugas mengurusi harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Secara garis besar pendapatan negara yang masuk ke baitul mal dikelompokkan menjadi empat sumber: 

Pertama:  pengelolaan Negara atas kepemilikan umum

Dalam sistem ekonomi Islam sumber daya alam seperti minyak, gas, dan barang tambang yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum (rakyat). Benda- benda yang termasuk kepemilikan umum dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
1. Fasilitas umum: segala sesuatu yang dibutuhkan manusia secara umum jika tidak ada ketersediaannya bisa menyebabkan kesulitan dan persengketaan. Contoh: air, padang rumput, api dan lain-lain.
2. Barang tambang dalam jumlah yang sangat besar termasuk milik umum dan haram dimiliki secara pribadi. Contoh: minyak bumi, emas, perak, besi, tembaga dan lain-lain.
3.  Benda-benda dan sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki hanya oleh individu, meliputi jalan, sungai, laut, danau, teluk, selat dan sebagainya.

Jenis kepemilikan umum ini negara hanya berperan sebagai pelaksana pengelola. Syariah Islam mengharamkan pemberian hak khusus kepada orang  atau kelompok orang (swasta). Dan negara wajib menyediakan dana dan sarana untuk ekplorasi dan ekploitasi sebagai bentuk tanggung jawabnya mengurusi urusan rakyat.

Kedua: pengelolaan fa’i, khoroj, ghanimah dan jizyah serta kepemilikan negara dan BUMN.

Ketiga: harta zakat

Keempat: sumber pemasukan temporal, seperti infak, wakaf, sedekah, hadiah, harta-harta penguasa ghulul (haram), harta orang murtad, sisa harta warisan atau yang tidak memiliki harta waris.

Adapun pajak dalam sistem ekonomi Islam bukan sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi diberlakukan ketika keuangan dalam baitul mal dalam keadaan kosong atau tidak mencukupi. Sementara ada pembiayaan yang wajib dipenuhi, jika tidak akan menimbulkan bahaya bagi kaum muslimin. Meski beban tersebut menjadi kewajiban kaum muslim, tetapi tidak semua kaum muslim menjadi wajib pajak, apalagi nonmuslim. Pajak  hanya akan diambil dari kaum muslim yang mampu. Yaitu mereka yang telah mampu memenuhi kebutuhan pokok dan sekundernya secara ma'ruf, sesuai dengan standar hidup mereka di wilayah tersebut. 

Dengan demikian, dalam sistem kapitalis pajak merupakan sumber utama pemasukan Negara, sebaliknya dalam sistem Islam pajak hanya sebagai penyangga dalam kondisi darurat untuk memenuhi kepentingan rakyat, dan pemerintah tidak akan menerapkan pajak secara terus menerus. 

Sistem ekonomi Islam memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi dan unggul dalam menyejahterakan rakyat. Semua itu akan terwujud saat bangsa ini benar-benar mau secara sungguh-sungguh menerapkan syariah Islam secara kâffah dalam institusi Khilafah ar-Rasyidah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Itulah sebagai wujud ketakwaan hakiki. Jika umat ini telah benar-benar bertakwa, Allah SWT pasti akan menurunkan keberkahan-Nya dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَاتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْأَرْضِ وَلٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿الأعراف:٩٦﴾.


“Jika saja penduduk negeri beriman dan bertakwa, Kami pasti akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (Kami) sehingga Kami menyiksa mereka karena perbuatan yang mereka lakukan itu.”(QS. al-A’raf [7]: 96)

Wallahu a’lam bish showwab.

Post a Comment

Previous Post Next Post