Korupsi Makin Menjadi, Adakah Solusi?



Oleh : Erna Ummu Aqilah 
Member Akademik Menulis Kreatif

Korupsi makin marak terjadi dan menjadi perbincangan hampir di seluruh penjuru negeri. Sepertinya tindak pidana korupsi sudah menjadi hal yang lumrah, dan bukan hal yang memalukan. Sehingga setiap pejabat yang terjerat kasus korupsi, mereka terlihat santai dan tidak menampakkan wajah penuh penyesalan.

Dilangsir Republika.co.id 
(10/01/2020), mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelia memakai rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK. KPK menahannya setelah terjaring operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji pada penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal menggeledah ruang Seketaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristianto di kantor DPP PDIP, jalan Diponegoro, Jakarta. Lantaran penyidik diduga dihalangi petugas markas partai banteng tersebut. Kantor berita RMOL.id (12/01/2020).

Kasus dugaan suap yang menimpa komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, menunjukkan perilaku koruptif yang tidak hanya merusak demokrasi. Namun, juga mengkhianati kedaulatan politik rakyat.

Sebagai bagian dari evaluasi pemilu lalu dan menghadapi pilkada serentak, kasus WS semestinya menjadi entry point untuk membersihkan lembaga penyelenggara pemilu dari pusat hingga daerah. Demikan disampaikan oleh Pengamat Politik Universitas Indonesia, Ade Reza Haryadi kepada kantor berita politik RMOL (10/01/2020). 

Dengan rentetan kejadian di atas wajar jika masyarakat ragu dengan kemampuan KPK dalam memberantas korupsi. Sebab, kerja KPK lebih berorientasi pada penindakan dan sanksi semata.

Korupsi di lingkaran kekuasaan adalah penyakit bawaan dari sistem sekuler. Mustahil diberantas dengan kerja lembaga semacam KPK.

Sebab, dalam sistem sekuler yang melahirkan demokrasi, biaya yang harus dikeluarkan untuk bisa menduduki suatu jabatan sangatlah besar. Jadi, wajar ketika berhasil menjabat, mereka akan berusaha keras untuk mengembalikan modal pencalonan. Tak ayal, banyak yang gelap mata dengan melakukan segala cara termasuk korupsi.

Selain itu, masih lemahnya hukum dalam menindak pelaku korupsi juga menjadi salah satu penyebab makin suburnya korupsi di negeri ini. Sebab, hukum yang berlaku tidak membuat efek jera pada pelakunya.

Berbeda dengan sistem Islam yang sempurna. Di dalamnya melahirkan aturan yang sempurna karena bersumber dari zat yang Maha Sempurna yakni Allah Swt.

Islam melarang keras tindakan korupsi. Islam mengancam dan menindak tegas semua pelaku korupsi tanpa pandang bulu. Hal ini akan membawa pengaruh yang sangat besar. Bukan hanya kepada aparat birokrasi, tapi juga kepada masyarakat luas.

Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda: 
"Siapa saja yang kami beri tugas melakukan sesuatu pekerjaan dan kepada dia telah kami berikan rezeki (gaji), maka yang diambil oleh dia selain itu adalah kecurangan (ghulul)." (HR. Abu Daud).

Dalam hadis lain Rasulullah bersabda: 
"Laknat Allah atas penyuap dan penerima suap." (HR. Abu Daud).

Berdasarkan hadis di atas Islam dengan tegas melarang korupsi. Dengan diterapkannya hukum Islam, koruptor akan mendapatkan hukuman yang sangat keras. Mulai dari potong tangan, dimiskinkan, hukum sosial, hingga hukuman mati.

Dengan hukum yang sangat keras dan adil, maka akan mampu memberikan efek jera pada pelaku korupsi. Sekaligus mencegah munculnya pelaku-pelaku baru untuk melakukan korupsi.

Cita-cita menciptakan pemerintahan yang bersih, adil, dan bebas dari korupsi, hanya bisa terwujud dengan diterapkan hukum Islam bukan yang lain. 
Wallahu a'lam bishshawab.

Post a Comment

Previous Post Next Post