Natuna Yang Menawan Kini Jadi Rebutan

Oleh: Tri S, S Si
(Penulis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)


Pulau Natuna adalah salah satu pulau yang indah di negeri ini. Bak surga dunia. Air laut yang begitu jernih, bak aquamarine raksasa. Pantai putih yang terhampar, membuat kaki tidak bosan meninggalkan jejak. Selain memiliki keindahan alam, Natuna juga menyimpan kekayaan dan harta karun yang memukau. Total produksi minyak dari blok-blok yang berada di Natuna adalah 25.447 barel per hari. Sementara produksi gas bumi tercatat sebesar 489,21 MMSCFD. (cnbnindonesia, 3/1/2019).

Natuna bisa jadi lokasi blok gas raksasa terbesar di Indonesia, dengan terdapatnya blok East Natuna yang sudah ditemukan sejak 1973. Sedangkan untuk cadangan minyak diperkirakan mencapai 36 juta barel. Tak hanya menyimpan potensi migas yang besar, kawasan Laut Natuna juga menyimpan kekayaan perikanan yang berlimpah.

Di antaranya ikan pelagis kecil (621,5 ribu ton/tahun), demersal (334,8 ribu ton/tahun), pelagis besar (66,1 ribu ton/tahun), ikan karang (21,7 ribu ton/tahun), udang (11,9 ribu ton/tahun), cumi-cumi (2,7 ribu ton/tahun), hingga lobster (500 ton/tahun).
Laut Natuna juga berada di jalur pelayaran internasional yang cukup strategis untuk ke Hongkong, Taiwan, dan China. Lokasinya juga merupakan pintu gerbang bagi negara-negara tetangga.Jadi, patut bila Natuna yang menawan kini jadi rebutan sehingga membuat kedaulatan kita terancam.

Jika sampai hari ini, tidak satu pun kapal milik China yang enggan meninggalkan Natuna. Kita tidak perlu heran. Sebab kedaulatan negeri ini memang sudah tergadai lewat utang dan investasi China.

Keberadaan Kapal China di perairan Natuna masih menjadi perhatian public hingga hari ini. Pasalnya belum ada tindakan yang dapat mengatasi kasus tersebut, sehingga kapal China belum beranjak dari laut Natuna.

Sebenarnya bukan baru-baru ini saja perairan Natuna dimasuki oleh kapal-kapal asing, tetapi sudah sejak jatuhnya kursi kekuasaan Soeharto pada tahun 1998. Kapal-kapal yang masuk ke perairan Natuna tidak hanya berasal dari China saja, tetapi juga dari Thailand, Vietnam, dll.

Hasil laut yang melimpah membuat setiap negara tergiur melihatnya. Bahkan potensi ikan yang ada di Natuna sekitar 1 juta ton per tahun. Tidak hanya itu, perairan Natuna juga kaya akan mineral, gas bumi dan menjadi salah satu lokasi yang kaya lantaran menjadi tulang punggung dari infrastruktur.

Pantas saja China tidak mau beranjak dari Natuna melihat potensinya yang sangat besar bagi perekonomian. Meskipun demikian, pemerintah lebih memilih jalur diplomasi dalam mengatasi kasus ini, tidak ada sikap tegas malah “Lembek” kepada Asing. Bahkan Prawobo mengatakan bahwa China adalah negara sahabat. Padahal jelas-jelas china hanya ingin meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya dan merampok kekayaan alam Indonesia.

Sikap pemerintah kepada Asing berbanding terbalik dengan rakyatnya sendiri. Seolah-olah rakyat adalah lawan bagi pemerintah. Apalagi jika mereka yang menyeruakan islam. Tidak ada kata diplomasi, dalam hitungan jam kasusnya akan dilaporkan.

Begitukah sikap seharusnya? Lembek kepada asing tapi keras kepada rakyat sendiri. Negara seharusnya melindungi rakyat dan seisinya, baik itu alam dan kekayaanya dari Asing. Bukan malah menjualnya kepada Asing.

Dalam Islam negara berkewajiban untuk melindungi rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat. Tidak hanya itu, negaralah yang mengelola kekayaan alam yang nantinya akan digunakan untuk mensejahterakan rakyat. Maka, tidak ada solusi lain selain mempertahankan Natuna dan menjaga kedaulatan kita dengan Islam saja.

Penerapan syariah kaffah dalam bingkai khilafah, tidak hanya menjaga Natuna dari rongrongan dan rampok asing. Tapi juga mengelola SDA yang dimilikinya semata-mata untuk kepentingan umat. Insyaa Allah.

Post a Comment

Previous Post Next Post