Muslimah Tidak Wajib Berhijab?: Ala Liberalisme

Oleh: Novi Ismatul Maula, S.Pd.

Melihat geliat muslimah di seluruh dunia sudah mulai menyadari wajibnya berhijab. Dengan menutup seluruh auratnya. Terkhusus di indonesia. Banyak perempuan-perempuan yang awalnya memakai baju yang serba terbuka, sekarang banyak yang berhijrah menutup aurat. Tak ketinggalan kalangan artis pun demikian. Banyak sekali para artis berhijrah dalam masalah pakaian. Mengenakan pakaian syar'i dikalangan artis sudah mulai tak asing hari ini. 

Namun sayang, ditengah arus gelombang hijrah khususnya dikalangan muslimah dalam cara berpakaian, dari terbuka menjadi tertutup harus di rusak dengan opini bahwa " perempuan muslim tidak wajib berhijab". Ini disampaikan oleh istri mantan presiden ke 4, Bu Sinta Nuriyah mengatakan di Chanel Deddy Corbuzier yang dikutip oleh  tempo.co pada tanggal 16 Januari 2020 sehari setelah acara itu berlangsung,  bahwa "Enggak juga (semua muslimah harus memakai jilbab), kalau kita mengartikan ayat dalam Al Quran itu secara benar," 

Selama ini ia berusaha mengartikan ayat-ayat Al Quran secara kontekstual bukan tekstual. Sinta juga mengakui bahwa kaum muslim banyak yang keliru mengartikan ayat-ayat Al Quran karena sudah melewati banyak terjemahan dari berbagai pihak yang mungkin saja memiliki kepentingan pribadi."Dipengaruhi oleh adat budaya setempat, cara berpikir dia juga itu mempengaruhi pemahaman terhadap ayat-ayat agama yang bukan menjadi bahasanya, yang sama bahasanya pun bisa salah juga mengartikannya," kata Sinta.
Tertarik dengan statemen bu nyai sinta yang mengatakan bahwa cara berpikir mempengaruhi pemahaman ayat-ayat agama. Dan ketika beliau berpendapat bahwa muslimah tidak wajib mengenakan jilbab, maka ini cara berpikir apa? Apakah benar pendapat beliau ini lahir dsri islam? Padahal wajibnya seorang perempuan di dalam islam mengenakan jilbab itu tidak ada perbedaan dikalangan ulama salafus sholih. Bahkan ulama madzahib pun tidak ada yang berbeda pendapat dalam hal menutup aurat bagibseorang muslimah sdalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Kecuali dalam perkara furu'nya, yakni perbedaan pendapat masalah  menutup muka dan telapak tangan, ada yang mewajibkan ada yang tidak. Bahkan imam Syafi'i mewajibkan perempuan menutup mukanya. 

Mengenai kewajiban mengenakan jilbab didalam Al-Qur'an sangatlah jelas. Dalam Al-Qur'an surat Al-Ahzab ayat 59 tentang jilbab, dan mengenakan khimar dalam surat An-nur ayat 21 tebtang khimar bisa atau dalam bahasa Indonesianya kerudung. Para ahli tafsirpun tidak ada perbedaan dalam memahami  wajibnya para perempuan menutup aurat dari ayat tersebut. Lalu bu sinta mengambil dari pendapat siapa? 

Dalam kesempatan acara tersebut pun bu sinta menjelaskan untuk menafsirkan ayat itu tidak boleh sembarangan. Harus punya ilmu alatnya, nahwu, sharaf, dll. Betul sekali, dalam memahami ayat Al-Qur'an haruslah memiliki ilmu alat, agar mampu memahaminya dengan benar. Namun sepertinya beliau tidak sejalan dengan apa yang beliau sampaikan. Apalagi dengan mengatakan jilbab itu hanya budaya Arab, pakaian yang harusnya dikenakan orang Indonesia harusnya yang seperti beliau kenakan (menggunakan kebaya dengan kepala yang hanya di julurkan kain tipis ).padahal orang Indonesia bukan orang jawa saja, banyak sekali suku-suku yang memiliki ciri  pakaian masing-masing, bagaimana kalau orang suku bima asli yang mereka mengenakan timpu, kain yang menutupi seluruh auratnya, bahkan mukanya pun ada yang tertutup. 

Semua ini adalah pemikiran ala liberalisme. Yang selalu mencoba mengobok-obok Wahyu sesuai kepentingan dan selera pribadi. Orang liberal Tidak jauh dari pembahasan isu kesetaraan gender, poligami, dan islam harus menyesuaikan dengan budaya kalau begitu wahyu harus tunduk kepada budaya yang dibuat oleh manusia. Memang pemikiram orang-orang liberal amat aneh. Mereka mencoba menafsirkan wahyu sesuai selera. Bukan menafsirkan apa yang seharusnya  Allah maksudkan. Menafsirkan wahyu haruslah sesuai dengan bahasanya yakni bahasa Arab. Tidak boleh serampangan. Contoh mengernai pengertian jilbab, apa itu jilbab? Kita cari dalam kamus bahasa Arab, bahkan jika tidak ditemukan, maka tanyakan ke orang Arab apa maksdu jilbab. 

Tidaklah islam anti budaya, melainkan islam menerima budaya jika budaya tersebut tidak bertentangan dengan syari'at. Jika budaya tersebut bertentangan dengan syari'at maka tertolak. Contoh ketika orang jawa adatnya mengenakan kebaya dengan corak  batik, maka boleh muslimah mengenakan batik tersebut asal menutupi seluruh auratnya kecuali muka dan telapak tangan. Tapi berkonde, rambut telihat itu tidak boleh, karena rambut adalah aurat yang harus di tutupi. Sesungguhnya islam sangatlah adil dan sesuai dengan fitrah manusia, memuaskan akal, dan menenangkan jiwa. Karena datangnya islam untuk mengangkat derajat manusia (jika yang mau mengikuti petunjukNya). 

Post a Comment

Previous Post Next Post