MENGALIRNYA DEVISA DALAM WISATA KESYIRIKAN

Oleh : Dewi Rahayu Cahyaningrum
Dari : Komunitas Muslimah Rindu Jannah

Industri pariwisata sekarang telah melakukan pengembangan dengan cara menghidupkan adat istiadat dan tradisi budaya lokal yang diaplikasikan dalam segala bentuk acara seremonial maupun dalam bentuk keseharian.

Berbagai tradisi yang berasal dari masyarakat jahiliyah dari generasi ke generasi terus dipertahankan malah ditumbuh kembangkan dengan dalih melestarikan budaya bangsa, dan agar nampak seperti tradisi Islam, maka diberi hiasan dan label Islam seperti dimasukannya doa-doa bercirikan Islam.

Tradisi adat istiadat dan budaya yang mengandung kesyirikan yang dilakukan kebanyakan masyarakat sampai sekarang tidak hanya dilakukan secara tertutup dan tersembunyi, tetapi malah dilakukan secara demonstratif dan terbuka dengan cara berjamaah serta dijadikan agenda khusus oleh pemerintah daerah maupun pusat dengan dalih untuk menarik kunjungan wisata. 

Dan dengan jargon “urip-urip budaya leluhur” yaitu menghidupkan budaya leluhur selalu ditabuh pemerintah pusat sampai daerah. Sehingga tanpa disadari oleh masyarakat bahwa tradisi dari adat istiadat dan budaya yang selama ini mereka lakoni merupakan sesuatu yang tidak sesuai dan bertentangan dengan syariat Islam.

Industri pariwisata kita telah jamak membajak aqidah umat Islam sehingga kita tidak bisa mengingkari kenyataan bahwa kultur Indonesia lebih “mendewakan” hal-hal yang bersifat ritual.

Fakta yang menguatkan bahwa ritual-ritual yang ada selama ini sebagian telah diformalkan oleh instansi pemerintahan adalah dengan salah satu kejadian puluhan penari pada even Tari Umbul Kolosal di Waduk Jatigede Kabupaten Sumedang dengan jumlah peserta 5.555 orang yang satu persatu jatuh pingsan dan beberapa diantaranya mengalami kesurupan (kabarpriangan, 31/12/2019).

Sehingga dengan kejadian tersebut maka harus diluruskan bahwa proses kebudayaan bukan hanya untuk kepentingan uang tetapi juga akan berimbas pada aqidah umat Islam dan tentunya juga semakin memberikan beban berat dan tantangan bagi dakwah Islam.

Orang-orang yang terindikasi melakukan kesyirikan adalah termasuk mempersekutukan Allah dengan makhluk apa atau siapa pun, juga termasuk memberikan sifat ketuhanan kepada makhluk lain baik secara keseluruhan maupun sebagian, baik dalam tingkat yang sebanding maupun yang berbeda. Tentu saja perbuatan itu merendahkan Allah dan tidak mengakui ke Esaan Nya. Dan perbuatan itu juga merendahkan martabat manusia, apalagi jika yang diberi sifat ketuhanan itu alam lain yang bukan manusia.

  Islam tidak phobia dengan budaya, Islam sangat menghargai seni, menempatkannya pada posisi yang imbang dan selayaknya. Budaya dalam Islam haruslah berpedoman pada aqidah Islamiyah berlandaskan Al Quran dan Al Sunnah. Sehingga budaya yang tidak berpedoman pada keduanya maka budaya itu bisa dikatakan sebagai budaya asing (budaya syirik).

Islam telah mensyariatkan sebagai kewajiban yang mutlak tanpa bisa ditawar-tawar lagi bagi setiap pemeluknya untuk mentauhidkan Allah Yang Maha Esa dengan segala bentuk ibadah lahir maupun batin, dalam wujud ucapan maupun perbuatan dan menolak segala bentuk ibadah terhadap selain Allah bagaimanapun bentuk dan perwujudannya.

Orang-orang yang melakukan kesyirikan dan yang mempertahankan budaya syirik dalam kehidupannya sehari-hari diancam Allah SWT dengan api neraka sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an surat Al Ma’idah ayat 72:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seorang penolongpun. (QS Al Ma’idah : 72)

Sehingga pariwisata budaya yang bersifat kesyirikan yang berorentasi komersiil dan industrial harus diluruskan, jika hal itu tetap dilegalkan dan dilestarikan sebagai “warisan leluhur” karena dianggap mempunyai kearifan lokal oleh masyarakat dan instansi, maka sangat bertentangan dengan aqidah Islam yang mentauhidkan Allah.

Masyarakat muslim yang masih memegang teguh warisan budaya syirik harus segera bertobat dan menuntut ilmu agama dengan sekuat tenaga dan mendesain ulang budaya-budaya “syirik” agar menjadi budaya yang diridhoi Allah SWT.

Allahualam Bisshowab.

Post a Comment

Previous Post Next Post